Apakah Inklusi Keuangan Syariah Negara Anggota OKI Cukup Tergantung Pada Indikator Ekonomi Pembangunan?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Nasional Republika

Berkembangnya waktu mendorong posisi sektor keuangan yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi memunculkan banyak hipotesis. Banyak pandangan bahwa perkembangan sektor keuangan mempengaruhi pembangunan ekonomi seperti tabungan domestik, akumulasi modal, inovasi teknologi, pertumbuhan pendapatan, dan sebagainya. Pandangan lain muncul dan konteks sebaliknya, bahwa  saat profit perusaahan tumbuh dengan baik, maka dapat mendorong berkembangnya kondisi keuangan di masyarakat. Artinya sektor keuangan tidak lebih dahulu menyebabkan pembangunan ekonomi, namun lebih pada respon atas tuntutan dari sektor riil yang dapat mengembagkan sektor keuangan. Tidak mengherankan, bahwa asumsi ketika pasar keuangan berkontribusi pada pembangunan ekonomi adalah proposisi yang jelas untuk diskusikan dengan empiris.           

Berbagai jenis sektor jasa keuangan terus berkembang termasuk perbankan syariah. Saat ini banyak negara yang sedang mengembangkan perbankan syariah, terutama negara-negara yang telah bergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI). Berdasarkan laporan Pew Research Center’s Forum on Religion and Public Life menunjukkan, bahwa populasi negara anggota OKI pada 2018 sekitar 1,8 miliar (28,4% dari total penduduk dunia). Selain itu, negara-negara anggota OKI memiliki economic size sebesar 21 % dari total PDB. Hal ini menjadi peluang besar bagi lembaga keuangan syariah formal dalam menjalankan fungsi intermediasinya, tetapi sekaligus menjadi tantangan dalam menerapkan keuangan inklusif agar dirasakan seluruh lapisan masyarakat.

Negara-negara Muslim yang berada di bawah naungan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) mempromosikan keuangan Islam (berbasis syariah) yang inklusif untuk disesuaikan dengan mayoritas masyarakatnya yang patuh akan syariat Islam. Progres ini terwujud dari  ketertarikan investor terhadap produk keuangan syariah sebagai sarana investasi alternatif, yang memiliki  memiliki karakteristik spekulatif rendah bila dibandingkan layanan keuangan barat (Mawardi et al., 2012). Hal ini menjadikan inklusi keuangan memiliki potensi yang cukup bagus jika dapat disandingkan dengan produk-produk dalam keuangan Islam. Tentu saja hal ini mendorong permintaan prospektif untuk layanan keuangan yang juga meningkat seiring dengan variasi produk keuangan di negara OKI.

Namun demikian, layaknya berbagai negara di luar anggota OKI, isu  hambatan-hambatan pada jasa lembaga keuangan syariah formal dalam hal akses menjadikan akan dengan mudah dijumpai. Selain itu, hal ini seakan didukung oleh realita yang ada seperti kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi lembaga keuangan syariah dan ketidaksesuaian produk yang ditawarkan lembaga keuangan syariah dengan kebutuhan masyarakat yang berpendapatan rendah. Kita dapat rasakan bersama, bahwa hambatan yang ada pada akses perbankan disebabkan oleh model bisnis bank tersebut, posisi pasar, tingkat kompetisi yang dihadapi, kondisi makroekonomi serta perjanjian dan peraturan yang dijalankan. Ke depan, pengembangan model perbankan syariah harus mengarah pada aspek inklusif.

Penelitian mengenai konteks tersebut coba kami lakukan, yaitu dengan menganalisis determinan indikator pembangunan ekonomi yang seperti apa? sehingga dapat berpengaruh terhadap inklusi keuangan syariah yang diproksi menggunakan perhitungan mandiri indeks inklusi keuangan syariah. Penelitian ini memiliki dua tahapan penting, pertama menentukan Indeks Inklusi Keuangan Syariah (IIKS) pada masing-masing negara anggota OKI pada tahun 2010-2019 (total 333 obeservasi). Caranya dengan melihat 3 aspek dimensi inklusi keuangan syariah diantaranya: (1) d1 aksessibiltas, diukur dengan rasio jumlah dana pihak ketiga (DPK) perbankan syariah dalam ribuan dollar per 1.000 penduduk dewasa; (2) d2 ketersediaan, diukuru dengan rasio jumlah kantor cabang perbankan syariah per 100.000; (3) d3 penggunaan persentase jumlah pembiayaan pada perbankan syariah terhadap growth GDP perkapita. Tahap kedua, setelah ditemukan nilai IIKS pada masing-masing negara, maka akan dibentuk 3 model regresi panel VAR yang menggambarkan bagaimana saat: (1) dampak indikator pembangunan ekonomi  terhadap IIKS; (2) dampak indikator pembangunan ekonomi  terhadap IIKS dengan mempertimbangkan perkembangan teknologi; (3) dampak indikator pembangunan ekonomi  terhadap IIKS dengan membedakan level negara menurut tingkat pendapatan perkapitanya.

Hasil estimasi menunjukkan variabel indeks keuangan inklusif dipengaruhi secara signifikan oleh variabel Growth GDP Perkapita, Investasi, Pengangguran, Indeks Gini, Inflasi, dan Indeks Pembangunan Manusia. Hal ini cukup logis ketika Growth GDP Perkapita, Investasi, dan IPM naik maka dapat mendorong peningkatan indeks inklusi keuangan syariah di negara-negara Anggota OKI. Artinya, dampak yang ditimbulkan sektor yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi dapat mendorong membaiknaya sistem inklusi keuangan. Namun demikian, untuk variabel Pengangguran, Indeks Gini, dan  Inflasi yang berpengaruh dan sifatnya negatif dan signifikan. Artinya peningkatan Pengangguran, Indeks Gini, inflasi, dan penduduk desa akan cenderung mengurangi tingkat inklusifitas keuangan syariah di anggota negara OKI.

Saat simulasi dikembangakan dengan penambahan variabel Bandwith, dan Phone. Menunjukkan hasil yang cukup menarik diantaranya: pertama, konsistensi variabel di model satu yang cenderung sama baik tingkat signifikansi dan koefisiennya. variabel Growth GDP Perkapita, Investasi, Pengangguran, Indeks Gini, Inflasi, berpengaruh positif signifikan. Selanjutnya variabel Pengangguran, Indeks Gini, inflasi berpengaruh negatif signifikan. Kedua, terjadi perbedaan hasil pada variabel penduduk desa karena pengaruhnya berubah menjadi positif signifikan. Adanya peningkatan penduduk desa yang dapat meningkatkan inklusi keuangan syariah di negara anggota OKI dapat dijelaskan dengan logis karena masuknya teknologi ke desa yang lebih masif dan minat penduduk desa yang semakin tinggi untuk lebih jauh memahami pentingya “melek” sistem kuangan. Kondisi tersebut dikonfirmasi pada penambahan variabel baru berupa kecepatan rata-rata internet dalam satuan Mbps (bandwith) dan  Jumlah penduduk yang memiliki handphone.

Last but not least, untuk mendukung peningkatan inklusifitas keuangan syariah khususnya di negara anagota OKI, maka diimbangi  dengan perbaikan dan peningkatan indikator ekonomi. Kemudian pembanguna di sektor yang berpusat di perdesaan menjadi sangat penting kaitannya dalam mendukung indeks inklusifitaskeuangan syariah.

Penulis: M. Pudjihardjo, Desi Tri Kurniawati, dan Angga Erlando

artikel  ini dapat dilihat pada tulisan kami di: 

https://produccioncientificaluz.org/index.php/utopia/article/view/35350

Utopía Y Praxis Latinoamericana, 26, 286-301

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp