Bakteri Escherichia coli Penghasil Extended-Spectrum-Beta-Lactamase yang Menyebabkan Resistensi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Republika

Daging merupakan sumber protein hewani dan mempunyai nutrisi lengkap yang sangat dibutuhkan oleh tubuh. Namun, daging yang kita konsumsi sehari-hari juga dapat menjadi sumber dari berbagai penyakit jika tidak diproses dengan baik dan benar. Penyakit yang disebabkan karena mengonsumsi makanan yang terkontaminasi oleh agen fisik, kimiawi maupun biologis ini biasa disebut sebagai food-borne disease. Pencemaran bakteri yang berasal dari kontaminasi lingkungan maupun peralatan saat pengolahan di pasar dapat menjadi salah satu faktor penyebabnya. Salah satu bakteri yang sudah sering kita dengar dan dalam kehidupan sehari-hari adalah Escherichia coli (E. coli). Bakteri ini merupakan flora normal yang habitatnya terdapat pada saluran pencernaan manusia dan hewan. Meskipun merupakan flora normal, namun ada beberapa strain E. coli yang bersifat patogen dan menyebabkan food-borne disease jika masuk ke dalam tubuh.

Dewasa ini, terdapat banyak kasus E. coli yang resisten terhadap beberapa antibiotik. Terutama pada beberapa antibiotik golongan Beta Laktam. Tentunya hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat bakteri ini dapat menjadi kebal dan mengakibatkan pengobatan penyakit menjadi tidak efektif lagi. Spesies E. coli yang resisten terhadap beberapa antibiotik ini disebut E. coli penghasil Extended-Spectrum Beta-Lactamase (ESBL). ESBL merupakan enzim yang dihasilkan oleh bakteri E. coli dan berperan terhadap kerusakan struktur antibiotik beta laktam sehingga antibiotik tersebut tidak dapat membunuh bakteri. E. coli penghasil ESBL menjadi perhatian akhir-akhir ini karena bakteri tersebut tidak hanya resisten, namun juga dapat menyebarkan gen resisten terhadap bakteri E. coli lain disekitarnya melalui transfer gen secara horizontal.

Sejumlah penelitian pernah mendapati adanya E. coli penghasil ESBL pada hewan ternak dan hasil ternak yang dijual di pasar tradisional. Penelitian dari Safitri et al (2017), keberadaan E. coli penghasil ESBL dalam produk daging ayam broiler yang dijual di Pasar tradisional di Surabaya ditemukan resisten terhadap ampicillin (100%), cephazolin (48,4%), ceftazidime (13%), cefotaxime (9,6%), ceftriaxone (6,4%) dan tetrasiklin (87,2%).

Tim peneliti dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dari Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner meneliti keberadaan E. coli penghasil ESBL pada daging sapi yang dijual di pasar tradisional Surabaya. Daging sapi diambil dari 10 pasar tradisional di Surabaya dan diteliti menggunakan metode isolasi dan identifikasi bakteri E. coli melalui penanaman pada media Brilliant Green Bile Broth (BGBB), media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA), pewarnaan Gram dan uji biokima IMViC. Setelah melewati tahap metode isolasi dan identifikasi, dilanjutkan uji sensitifitas menggunakan metode Disc Diffusion terhadap beberapa antibiotik beta laktam yaitu cefotaxime, ceftazidime, ceftriaxone, dan aztreonam. Lalu tingkat sensitifitas diukur berdasarkan pedoman dari Clinical Laboratory Standards Institute (CLSI).

Hasilnya, dari 60 sampel daging sapi, ditemukan E. coli penghasil ESBL diantaranya 46,1% sampel yang resisten terhadap cefotaxime, 38,4% sampel resisten terhadap aztreonam, 23,1% sampel resisten terhadap ceftazidime, dan 19,2% sampel resisten terhadap ceftriaxone. Resistensi tertinggi ditemukan pada antibiotik cefotaxime yang termasuk dalam generasi ketiga cefalosporin.

Penelitian sebelumnya pernah dilakukan pada daging sapi oleh Effendi et al (2020) di beberapa pasar tradisional di kota Surabaya, hasilnya E. coli ditemukan resisten terhadap cefotaxime (3%), ceftazidime (6%) dan ceftriaxone (3%). Dibandingkan tahun sebelumnya, penelitian ini menemukan bahwa tingkat resistensi E. coli penghasil ESBL terhadap antibiotik cefotaxime, ceftazidime dan ceftriaxone telah mengalami peningkatan yang signifikan. Uji sensitifitas E. coli penghasil ESBL terhadap antibiotik aztreonam juga ditemukan dengan tingkat yang cukup tinggi. Hal ini memberi gambaran bahwa kasus ditemukannya E. coli penghasil ESBL pada daging sapi di pasar tradisional Surabaya menunjukkan peningkatan.

Proses produksi, penanganan karkas yang tidak higienis serta kontaminasi silang menjadi salah satu faktor penyebab keberadaan E. coli penghasil ESBL. Lingkungan juga turut serta memberi kontribusi pada munculnya bakteri ini karena pembuangan air limbah yang tidak tepat akan menyebarkan bakteri tersebut ke lingkungan sekitar dan mengkontaminasi air bersih yang digunakan untuk membersihkan karkas.

Kebersihan dan sanitasi dalam pengolahan pangan yang baik dapat mengantisipasi dan mengurangi peluang adanya kontaminasi silang dan transfer gen horizontal dari E. coli penghasil ESBL. Penelitian yang dilakukan pada produk asal hewan tersebut menjadi salah satu pintu utama untuk menjaga keamanan pangan terkait food-borne diseases di Indonesia.

Dhandy Koesoemo Wardhana, drh.,M.Vet

Link artikel jurnal :

https://smujo.id/biodiv/article/view/7865

Wardhana, D. K., SAFITRI, D. A., ANNISA, S., HARIJANI, N., ESTOEPANGESTIE, A. T. S., & MAGHFIROH, L. (2021). Prevalence of Extended-Spectrum Beta-Lactamases in producing Escherichia coli in beef sold in traditional markets in Surabaya, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity22(5).

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp