Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih menjadi sorotan khusus di banyak negara berkembang, seperti Indonesia. Meskipun sebagian besar ibu hamil di Indonesia sudah mendapat perawatan antenatal yang adekuat sesuai rekomendasi nasional, serta proses persalinan mereka hampir semuanya telah dibantu oleh tenaga ahli terlatih, namun, AKI nasional diperkirakan masih sebanyak 177 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masing sangat jauh dari target AKI global yang tertuang dalam Sustainable Development Goal’s (SDG’s) dimana organisasi kesehatan dunia mendeklarasikan AKI di setiap negara tidak lebih dari 70 per 100.000 kelahiran hidup.
Temuan baru-baru ini menunjukkan bahwa kualitas layanan yang buruk disebabkan karena faktor organisasi dan kualitas dari personel tenaga kesehatan menjadi penentu utama dari tingginya AKI di Indonesia. Dari latar belakang tersebut, tim peneliti dari Universitas Airlangga bekerjasama dengan dinas kesehatan tingkat provinsi serta melibatkan mitra penelitian dari the University of Adelaide, Australia mengambil peran dalam menyelesaikan masalah ini. Tim peneliti melakukan analisis mendalam tentang kemungkinan faktor organisasi layanan kesehatan dan kualitas perawatan terkait penyebab kematian 30 wanita di rumah sakit rujukan tertinggi di kota besar di Indonesia.
Berdasarkan analisis akar penyebab masalah, peneliti menggarisbawahi masalah di ketidaktaatan penerapan protokol (SOP), alur informasi dan komunikasi yang tidak memadai dari fasilitas kesehatan dasar/ rumah sakit sekunder ke rumah sakit rujukan tersier, keterlambatan dalam penanganan kasus gawat darurat, serta keterlambatan dalam manajemen pasien yang memburuk merupakan faktor utama penyebab kematian ini. Peneliti juga menemukan isu terkait pyramidal referral atau rujukan berjenjang yang panjang juga berkontribusi pada kematian ibu. Banyak ibu yang tidak mendapat manajemen tata laksana kasus secara efektif, sehingga mendapat banyak penundaan tindakan pertolongan.
Meskipun langkah-langkah peningkatan kualitas pelayanan secara umum sudah dilakukan, seperti pelatihan rutin dan pemantauan penerapan protokol klinis yang ketat bertujuan untuk membantu memperbaiki situasi, Namun, kami mendorong setiap kabupaten/kota dan rumah sakit perlu mengembangkan kapasitas untuk menilai situasi lokal kesehatan mereka, dan bagaimana cara efektif untuk memperbaiki tata kelola unit layanan kesehatan mereka sendiri. Masalah lokal yang mungkin sering dihadapi diantaranya faktor organisasi, pengetahuan dan keterampilan staf, ketersediaan darah dan produk darah, dan alasan-alasan lokal untuk penundaan dalam pemberian perawatan perlu diidentifikasi lebih dini. Sehingga diharapkan, langkah-langkah mandiri dari orang-orang lokal di kabupaten/kota, baik di dinas kesehatan, rumah sakit, serta unit pelayanan primer dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan maternal mereka dan mencegah hasil kehamilan yang buruk.
Penulis:
Mohammad Afzal Mahmood, Hendy Hendarto, Muhammad Ardian Cahya Laksana, Hanifa Erlin Damayanti, Mohammad Hud Suhargono, Rizki Pranadyan, Kohar Hari Santoso, Kartika Sri Redjeki, Baksono Winardi, Budi Prasetyo, Jorien Vercruyssen, John Robert Moss, Peng Bi , Syarifah Masitah, Warsiti, Aldilia Wyasti Pratama, Erni Rosita Dewi, Charity Hartika Listiyani, Ismi Mufidah.
Untuk informasi lebih lanjut bisa melalui link berikut:
- https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0247911#:~:text=Poor%20application%20of%20protocols%2C%20poor,contributing%20factors%20to%20these%20deaths.
- https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/33635928/
DOI: https://doi.org/10.1371/journal.pone.0247911