Faktor yang Mempengaruhi Krisis Kesehatan Mental Infeksi COVID-19 di Pulau Jawa

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by ITS

Corona virus disease 2019 (COVID-19) merupakan masalah kesehatan yang masih menjadi kedaruratan kesehatan di dunia, hal ini dikarenakan pengobatan akibat COVID-19 belum ditemukan dan masih dalam tahap penelitian, hal itu berdampak pada kasus COVID-19 yang terus meningkat. Peningkatan jumlah kasus penularan yang sangat pesat membuat masyarakat di seluruh dunia khawatir dengan adanya COVID-19 karena mudahnya penularan virus sehingga individu mudah jatuh sakit dan ada yang dalam kondisi kritis dan meninggal. COVID-19 yang menyebabkan banyak orang jatuh sakit dan juga memiliki angka kematian yang tinggi, membuat masyarakat ketakutan dan mulai overprotective agar virus tidak menyebar, banyak orang menunjukkan respon berlebihan seperti sering mencuci tangan, menghindari interaksi dengan siapa pun, saling curiga karena takut membawa virus dan melakukan diskriminasi terhadap individu dan keluarga pasien COVID-19 dan kasus kontak dekat.

Dampak psikologis yang ditunjukkan oleh masyarakat sangat beragam, banyak orang yang sangat takut dengan COVID-19 dan banyak juga yang menganggap virus ini hanya konspirasi dan tidak tidak ada di dunia. Asumsi yang salah ini membuat penularan virus semakin sulit dikendalikan, karena masyarakat tidak mau ikut melakukan pencegahan. Selain itu, orang yang menganggap COVID-19 sebagai virus yang berbahaya dan mudah menular setiap saat akan menunjukkan respons psikologis yang berlebihan. Masyarakat akan menunjukkan gejala psikosomatik yang berlebihan, sehingga menimbulkan perilaku yang berulang dalam melaksanakan protokol kesehatan. Darurat kesehatan nasional yang terjadi di Indonesia sejak Maret 2020 menjadikan COVID-19 sebagai infeksi yang menakutkan bagi masyarakat, banyaknya kasus terkonfirmasi dan kematian akibat COVID-19 menimbulkan stigma negatif untuk menjauhi siapa saja yang berisiko menularkannya, tenaga kesehatan yang merawatnya.

Masalah psikologis yang ditemukan di masyarakat Indonesia, termasuk krisis kesehatan mental dan stigma, harus segera diberikan intervensi lebih lanjut agar tidak menimbulkan masalah yang lebih parah. Selama ini masih banyak intervensi yang telah dilaksanakan di Indonesia yang bersifat fisik, namun intervensi psikologis belum banyak diberikan, sehingga masih banyak yang mengalami kecemasan karena informasi yang diperoleh juga tidak akurat. Berdasarkan permasalahan di atas, dampak psikologis perlu digali lebih dalam agar dapat menghasilkan intervensi psikologis yang paling tepat dalam menghadapi dampak psikologis, krisis kesehatan jiwa dan stigma sosial yang ada di masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi krisis kesehatan mental infeksi COVID-19 di pulau Jawa.

Penelitian ini merupakan penelitian dilakukan pada bulan Juni-Juli 2020 di Pulau Jawa, Indonesia. Populasi terjangkau penelitian ini adalah seluruh penduduk berusia 20-54 tahun yang berdomisili di Pulau Jawa. Pemilihan sampel penelitian menggunakan teknik convenience sampling melalui media online dan offline. Penilaian faktor demografi, faktor internal individu, faktor psikologis dan krisis kesehatan mental masyarakat menggunakan kuesioner terstruktur. Pengisian bersifat rahasia untuk menjamin kerahasiaan dan keandalan data. Sampel penelitian sebanyak 1218 responden yang tersebar di lima provinsi di Pulau Jawa, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan regresi logistik dengan CI 95% menunjukkan bahwa faktor yang memiliki hubungan paling tinggi dengan krisis kesehatan jiwa adalah tingkat stres (P = 0,000) dengan CI antara 1,064 – 2,131, hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat stres dengan gangguan mental. Krisis kesehatan memiliki kekuatan 3 kali lebih besar dari variabel lainnya. Faktor penyumbang yang memiliki hubungan paling kuat dengan krisis kesehatan mental adalah tingkat stres yang dialami orang. Kontribusi terbesar yang menyebabkan terganggunya kondisi psikologis dan kesehatan mental adalah faktor psikologis, yang meliputi tingkat kecemasan, stres, mekanisme koping dan masalah yang dihadapi, keempat faktor ini dapat menjadi curah hujan dalam pandemi COVID-19, sehingga perlu diberikan pembinaan psikologis. pengobatan sebagai bentuk kesiapsiagaan.

Keterbatasan penelitian ini adalah perlunya memperhatikan beberapa faktor lain yang mungkin berpengaruh menyebabkan terjadinya krisis kedaruratan kesehatan jiwa, antara lain faktor eksternal atau lingkungan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan convinience sampling, sehingga sampel yang dibutuhkan untuk mewakili tingkat nasional adalah multisenter. Penelitian ini dilakukan pada saat kondisi krisis akibat COVID-19 sangat tinggi, sehingga pada bulan-bulan terakhir tahun ini sudah mulai normal kembali, sehingga masalah psikologis dan kesehatan mental mulai beradaptasi dengan pandemi. Namun penelitian ini cukup kuat untuk mendeteksi dampak penting, menggunakan instrumen yang telah divalidasi dengan nilai validitas dan reliabilitas sesuai standar.

Penulis: Diah Priyantini, Nursalam Nursalam, Tintin Sukartini

Artikel tersedia di:

https://e-journal.unair.ac.id/JNERS/article/view/23321

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp