Belajar Menulis Ilmiah Secara Tuntas Bersama BEM FPK UNAIR

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
SUASANA penyampaian materi oleh dosen FPK, Eka Saputra, S.Pi., M,Si sebagai pemateri dan berlangsung secara daring pada Sabtu (19/6/21) sekitar pukul 13.00 WIB. (Foto: Istimewa)
SUASANA penyampaian materi oleh dosen FPK, Eka Saputra, S.Pi., M,Si sebagai pemateri dan berlangsung secara daring pada Sabtu (19/6/21) sekitar pukul 13.00 WIB. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Perikanan dan Kelautan (FPK) Universitas Airlangga (UNAIR) berupaya meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah. Upaya tersebut terlaksana dalam acara webinar bertajuk ‘Langkah Jitu Menulis Karya Tulis Ilmiah’. Acara ini mengundang salah satu dosen FPK, Eka Saputra, S.Pi., M,Si sebagai pemateri dan berlangsung secara daring pada Sabtu (19/6/21) sekitar pukul 13.00 WIB.

Eka memaparkan bahwa terdapat tiga alasan penting bagi seorang mahasiswa atau peneliti untuk memiliki keterampilan menulis. Beberapa alasan tersebut di antaranya sebagai kontribusi pada IPTEKS, mengatasi kelemahan komunikasi lisan, secara teknis dapat dijadikan dasar penelitian masa mendatang, dan sebagai alasan praktis sebagai nilai kredit. Ia juga menuturkan bahwa penelitian tidak bersifat tetap, melainkan akan terus berkembang. Karena itu, keterampilan menulis menjadi modal sangat penting bagi penelitian.

“Selama bumi ini masih berputar, maka penelitian tidak akan berhenti. Hal itu akan tetap berubah terus menerus,” tegasnya.

Eka berpendapat setiap karya ilmiah wajib memenuhi format dan persyaratan yang ditentukan. Karya ilmiah sebaiknya disusun secara sistematis dan runtut. Ia juga mengingatkan pada penyusunan inti yang harus seimbang. Perancangan kerangka tulisan (outline) sebaiknya dilakukan pada tahap awal penyusunan karya ilmiah.

Langkah awal dalam penulisan karya ilmiah adalah menemukan ide kreatif. Menurut Eka, ide kreatif dapat muncul jika kita banyak melakukan literasi. Namun, kita tidak hanya sekadar membaca literatur tersebut, melainkan harus mengklasifikasikannya dalam bentuk 5W+1H agar memudahkan menemukan ide-ide yang dapat ditulis. Diperlukan juga mengetahui tempat atau situasi aktivitas yang dapat memicu ide kreatif untuk menulis.

“Jadi, kita bukan hanya banyak membaca, tapi kita mengklasifikasikan dalam bentuk 5W+1H,” ungkapnya.

Eka lanjut menuturkan terkait penentuan ide perlu dikaji secara mendalam latar belakang dari ide tersebut. Selain itu perlu dipertimbangkan solusi apa saja yang pernah muncul pada penelitian sebelumnya, setelah itu baru memikirkan ide solusinya. Catat semua solusi yang pernah ditawarkan maupun yang sudah dilakukan.

“Pencatatan itu berfungsi agar kita tidak mengulangi sesuatu yang telah dilakukan,” tegasnya.

Latar belakang penyusunan karya ilmiah sebaiknya ditulis secara singkat, menjelaskan apa dan mengapa terkait tema yang kita pilih. Eka menegaskan bahwa kita tidak boleh lari dari masalah, justru kita harus menyelesaikan masalah tersebut. Masalah merupakan kunci keberhasilan suatu karya ilmiah. Permasalahan juga dapat berupa pertanyaan atau pernyataan yang diajukan untuk mencari jawaban.

“Usahakan latar belakang tersebut tidak bertele-tele hingga sepuluh lembar, buat seefisien mungkin,” cetusnya.  

“Seringkali kita lari dari masalah, justru masalah itu yang harus kita jawab. Kita melakukan penelitian karena ada masalah, kalau tidak ada masalah ya jangan diteliti lagi,” imbuhnya.

Perlu juga diperhatikan indikator masalah yang dikaji. Menurut Eka permasalahan yang diangkat harus cukup penting dan menarik minat untuk dikaji. Masalah tersebut juga harus masih berada dalam jangkauan kompetensi dan ekonomi penulis. Masalah yang diangkat juga dapat berupa permasalahan yang belum ada solusi sepenuhnya.

Mengungkap masalah harus secara ringkas dan menggunakan bahasa yang jelas. Pembahasan dari persoalan tersebut jangan sampai menjiplak orang lain, harus orisinil, aktual, dan faktual. Bobot permasalahan dan pembahasan harus bernilai manfaat bagi kepentingan umum.

“Ingat, yang membaca karya ilmiah ini bukan hanya anak perikanan (misalnya). Mungkin saja tukang becak, adik kalian yang belum sekolah misalnya,” katanya.

“Kita harus setiap saat mencatat permasalahan dan ide yang muncul di sekitar kita, apapun itu bentuknya,” pungkasnya. (*)

Penulis: Muhammad Ichwan Firmansyah

Editor: Feri Fenoria

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp