Non-alcoholic fatty liver disease (NAFLD) merupakan akumulasi lemak berlebih di hati tanpa disertai konsumsi alkohol berat atau penyebab sekunder lainnya. Walaupun pada awalnya tidak terlalu membahayakan, penyakit ini dapat berkembang dari perlemakan hati sederhana menjadi bentuk inflamasinya yang merusak sel hati yang dapat berkembang menjadi fibrosis, sirosis, dan pada akhirnya keganasan hati. NAFLD merupakan penyakit hati kronis paling umum di negara maju, namun prevalensinya juga ditemukan terus meningkat di negara berkembang karena adanya epidemi obesitas dan sindrom metabolik di seluruh dunia.
Prevalensi NAFLD dunia adalah 25,24% dengan prevalensi tertinggi di Timur Tengah dan Amerika Selatan. Di Asia didapatkan peningkatan prevalensi hampir 10% dari 25,28% pada 1999-2005 menjadi 33,90% pada 2012-2017. Data ini menunjukkan bahwa NAFLD akan selalu meningkat dan menjadi masalah tidak hanya di negara Barat tetapi juga di Asia. Hal ini terjadi dikarenakan adanya urbanisasi yang menyebabkan gaya hidup sedentari dan konsumsi berlebihan. Pola makan dengan asupan tinggi sodium dan lemak serta konsumsi buah segar yang rendah ditemukan pada pasien NAFLD.
Akumulasi tetesan lipid pada sel hati kaya akan triasilgliserol (TAG). Pada kondisi normal, hati tidak menyimpan TAG namun paparan stres akibat asupan lemak atau karbohidrat berlebih seperti konsumsi diet tinggi lemak dapat menyebabkan penumpukan lemak di hati. Hal ini terkait dengan lipotoksisitas yang meningkatkan stres pada mitokondria. Disfungsi mitokondria akan meningkatkan produksi reactive oxygen species (ROS) yang dapat mengurangi kadar antioksidan yang berperan sebagai pertahanan terhadap stres oksidatif. Stres oksidatif dapat berujung pada peroksidasi lipid yang menyebabkan lesi degenerasi dan nekrosis pada sel hati. Produk akhir dari peroksidasi lipid, malondialdehida, memiliki sifat kemoatraktan yang mengaktifkan sel penghasil kolagen dan sitokin proinflamasi seperti tumor necrosis factor alpha (TNF-α) yang mendorong pelepasan sitokin proinflamasi lebih banyak yang memediasi peradangan hati.
Sejauh ini, hanya ada sedikit penelitian mengenai apel sebagai pengobatan NAFLD dan tidak ada penelitian yang secara khusus menggunakan apel manalagi (Malus sylvestris). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi pengaruh ekstrak Malus sylvestris dalam memperbaiki derajat steatosis dan inflamasi portal pada histopatologi hati tikus (Rattus norvegicus) model hiperkolesterolemia. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 42 ekor tikus jantan yang dibagi menjadi 6 kelompok secara acak. Perlemakan hati pada tikus diinduksi dengan pemberian diet tinggi lemak selama 46 hari pada kelompok 1 sampai 5, sedangkan kelompok 6 diberikan diet standar. Kelompok 2 diberi simvastatin dosis 0,36 mg/hari sebagai kontrol, sedangkan kelompok 3, 4, dan 5 diberi ekstrak Malus sylvestris dengan dosis 90 mg/hari, 180 mg/hari, dan 360 mg/hari secara berurutan. Pada hari ke 47 semua tikus dikorbankan dan diambil hatinya untuk dilakukan preparasi dan analisis histopatologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Malus sylvestris dapat memperbaiki derajat steatosis dan inflamasi portal pada gambaran histopatologi hati tikus model hiperkolesterolemia. Hal ini mungkin terjadi karena adanya kandungan polifenol dan pektin di dalam Malus sylvestris yang memiliki sifat pengaturan metabolik, antioksidan, dan antiinflamasi. Polifenol dapat mengurangi akumulasi TAG melalui berbagai mekanisme termasuk penghambatan lipogenesis dan promosi katabolisme asam lemak dengan menurunkan regulasi sterol regulatory element-binding protein 1c (SREBP-1c) yang memiliki peran utama dalam lipogenesis. Pektin adalah serat makanan terlarut yang ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada Malus sylvestris yang dapat meningkatkan jumlah mikrobiota usus yang memfermentasi pektin menjadi asam lemak rantai pendek di usus besar. Propionat yang merupakan asam lemak rantai pendek dengan 2-5 karbon dapat menghambat banyak jaluryang berperan dalam lipogenesis hati. Polifenol juga menunjukkan efek antiinflamasi dengan menekan jalur nuclear factor kappa-beta (NF-κB), menurunkan protein fosforilasi c-Jun N-terminal kinase (JNK), menurunkan kadar sitokin inflamasi, serta meningkatkan pertahanan antioksidan melalui jalur nuclear factor erythroid 2-related factor 2 (Nrf2). Selain polifenol, komponen lain dalam apel seperti pektin dan asam lemak rantai pendek, dapat menghambat sekresi TNF-α dan aktivasi NF-κB yang dapat menekan perkembangan kerusakan hati.
Pada penelitian ini telah ditemukan efek hepatoprotektif dari ekstrak Malus sylvestris yang berpotensi sebagai pengobatan NAFLD. Namun komponen bioaktif spesifik dari ekstrak yang berperan dan pengaruhnya selain dalam perbaikan gambaran histopatologi perlemakan hati masih belum ditemukan, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Harapannya dengan penelitian lebih lanjut, Malus sylvestris dapat digunakan sebagai salah satu pilihan terapi NAFLD di kemudian hari.
Penulis: Arifa Mustika
Link: https://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/13604