Hubungan Independensi Dewan, Komite Nominasi dan Remunerasi, dan Kompensasi di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh novichem.co

Topik mengenai kompensasi eksekutif banyak menarik perhatian, baik bagi pemegang saham, regulator, media, maupun masyarakat umum. Sehubungan dengan itu, Sur et al. (2015) menyatakan bahwa walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan selama puluhan tahun, bagaimana penentuan remunerasi eksekutif tetap menjadi teka-teki. Dalam praktiknya, banyak perusahaan yang enggan mengungkapkan rincian lengkap tentang bagaimana mereka menghubungkan kompensasi eksekutif dan kinerja (Frantz et al., 2013). Studi empiris menunjukkan bahwa kompensasi manajer dipengaruhi oleh efektivitas pengawasan dewan sehingga peran pemantauan direksi independen dibahas secara luas dalam penelitian akademik (Benkraiem et al., 2017). Independensi dewan dipandang sebagai suatu mekanisme tata kelola perusahaan yang mengurangi perilaku oportunistik dan mengawasi keputusan dewan termasuk desain kompensasi.

Teori agensi menjelaskan bahwa untuk meminimalkan asimetri informasi dan biaya agensi terkait diperlukan suatu mekanisme tata kelola perusahaan yang efektif. Misalnya, dengan adanya sub-komite dewan yang bekerja untuk memantau para manajer dalam bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik perusahaan. Menurut Kanapathippillai et al. (2016) salah satu sub-komite dewan yang penting adalah komite nominasi dan remunerasi (KNR) yang perannya mendukung dan memberi nasihat kepada dewan tentang hal-hal yang berkaitan dengan remunerasi. Oleh karena itu, KNR secara teratur juga menarik perhatian politisi dan regulator karena peran sentral mereka dalam menetapkan kompensasi CEO, dan menetapkan parameter untuk kompensasi eksekutif senior lainnya (Sun et al., 2009).

Metode Penelitian dan Hasil

Komisaris independen dan KNR merupakan bagian dari sistem tata kelola perusahaan yang memiliki peran sentral cukup spesifik dalam kaitannya dengan kebijakan kompensasi direksi di perusahaan. Kedua organ tersebut mempunyai fungsi yang efektif dalam mengurangi tindakan oportunistik manajemen dalam hal kompensasi sehingga memberikan solusi atas permasalahan agensi di perusahaan. Hal inilah yang memotivasi Puteri Alfarisa dan Iman Harymawan untuk melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara komisaris independen dan KNR dengan kompensasi direksi pada 897 observasi dari 240 perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2010-2018.

Komisaris independen berhubungan negatif signifikan dengan kompensasi direksi perusahaan. Artinya, perusahaan dengan rasio komisaris independen yang lebih tinggi cenderung menghasilkan kompensasi direksi yang lebih rendah. Ini dikarenakan komisaris independen cenderung dapat melakukan pengawasan yang lebih efektif dalam memonitor perilaku manajerial. Komisaris independen memiliki insentif untuk memantau tindakan manajerial secara efektif, karena mereka menanggung beban biaya reputasi tinggi. Selain itu, mereka merupakan ahli dalam pengendalian internal organisasi dan memiliki keahlian yang relevan untuk mengawasi tim manajemen puncak agar bertindak sesuai dengan tujuan perusahaan yang dapat meminimalkan permasalahan agensi dalam perusahaan.

KNR berhubungan positif signifikan dengan kompensasi direksi perusahaan. Ini berarti bahwa perusahaan yang memiliki KNR dan kualitas KNR yang lebih tinggi cenderung menghasilkan kompensasi direksi yang lebih tinggi. Sesuai dengan pandangan “optimal contracting approach”, hal ini disebabkan karena dewan diasumsikan merancang skema kompensasi untuk memberikan manajer insentif yang efisien untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. The optimal contracting menyadari bahwa manajer menderita dari masalah keagenan dan tidak secara otomatis berusaha untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Dengan demikian, memberikan insentif yang memadai kepada manajer adalah suatu hal yang penting. Di bawah pandangan kontrak yang optimal, dewan, yang bekerja demi kepentingan pemegang saham, berupaya memberikan insentif semacam itu secara efektif kepada manajer melalui paket kompensasi mereka.

Interaksi antara komisaris independen dan KNR tidak berhubungan dengan kompensasi direksi perusahaan. Kemungkinan hasil ini disebabkan karena efek yang saling berlawanan antara hasil penelitian pada hipotesis pertama dan kedua sehingga menghasilkan hubungan yang saling meniadakan atas kecenderungan terhadap hasil interaksinya. Hal ini berarti bahwa perusahaan dengan komisaris independen dan KNR tidak memiliki kecenderungan atas kompensasi direksi.

Kontribusi unik yang diharapkan dari penelitian ini ialah perluasan literatur tentang hubungan antara komisaris independen dan KNR serta interaksinya dengan kompensasi direksi. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pengukuran yang lebih komprehensif atas keberadaan dan kualitas KNR dengan menggunakan skor dari lima karakteristik komite untuk memperluas pengetahuan.

Penulis : Iman Harymawan, S.E., MBA., Ph.D

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://ecojoin.org/index.php/EJA/article/view/723

Alfarisa, P., & Harymawan, I. (2021). Board Independence, Nomination and Remuneration Committee, and Compensation in Indonesia. Jurnal Akuntansi25(1), 34-53.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp