Pra-Vaksinasi Covid-19: Seberapa Banyak OTG yang Terinfeksi?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by UNICEF

World Health Organization (WHO) secara resmi mendeklarasikan coronavirus disease 2019 (COVID-19) sebagai pandemi pada tanggal 9 Maret 2020. COVID-19 disebabkan oleh infeksi severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2), yang pertama kali teridentifikasi pada Desember 2019 di Wuhan, Tiongkok. COVID-19 umumnya menyebar melalui droplet saliva atau cairan hidung ketika individu yang terinfeksi mengalami batuk atau bersin. Sebagian besar individu terinfeksi hanya mengalami gejala ringan hingga sedang, seperti demam dan batuk, dan bisa sembuh dalam beberapa minggu. Akan tetapi, pada individu dengan risiko tinggi seperti kelompok lanjut usia dan kelompok dengan penyakit komorbid (penyakit jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, gangguan pernafasan kronis, kanker, dan lainnya), COVID-19 dapat menyebabkan masalah kesehatan serius, bahkan kematian.

Kasus COVID-19 pertama kali terkonfirmasi di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Sebagai salah satu upaya penanggulangan infeksi, pemerintah Indonesia mencanangkan program vaksinasi COVID-19 yang dimulai pada pertengahan Januari 2021. Hingga tanggal 30 Desember 2020, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melaporkan 735.124 individu terkonfirmasi positif COVID-19.

Salah satu kelompok masyarakat yang berperan dalam penyebaran COVID-19 adalah kelompok orang tanpa gejala (OTG). Di Indonesia, data terkait prevalensi COVID-19 pada kelompok OTG sangat terbatas. Karenanya, sebelum dilakukan program vaksinasi di Indonesia, peneliti dari Institute of Tropical Disease Universitas Airlangga dan Kobe University yang bekerja sama dalam Indonesia-Japan Collaborative Research Center for Emerging and Re-Emerging Infectious Diseases,berusaha menginvestigasi prevalensi COVID-19 pada kelompok OTG di Jawa Timur.

Selama Juni hingga Desember 2020, sebanyak 1.819 sampel dikumpulkan dari masyarakat yang tinggal di Jawa Timur, yang belum pernah terkonfirmasi positif COVID-19 melalui pemeriksaan dengan metode polymerase chain reaction (PCR). Uji serologis menunjukkan adanya 207 individu (11,4%) dengan antibodi IgG COVID-19. Deteksi antibodi IgG mengindikasikan adanya riwayat infeksi COVID-19, meskipun tidak muncul gejala terkait infeksi. Hal ini menjadi catatan penting, bahwa dengan adanya OTG yang tidak diketahui terinfeksi COVID-19, dapat menghambat pemutusan rantai penularan COVID-19. Dengan adanya program vaksinasi COVID-19 yang dimulai pada bulan Januari 2021, diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk menghambat laju penularan, termasuk yang diakibatkan oleh OTG. Ke depannya, meskipun program vaksinasi telah berjalan, surveilans kasus COVID-19 diharapkan untuk tetap dilakukan pada semua kalangan, sehingga magnitudo infeksi pada berbagai kelompok masyarakat tetap dapat diketahui.

Penulis: Ni Luh Ayu Megasari

Artikel penuh dapat dilihat pada laman:

https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0251234

Megasari et al. Seroepidemiological study of SARS-CoV-2 infection in East Java, Indonesia. PLoS ONE. 2021; 16(5): e0251234.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp