Ikan sidat memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan permintaan global semakin meningkat. Salah satu spesies yang memiliki nilai ekonomi tinggi adalah Anguilla bicolor. Ikan sidat juga dijadikan komoditas ekspor untuk memenuhi kebutuhan ekspor ke Jepang sebagai bahan baku pangan. Berbeda dengan di negara lain (Jepang dan negara Eropa), sumberdaya ikan sidat belum banyak dimanfaatkan di Indonesia. Hal ini terlihat dari tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal (dalam negeri) masih sangat rendah, padahal jumlah ikan tersebut baik dalam ukuran benih maupun ukuran konsumsi cukup melimpah. Salah satu penyebabnya adalah ikan ini belum banyak dikenal, sehingga sebagian besar masyarakat Indonesia belum terbiasa mengkonsumsi belut. Demikian pula pemanfaatan ikan untuk tujuan ekspor masih sangat terbatas.
Berbagai kegiatan intensifikasi budidaya ikan sidat telah dikembangkan, namun serangan patogen menjadi masalah utama dalam kegiatan tersebut. Penyakit dalam budidaya ikan merupakan risiko biologis yang harus selalu diantisipasi. Hal ini mendorong penerapan manajemen kesehatan terpadu dan berkelanjutan dalam budidaya ikan. Bakteri probiotik ini juga memberikan manfaat bagi kesehatan tubuh makhluk hidup dengan meningkatkan pertumbuhan, produksi susu dan telur serta meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang sangat berguna untuk sistem kekebalan tubuh. Konsep pemanfaatan mikroba dalam budidaya selain sebagai probiotik juga dianggap sebagai metode pengendalian hayati (biokontrol), yaitu mengeliminasi atau membatasi mikroba patogen untuk tumbuh dan berkembang dengan menyediakan mikroba antagonis. Bakteri sebagai pengendali biologis sangat spesifik. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang membuktikan bahwa penggunaan bakteri isolat lokal untuk suatu tujuan memberikan hasil yang lebih efektif dibandingkan produk komersial yang umumnya berasal dari luar negeri.
Berdasarkan hal tersebut, diperlukan identifikasi mengenai jenis kandidat bakteri probiotik pada saluran pencernaan ikan sidat sebagai strategi manipulasi mikroorganisme dalam mencegah infeksi penyakit. Identifikasi bakteri murni diidentifikasi sesuai dengan protokol dengan beberapa modifikasi. Secara singkat, setiap bakteri diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi yang meliputi morfologi koloni dan uji gram. Pengamatan morfologi koloni dilihat dari bentuk, warna, dan tepi koloni bakteri. Selanjutnya masing-masing isolat dikarakterisasi dengan analisis biokimia yang meliputi fermentasi karbohidrat (glukosa, laktosa, sukrosa, arabinosa, manitol, inositol, maltosa), katalase, oksidase, indol, motilitas, urea, MR-VP, TSIA.
Isolat bakteri diinokulasikan ke dalam tabung reaksi yang berisi media fermentasi glukosa, laktosa, sukrosa, arabinosa, manitol, inositol, maltosa kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 24 jam. Jika bakteri pada masing-masing media tersebut berubah warna menjadi kuning, maka hasilnya positif karena terbentuk asam dari fermentasi glukosa dan jika tidak ada perubahan warna dikatakan negatif. Isolat bakteri dimasukkan ke dalam media MIO kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu kamar. Untuk tes motilitas positif ditandai dengan penyebaran koloni di sekitar tusukan. Selanjutnya media ditetesi cairan Kovac, uji indol positif ditandai dengan adanya cincin merah pada permukaan media.
Untuk mengetahui adanya katalase, diuji menggunakan larutan hidrogen peroksida (H2O2) 3% di koloni terpisah. Kemudian 1 tetes larutan H2O2 diteteskan pada permukaan koloni. Pada bakteri katalase positif, terjadi pembentukan gelembung gas di sekitar koloni. Uji oksidase dilakukan dengan mengoleskan satu koloni dengan tusuk gigi pada Oxidase Test Strip. Reaksinya adalah oksidasi positif jika warna koloni berubah dalam waktu dua menit menjadi biru tua. Bakteri yang tumbuh pada media yang akan diinokulasi ke dalam tabung reaksi yang telah diisi media MR-VP kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 24-48 jam. Langkah selanjutnya adalah menambahkan 5 tetes indikator metil merah ke dalam tabung. Uji positif jika tabung berwarna merah yang berarti asam dan uji negatif jika tabung berwarna kuning dan menghasilkan basa. Untuk uji VP dengan menjatuhkan reagen naphtol dan KOH 40%, uji positif ditandai dengan perubahan warna merah, jika kuning atau perunggu maka hasilnya negatif.
Isolat diinokulasi pada media MRS sehingga masing-masing diberi susu skim, pati dan minyak zaitun. Bakteri yang dapat menghidrolisis pati ditandai dengan adanya zona bening di sekitar koloni pada hasil pengujian. Jenis bakteri yang dapat menghidrolisis protein dibuktikan dengan adanya zona bening di sekitar koloni pada hasil pengujian. Bakteri dengan kemampuan menghidrolisis lemak akan menyebabkan warna merah kekuningan pada bagian bawah dan sekitar koloni
Penulis: Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.
Informasi lebih detail dari penelitian ini dapat ditemukan pada jurnal ilmiah pada link berikut ini:
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/441/1/012148/meta