Pada abad ke-21 ini, internet tidak dapat lepas dari kehidupan banyak orang. Internet adalah teknologi yang dapat memberikan fasilitas kepada banyak orang untuk mengakses ke berbagai sumber daya informasi dengan cara yang mudah, murah dan aman. Internet memberikan keuntungan bagi setiap orang, tetapi penggunaan internet secara berlebihan juga dapat menimbulkan dampak negatif pada kesehatan, sosial, dan status akademis pada anak dan remaja. Remaja cenderung menggunakan internet untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, seperti mengerjakan tugas sekolah, bermain sosial media, mencari hiburan, sarana rekreasi, dan lain-lain. Pada beberapa studi sebelumnya telah menyoroti bahaya penggunaan internet berlebih pada populasi remaja. Populasi ini termasuk golongan rentan dan berisiko dikarenakan kemampuan kontrol diri yang belum matang disertai kemudahan akses dan fleksibilitas jadwal.
Kecanduan internet menjadi suatu permasalahan di dunia, terutama populasi remaja. Penelitian sebelumnya oleh Cheng dan Li pada tahun 2014 menyebutkan bahwa angka kecanduan internet di 31 negara yakni sebesar 6%. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Sari, Ilyas, dan Ifdil di kota Padang pada tahun 2018 mendapatkan hasil bahwa setengah dari remaja yang menjadi sampel penelitian termasuk dalam kecanduan internet derajat berat. Kecanduan internet memiliki keterkaitan dengan gangguan psikiatri lainnya dan dapat menimbulkan gangguan komplikasi pada sosial, mental, fisik serta penurunan kualitas hidup seseorang. Identifikasi faktor resiko dan pelindung dari kecanduan internet merupakan hal penting dalam memahami perkembangan anak hingga remaja, para peneliti sebelumnya menemukan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kecanduan internet adalah atribut interpersonal seperti temperamen.
Temperamen adalah perbedaan individu secara biologis dalam hal reaktivitas dan pengaturan diri. Temperamen memainkan peranan penting dalam menimbulkan gangguan perilaku seperti, depresi, kenakalan remaja, penyalahgunaan obat, dan perjudian. Putnam pada tahun 2001 membagi temperamen remaja berdasarkan reaktivitas dan kontrol diri kedalam 4 dimensi yakni effortful control, surgency, negative affectivity, dan affiliativeness. Temperamen negatif dapat menimbulkan gangguan terhadap emosi dan perilaku pada remaja yang dapat menetap hingga mereka dewasa. Masih terdapat sedikit studi mengenai hubungan temperamen dan derajat kecanduan internet remaja khususnya di kota Surabaya, sehingga peneliti terdorong untuk melakukan penelitian ini.
Penelitian ini merupakan analitik observasional dengan desain cross-sectional melalui pengisian self-report kuesioner yang dilakukan di salah satu sekolah menengah pertama di kota Surabaya. Subjek penelitian adalah siswa yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan sampel. Besar sampel diambil secara stratified random sampling dan setelah melakukan pengecekan kelengkapan pengisian kuesioner oleh subjek penelitian didapatkan hasil akhir sejumlah 114 kuesioner yang akan dilakukan pengolahan data. Kuesioner yang dibagikan terdiri atas identitas dari subjek penelitian, kuesioner Internet Addiction Test (IAT)dan kuesioner Early Adolescents Temperament-Revised Questionnaire (EAT-QR).
Kuesioner IAT terdiri dari 20 pertanyaan dengan skala pilihan jawaban 0-5 untuk mengukur derajat kecanduan internet subjek penelitian berdasarkan 4 gejala kecanduan internet yakni preokupasi, rendahnya regulasi diri, pengabaian pekerjaan, dan penolakan terhadap kehidupan sosial. Penentuan derajat kecanduan internet subjek penelitian didapatkan dengan menjumlahkan skor total dari jawaban 20 soal yang tersedia kedalam kategori yang sudah ditentukan. Kuesioner EAT-QR terdiri dari 48 pertanyaan dengan skala pilihan jawaban 1-5 untuk mengukur 4 dimensi temperamen remaja yakni effortful control, negative affectivity, surgency, dan affiliativeness. Pengukuran temperamen didapatkan dengan menghitung nilai rata-rata subskala dari tiap dimensi temperamen yang terdapat pada soal. Setelah menghitung skor adiksi internet dan temperamen dari siswa dilakukan analisis antara keduanya.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa 77,2% dari subjek penelitian mengalami kecanduan internet dan mayoritas mengalami derajat ringan yakni sebesar 52.60%. Mayoritas dari subjek penelitian memiliki dominansi temperamen affiliativeness. Hasil analisis menggunakan uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa terdapat hubungan kuat secara signifikan positif antara dimensi temperamen negative affectivity terhadap derajat kecanduan internet dan hubungan yang lemah secara signifikan positif antara dimensi temperamen surgency terhadap kecanduan adiksi internet. Selain itu, didapatkan hubungan lemah secara signifikan negatif antara dimensi temperamen effortful control dan kecanduan adiksi internet. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa beberapa dimensi temperamen remaja memiliki hubungan yang signifikan terhadap derajat kecanduan internet remaja, oleh karena itu remaja dengan dominansi temperamen negatif memerlukan pengawasan dan bimbingan lebih dari orang tua agar dapat terhindar dari resiko kecanduan internet.
Penulis: Dr. Yunias Setiawati, dr.,Sp.K.J(K)
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan Penulis di:
https://e-journal.unair.ac.id/JBE/article/view/20835
Hartanti, D.T., Setiawati, Y., Husada, D., & Irwanto, I. (2021) Correlation between adolescents’ temperament and internet addiction level in a junior high school in Surabaya, Indonesia. Jurnal Berkala Epidemiologi, 9(2), 192-201. https://dx.doi.org/10.20473/jbe.v9i22021.192-201