Rinosinusitis Jamur Alergi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh gooddoctor.co.id

Infeksi jamur pada sinus adalah penyakit yang sudah dikenal lama. Manifestasi infeksi jamur pada sinus dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu invasif yang berpotensi mengancam nyawa dan non-invasif yang aman. Salah satu bentuk infeksi jamur non-invasif pada sinus adalah infeksi jamur alergi atau dikenal rinosinusitis jamur alergi (allergic fungal rhinosinusitis/AFRS). Infeksi jamur alergi terjadi karena vegetasi jamur pada sinus dan menimbulkan respons alergi pada individu tertentu. Respons alergi inilah yang memicu keradangan pada mukosa. Keradangan mukosa ini ditandai oleh adanya edema mukosa, polip multipel yang masif, ingus yang kental (mucinous), dan beberapa petanda laboratorium, yaitu peningkatan imunoglobulin E (IgE), eosinofil darah, temuan matriks jamur pada histopatologi serta beberapa temuan lainnya.

Kejadian rinosinusitis jamur alergi tergolong jarang dengan prevalensi 1-2% populasi dunia dan sekitar 5-10% dari semua kasus rinosinusitis kronik. Rinosinusitis akut umumnya terjadi dewasa dan dewasa muda, jarang dijumpai pada pasien tua.

Diagnosis rinosinusitis jamur alergi ditegakkan melalui wawancara klinik, pemeriksaan teropong hidung (nasoendoskopi), computed tomography scan (CT scan), tes cukit kulit untuk mengetahui adanya alergi terhadap bahan-bahan tertentu, laboratorium, dan histopatologi. Bent dan Kuhn (1994) menyatakan kriteria diagnosis mayor dan minor. Kriteria diagnosis mayor meliputi hipersensitivitas tipe 1 terhadap jamur, polip, gambaran khas CT scan, ingus yang mengandung banyak eosinofil, temuan jamur pada pewarnaan histopatologi. Sedangkan kriteria diagnosis minor meliputi asma, kristal Charcot-Leyden pada pemeriksaan histopatologi, peningkatan eosinofil darah, terjadi pada satu sisi (kanan atau kiri), pertumbuhan jamur pada biakan, dan erosi tulang pada gambaran CT scan. Namun, baik mayor dan minor tidak semuanya dapat ditemukan.  

Tatalaksana rinosinusitis jamur alergi meliputi operasi dan pemberian obat-obatan. Bedah sinus endoskopik fungsional (BSEF) merupakan teknik operasi pilihan. Operasi diperlukan untuk mengangkat jaringan polip dan matriks jamur yang ada di dalamnya. Pemberian obat-obatan sangat penting untuk mengontrol keradangan mukosa, karena itu diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Perawatan pascaoperasi berkala juga mutlak diperlukan untuk mendapatkan hasil tatalaksana secara optimal.

Dilaporkan satu kasus rinosinusitis jamur alergi pada laki-laki, usia 63 tahun, dengan keluhan hidung kanan tersumbat sejak satu tahun dan memberat dalam tiga bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan keluar ingus bening dan encer serta gangguan fungsi penciuman. Tidak didapatkan keluhan nyeri pada wajah maupun ingus bercampur darah. Pasien memiliki riwayat alergi terhadap debu. Pemeriksaan hidung didapatkan polip yang memenuhi hidung kanan dengan ingus yang kental.

Pemeriksaan histopatologi biopsi polip didapatkan jenis polip alergi. Pemeriksaan CT scan menunjukkan gambaran khas dugaan kuat infeksi jamur berupa kesuraman yang heterogen memenuhi sinus sisi kanan, sebagian kalsifikasi, erosi dinding tulang bercampur penebalan tulang. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan signifikan kadar IgE darah 1.227 IU/ml (nilai normal <100) terhadap jamur Aspergillus spp dan Mucorous spp melalui pemeriksa micro-ELISA. Pemeriksaan tes cukit kulit didapatkan alergi terhadap debu rumah, bulu kapuk, daging ayam, dan susu sapi.

Pasien mendapatkan Prednison tablet 20mg selama satu minggu dilanjutkan 10mg selama satu minggu berikutnya untuk mengurangi keradangan. Berkurangnya keradangan membuat pelaksanaan operasi lebih aman dan cepat. Selanjutnya pasien menjalani bedah sinus endoskopik fungsional secara luas pada hampir seluruh sinus sisi kanan. Seluruh jaringan polip, ingus kental, jaringan keradangan lainnya dibersihkan. Jaringan polip diperiksakan ulang dengan hasil yang sama. Pasien dipulangkan pada hari berikutnya dengan pengobatan Prednison dosis rendah dan cuci hidung dengan larutan garam fisiologis serta menjalani beberapa kali perawatan pascaoperasi untuk membersihkan kotoran-kotoran bekas operasi dan menilai proses penyembuhan luka operasi. Perawatan pascaoperasi ini sangat penting dalam mengontrol keradangan mukosa secara optimal dan menilai adanya kekambuhan.

Infeksi jamur dapat menyerang sinus dengan berbagai manifestasi. Rinosinusitis jamur alergi merupakan salah satu jenis infeksi jamur pada sinus yang bersifat non-invasif. Serangkaian wawancara klinik, nasoendoskopi, dan beberapa pemeriksaan penunjang (CT scan, laboratorium, histopatologi, tes cukit kulit) dilakukan untuk menegakkan diagnosis. Tatalaksana rinosinusitis jamur alergi meliputi bedah sinus endoskopi fungsional dan pemberian obat-obatan. Perawatan pascaoperasi sangat diperlukan guna mengontrol keradangan dan menilai adanya kekambuhan.

Penulis: Drean Ferrys Widhiono, Budi Sutikno

Informasi detail riset ini dapat diakses pada artikel kami di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2049080121003502

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp