Dampak Inklusi Keuangan di Kawasan Indonesia Timur Terhadap Indikator Makro Ekonomi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by detik finance

Kajian mengenai kondisi inklusif keuangan dan pertumbuhan sebagai strategi peningkatan pemerataan ekonomi menjadi cukup menarik jika dapat dikaitkan dengan kondisi tertentu seperti yang terjadi di Kawasan Timur Indonesia (KTI). Apabila kita membandingkan dengan konteks pembangunan, sektor pertumbuhan riil, dan feneomena kemiskinan yang terja. KTI dapat dikatakan cukup tertinggal bila dibandingkan dengan Bagian Tengah dan Bagian Barat Indonesia. Padahal jika melihat potensinya, KTI memiliki potensi daya saing yang masih terus bisa dikembangkan pada bidang pertanian, pariwisata, sumber daya energi, dan hasil kekayaan laut. Konsekuensi ketertinggalan  juga terjadi dalam hal ketimpangan dan inklusi keuangan.

Guna mendeteksi bagaimana ketertinggalan di KTI yang seharusnya menjadi prioritas pembangunan di Indonesia, kajian mengenai pengukuran inklusi keuangancoba dilakukan dalam batas studi di KTI. Won Kim et al. (2017) Inklusi Keuangan sebagai: “…ease of accessibility and availability of the formal financial services, such as bank deposit, credits, insurance, etc., for all participants in an economy.” Artinya, adanya sebagai bentuk kemudahan aksesibilitas dan ketersediaan layanan keuangan formal, seperti deposito bank, kredit, asuransi, dan sejenisnya, untuk semua pelaku ekonomi khususnya bagai masyarakat kalangan menengah ke bawah.

Inklusi Keuangan di KTI dapat diukur dengan membentuk nilai indeks keuangan inklusif dengan dasar 2 aspek dimensi diantaranya: (1) d1 aksessibiltas, diukur dengan melihat sejauh mana masyarakat miskin dapat mengakses sektor keuangan formal di Indonesia; (2) d2 ketersediaan, digunakan untuk mengukur seberapa besar layanan sektor keuangan tersebar untuk seluruh masyarakat di Indonesia; (3) d3 penggunaan untuk melihat kemampuan masyarakat miskin dalam menggunakan layanan sektor keuangan formal yang tersedia. Setelah pengukuran dilakukan masing-masing dimensi dapat menjadi variabel baik secara parsial maupun gabungan.

Ketika indeks inklusi keuangan telah ditentukan, maka model dapat dikembangan dengan mengkaitkan masing-masing dimensi dan gabungannya terhadap berbagai variabel makro ekonomi. Hasil simulasi yang dilakukan ke dalam 4 model dijumpai beberapa temuan menarik. Pertama bahwa inklusif keuangan berdampak negatif kepada tingkat kemiskinan, di KRI yang artinya semakin tinggi indeks inklusif keuangan maka tingkat kemiskinan akan semakin rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa sektor keuangan mampu berkontribusi dalam menurunkan tingkat kemiskinan dengan jalan penyertaan modal. Selain itu, inklusif keuangan juga berdampak negatif kepada ketimpangan, yang artinya semakin tinggi indeks inklusif keuangan maka ketimpangan di KTI akan semakin mengecil atau distribusi pendapatan semakin merata. Sementara itu dalam perspektif pertumbuhan, inklusi keuangan juga  dapat dikatakan berdampak baik dalam proses meningkatakn pertumbuhan di KTI.

Beberapa saran yang bisa penulis sampaikan serta untuk meningkatkan kontribusi penelitian dibidang inklusi keuangan adalah: Pertama, walaupun penelitian ini menemukan hubungan positif antara inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi di KTI, serta menemukan hubungan negatif dengan tingkat kemiskinan dan ketimpangan, tetapi masih adanya perbedaan besar tingkat inklusif keuangan antara masing-masing daerah di KTI. Bisa jadi karena tingkat sosial-budaya yang berbeda, tingkat buta huruf, tingkat suku bunga daerah, ketidaksetaraan gender, tingkat pendapatan, kebijakan pemerintah, dan sebagainya. Maka dengan demikian, faktor-faktor non ekonomi juga harus menjadi pertimbangan dalam meningkatkan inklusif keuangan untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.

Kedua, penulis mengusulkan untuk menghitung indeks inklusi keuangan dengan menggunakan beberapa ukuran inklusi keuangan. Seperti disebutkan sebelumnya, dimensi inklusi keuangan saling terkait satu sama lain, yang membawa beberapa masalah, seperti multikolinearitas, jika menggunakan kesemua dimensi untuk mengukur inklusi keuangan dalam satu model analisis.  Menghitung indeks inklusi keuangan dengan multifaktor keuangan merupakan langkah yang lebih tepat untuk mengukur tingkat inklusi keuangan secara multilateral. Selain itu, para peneliti dapat membangun beberapa model untuk menguji dampak inklusi keuangan dengan berbagai faktor lain yang tidak hanya melibatkan variabel makro, namun juga variabel mikro seperti misalnya tingkat konsumsi rumah tangga, tabungan rumah tangga yang tidak ada di perbankan. Peneliti selanjutnya disarankan untuk memperhitungkan indikator pengukuran atau parameter lainnya seperti affordability, timeliness dan quality of banking services serta new technological advances in banking sector seperti mobile banking dan internet banking

Penulis: Angga Erlando, Feri Dwi Riyanto, dan Someya Masakazu

artikel  ini dapat dilihat pada tulisan kami di: 

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844020320788

Heliyon Volume 6, Issue 10, October 2020, e05235

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp