Ruang Terbuka Hijau Miliki Kontribusi Terhadap Pengurangan Tingkat Kriminalitas di Perkotaan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by KampusUndip

Seiring dengan berkembangnya kota, muncul konflik dalam pengembangan ruang kota yang optimal. Perencanaan lingkungan, ketika diintegrasikan ke dalam perencanaan tata ruang kota, dapat memfasilitasi pembangunan kota yang lebih berkelanjutan dengan menyeimbangkan pengembangan lahan dengan pelestarian lingkungan. Pengembangan ruang terbuka hijau di perkotaan merupakan salah satu strategi yang paling umum dalam perencanaan lingkungan untuk menjaga kualitas lingkungan di kawasan perkotaan (Knox dan Pinch 2009). Selain manfaat lingkungan, manfaat langsung lain dari ruang terbuka hijau perkotaan antara lain meningkatkan estetika kota, menyediakan tempat untuk olah raga bagi masyarakat, dan juga memfasilitasi interaksi sosial (Pradipta 2020; Rasidi, Jamirsah, dan Said 2012). Manfaat secara tidak langsung lain dari ruang terbuka hijau di perkotaan juga telah diidentifikasi, salah satunya adalah pengurangan tingkat kriminalitas di kota-kota di negara maju (Bogar dan Beyer 2016; McCord dan Houser 2017).

Daerah perkotaan umumnya memiliki tingkat kejahatan yang lebih tinggi daripada daerah non-perkotaan (Knox dan Pinch 2009). Oleh karena itu, sudah menjadi persepsi umum bahwa kawasan perkotaan, termasuk ruang terbuka hijau perkotaan, rawan dengan tingkat kriminalitas yang tinggi. Namun, persepsi bahwa ruang hijau perkotaan terkait dengan peningkatan kejahatan ditentang oleh temuan-temuan dari penelitian terbaru. Penelitian multidisiplin baru yang menyelidiki hubungan antara ruang hijau perkotaan dan kejahatan telah menunjukkan bahwa ruang hijau perkotaan adalah fasilitator untuk pencegahan kejahatan dan kekerasan, seringkali melalui mekanisme yang sama yang menjelaskan manfaat kesehatan lainnya dari ruang hijau (Branas et al. 2011; Brown 2018 ; Kuo dan Sullivan 2001a, 2001b; Nitkowski 2017). Namun, studi ini sebagian besar dilakukan di negara maju, sehingga efek ruang hijau perkotaan terhadap kejahatan di kota-kota di negara berkembang sebagian besar masih belum dieksplorasi. Hal ini dapat menghambat momentum intervensi penghijauan yang dapat membawa berbagai manfaat langsung dan tidak langsung bagi penduduk perkotaan di negara berkembang (Cho et al. 2008; Emery dan Flora, 2006).

Di Indonesia, menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007, setiap kota harus memiliki setidaknya 30% dari total luasnya yang didedikasikan untuk ruang terbuka hijau. Sayangnya, keberadaan ruang terbuka hijau di kota-kota di Indonesia masih di bawah angka yang ditetapkan tersebut. Jakarta, misalnya, memiliki luas 661,5 kilometer persegi; menurut undang-undang ini harus memiliki setidaknya 200 kilometer persegi ruang terbuka hijau. Namun, karena penggunaan lahan yang tersedia untuk infrastruktur lain seperti gedung dan pusat perbelanjaan modern, kurang dari 99 kilometer persegi didedikasikan untuk ruang terbuka hijau di kota pada tahun 2019 (BPS 2020). Di negara Indonesia secara keseluruhan, keberadaan kawasan hijau telah menurun selama 30 tahun terakhir karena pembangunan infrastruktur yang masif yang tidak berwawasan lingkungan. Menurut data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat per pertengahan 2019, hanya 13 dari 174 kota di Indonesia yang menekankan pentingnya ruang terbuka hijau bagi pembangunan daerah.

Penelitian ini mengkaji tentang peran ruang terbuka hijau terhadap pengurangan kejadian kriminalitas di perkotaan. Secara khusus, makalah ini akan fokus pada kejadian kejahatan di kota-kota di negara berkembang. Kami menggunakan data dari kelurahan (yaitu desa dalam wilayah perkotaan) dari tiga kota utama di Indonesia: Jakarta, Medan, dan Surabaya. Ketiga kota ini merupakan ibu kota dari tiga provinsi dengan tingkat kriminalitas tertinggi di Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS 2020) melaporkan bahwa pada tahun 2019, Kepolisian Daerah Metro Jaya (Jakarta) mencatat jumlah kejahatan tertinggi di Indonesia dengan 31.934 kejadian, disusul oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara (bermarkas di Medan) yang mencatat 30.831 kasus. dan Polda Jawa Timur (Mabes Surabaya) yang mencatat 26.985 kejadian. Tulisan ini menerapkan pendekatan perbedaan-dalam-perbedaan untuk mengkuantifikasi dampak ruang terbuka hijau perkotaan terhadap peluang terjadinya kejahatan di tiga wilayah metropolitan terbesar di Indonesia antara tahun 2014 dan 2018 menggunakan data dari Sensus Potensi Desa (PODES) tahun 2014 dan 2018.

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa ruang terbuka hijau kota secara signifikan mengurangi kemungkinan terjadinya kejahatan di ketiga kota tersebut. Hasil estimasi menunjukkan adanya pengaruh negatif dan signifikan RTH kota baru terhadap peluang terjadinya kriminalitas di tingkat kelurahan. Pembangunan satu area ruang terbuka hijau ditemukan secara signifikan mengurangi tingkat kejahatan sekitar 13,4%. Hasil ini berkebalikan dengan kelurahan yang kehilangan ruang hijau, menunjukkan peningkatan kemungkinan kejahatan ketika ruang hijau berkurang. Hasil tetap tidak berubah secara kualitatif dengan dimasukkannya boneka regional dan variabel kontrol lainnya untuk mengontrol perbedaan regional, yang menunjukkan kekokohan temuan kami. Dengan memberikan bukti bahwa akses ke alam memiliki dampak mitigasi terhadap kejahatan di perkotaan, pemerintah kota dan masyarakat diberdayakan untuk mendukung intervensi ini.

Penulis:  Ni Made Sukartini, Ilmiawan Auwalin, dan Rumayya

Tulisan ini diringkas dari artikel jurnal dengan judul: “The impact of urban green spaces on the probability of urban crime in Indonesia” yang telah diterbitkan di jurnal Development Studies Research. Artikel jurnal dapat diakses di: https://doi.org/10.1080/21665095.2021.1950019

Berita Terkait

newsunair

newsunair

Scroll to Top