Hari Thalassemia Sedunia diperingati setiap tanggal 8 Mei setiap tahunnya. Kelainan genetik yang banyak ditemui di daerah Asia Tenggara, Asia Selatan, Mediterania, dan China ini terjadi pada gen globin. Gen ini menyandi protein pembentuk hemoglobin dalam darah yang berfungsi mengikat oksigen. Dengan adanya kelainan pada gen globin, maka jumlah dan fungsi hemoglobin menjadi terganggu. Gejala utama adalah anemia kronis yang kemudian menyebabkan kelainan lainnya. Thalassemia sendiri terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu Thalassemia minor atau pembawa sifat yang tidak memiliki gejala; Thalassemia intermediet yang penderitanya sesekali memerlukan transfusi darah; serta Thalassemia mayor yang penderitanya memerlukan transfusi rutin beberapa minggu sekali.
Tahun ini tema yang diangkat oleh Thalassemia International Federation adalah “Meniadakan kesenjangan akses pengobatan bagi penderita Thalassemia”. Namun sedikit berbeda dengan Indonesia yang mengangkat tema “Zero Kelahiran Thalassemia Mayor”. Di Indonesia sendiri, pasien Thalassemia Mayor tercatat berjumlah 10.600 orang, yang jika tidak dikontrol, jumlahnya akan menjadi berkali-kali lipat di masa yang akan datang. Dengan jumlah tersebut, Thalssemia menyedot anggaran BPJS kelima terbesar, setelah penyakit jantung dan stroke. Hal ini disebabkan penderita Thalassemia Mayor membutuhkan transfusi darah seumur hidupnya, serta mengkonsumsi obat kelasi besi yang dapat mengikat zat besi yang berlebih akibat transfusi dan peningkatan penyerapan zat besi dari sistem pencernaan. Di Jawa Timur sendiri, tercatat 510 orang penderita Thalassemia yang rutin menjalani transfusi di RS. Dr. Soetomo pada tahun 2021, padahal di tahun 2009 tercatat kurang dari 100 orang pasien.
Hal inilah yang mendorong tim dari FK UNAIR yang merupakan tim gabungan dari Departemen Anatomi, Histologi, dan Farmakologi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak, mahasiswa S1 dan S3, bekerja sama dengan Persatuan Orang Tua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Cabang Surabaya mengadakan lomba Hari Thalassemia Sedunia dengan tema “Harapan dan Semangat Pasien Thalassemia serta Keluarga”. Lomba yang dimulai sejak tanggal 8 Mei hingga 10 Juni 2021 ini diikuti oleh peserta dari beberapa kota di Indonesia. Banyak karya tulis, karya lukis, serta video edukasi yang diciptakan oleh pasien Thalassemia dan keluarga yang terbagi menjadi beberapa kategori mulai dari SD hingga orang tua. Pemenang lomba ini diumumkan pada saat Webinar “Zero Kelahiran Thalassemia Mayor” yang diadakan pada 13 Juni 2021 yang lalu. Juara pertama kategori SD dan SMP diraih oleh Ananda Kayla In’ami Nashirah dari Surabaya, juara pertama kategori SMA dan Mahasiswa diraih oleh ananda Nurinda Febriana dari Sidoarjo, serta kategori orang tua diraih oleh Ibu Feni Linda Wati dari Samarinda.
Pada webinar yang diikuti lebih dari 100 orang masyarakat umum ini, diberikan juga materi mengenai dasar-dasar Thalassemia serta pentingnya skrining dan deteksi dini gen pembawa Thalassemia oleh dr. Andi Cahyadi, SpA, staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak. Selain itu, testimoni pasien Thalassemia yaitu Diajeng Nabella dan keluarga Ibu feni Linda Wati juga menceritakan tentang kisah perjuangan dan pentingnya dukungan lingkungan sekitar. Dukungan pemerintah dalam pemerataan kebijakan sangatlah diperlukan, agar tidak terjadi kesenjangan penanganan pasien Thalassemia. Hal penting lainnya disampaikan oleh Ir. Purnomo, ketua POPTI Surabaya, bahwa edukasi masyarakat mengenai Thalassemia sangatlah penting, agar kesadaran untuk melakukan skrining dan memutus mata rantai Thalassemia mayor berhasil dicapai.
Ketua panitia acara ini yaitu Annette d’Arqom, dr., M.Sc., Ph.D, menyatakan bahwa kelainan genetik ini dapat dicegah dengan tidak menikahnya sesama pembawa sifat. Untuk mengetahui apakah seseorang membawa sifat Thalassemia, maka harus dilakukan skrining berupa pemeriksaan darah dan jenis hemoglobin. Sebaiknya pemeriksaan ini dilakukan sebelum pernikahan, namun jika sudah menikah dan diketahui sebagai pembawa sifat Thalassemia, maka konseling genetik harus dilakukan. Dokter lulusan Mahidol University Thailand ini menyampaikan bahwa deteksi dini saat kehamilan juga diperlukan, terutama jika kedua orang tua adalah pembawa sifat atau penderita Thalassemia. Deteksi dini ini dilakukan pada janin di awal kehamilan. Ke depannya, agar cakupan edukasi ini lebih luas, maka tim FK UNAIR akan membuat buku mengenai Thalassemia yang akan disebarkan pada siswa SMA dan mahasiswa. Diharapkan hal ini mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat dan dapat memutus mata rantai Thalassemia mayor.
Penulis: Tim Pengmas