Extreme Learning Machine Tingkatkan Akurasi Deteksi Dini Kanker Serviks

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by Sindonews

Kanker adalah salah satu penyakit yang paling sulit disembuhkan dan dapat berujung pada kematian. Penyakit kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Dari beberapa jenis kanker, kanker serviks menempati urutan keempat setelah kanker payudara di negara-negara berkembang. Kanker serviks pada umumnya disebabkan oleh Human Papilloma Virus (HPV) dimana virus ini menyebabkan perubahan pada DNA sel sehingga menyebabkan pertumbuhan sel terjadi terus menerus.  

Gejala yang tak kasat mata dan belum terasa di awal merupakan salah satu penyebab keterlambatan diagnosis yang dapat menyebabkan kanker serviks berkembang hingga sulit disembuhkan. Pendeteksian dini perlu dilakukan untuk mengurangi resiko kanker serviks mencapai stadium akhir. Untuk mendeteksi kanker serviks umumnya dapat dilakukan pemeriksaan dini atau pap smear. Pap smear sangat penting dalam menurunkan kejadian kanker serviks. Pemeriksaan ini membutuhkan tenaga medis untuk mendapatkan hasil diagnosis yang akurat.

Namun, tenaga medis dalam menganalisis hasil masih secara visual sehingga hasilnya cenderung subjektif. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu analisis secara otomatis dalam melakukan proses diagnosis penyakit kanker serviks sehingga hasil diagnosis sel kanker serviks lebih akurat.

Penelitian kami mencoba mengembangkan metode komputasi untuk melakukan klasifikasi sel kanker serviks dari citra pap smear secara otomatis. Kami memanfaatkan metode Extreme Learning Machine (ELM) dan membandingkan hasilnya dengan metode Backpropagation Neural Network dimana metode Backpropagation umum digunakan dalam metode klasifikasi citra. ELM mampu melakukan pembelajaran dengan baik sehingga menghasilkan klasifikasi citra dengan hasil yang akurat.

Data citra Pap smear kanker serviks didapatkan dari Rumah Sakit Umum Dr. Soetomo. Data yang diambil merupakan citra Squamous Intraepithelial Lesion terdiri dari kelas Normal, LSIL (Low-Grade SIL), HSIL (High-Grade SIL) dengan format jpg.  Total data yang digunakan adalah 225 citra Pap smear kanker serviks, proses training menggunakan 180 data dan 45 data untuk proses testing.

Dalam satu lapang pandang terdapat beberapa sel, sehingga tahap pertama yang dilakukan adalah segmentasi manual dengan cara cropping. Segmentasi manual dilakukan untuk memisahkan dan membedakan objek yang dikehendaki, yakni sel serviks, maupun objek yang tidak dikehendaki, seperti nukleus dan sitoplasma.

Citra hasil dari segmentasi manual yang berupa RGB yang diconvert menjadi image ycbrc untuk dilakukan ekstraksi fitur. Ekstraksi fitur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ekstraksi fitur bentuk. Pada tahap ekstraksi fitur bentuk ini menghitung 8 parameter pada nucleus dan sitoplasma, yakni Circularity, Semi Major and Minor Axis Length, Equivalent Diameter, Average Radius, Compactness.

Tahap selanjtunya adalah klasifikasi Squamous Intraepithelial Lesion dengan menggunakan ELM, yaitu algoritme supervised dalam kelompok Artificial Neural Network yang merupakan jenis SFLN. Klasifikasi dibagi menjadi 3 kelas yaitu normal, LSIL dan HSIL dengan menggunakan 225 data. Pada metode ELM dilakukannya proses normalisasi terlebih dahulu, selanjutnya data masuk ke proses training data. Dalam proses training, data masuk dilakukan secara sequential, artinya data yang dimasukkan ke dalam proses training tidak langsung keseluruhan dan data awal dimasukkan perbagian.

Pada ELM juga terdapat proses testing, yaitu proses untuk menguji seberapa baik performa dari suatu program yang telah dibuat. Langkah proses testing hampir sama dengan training, yang membedakan yaitu pada proses ini semua bobot (bobot input dan bobot output) diambil dari proses training, serta tidak ada proses seleksi data seperti pada saat training. Tahap terakhir adalah analisis data yakni  pengujian terhadap data training serta data testing yang menerapkan metode K-fold Cross validation dengan k=5. K-fold Cross validation melakukan sebuah perulangan dengan cara mengacak masukan yang mengakibatkan sistem dapat teruji dengan data masukan yang berbeda dan acak. Hasil ini kemudian dibandingkan dengan hasil dari metode Backpropagation.

Klasifikasi Squamous Intraepithelial Lesion dengan menggunakan ELM memiliki kinerja yang lebih baik daripada Backpropagation Neural Network. Hasil time Training ELM yaitu 6 detik dan Backpropagation selama 12 detik. Hasil akurasi tertinggi sebesar 96,67% untuk Backpropagation, sedangkan ELM adalah 100% ketika kedua metode dicoba dengan menggunakan 225 data.  Akurasi yang tinggi menunjukkan bahwa metode klasifikasi citra pap smear menggunakan metode ELM dapat menjadi alternatif dalam deteksi dini kanker serviks. Selain itu komputasi ELM yang cepat menjadikan waktu berjalannya program tidak berlangsung lama dan menjadi keunggulan dalam meningkatkan hasil diagnosis.

Penulis: Dr. Riries Rulaningtyas, S.T, M.T.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1742-6596/1816/1/012081/meta

Riries Rulaningtyas, Winarno, Asiah Choiru Nisa, Putri Ayunda Fatimah, Andriyan B. Suksmono, Imas S. Sitanggang, Noor Ahmad Setiawan, Anny Setijo Rahayu, Etty Hary Kusumastuti  “Cervical single cell of Squamous intraepithelial lesion classification using shape features and extreme learning machine”

Journal of Physics: Conference Series 1816 (2021) 012081

https://doi:10.1088/1742-6596/1816/1/012081

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp