Minuman beralkohol/minuman keras/miras mengandung etil alkohol yang merupakan senyawa organik, bersifat psikoaktif, dan dapat menimbulkan adiksi. Alkohol menyebabkan impotensi, infertilitas, dan penurunan ciri sex sekunder pria. Beberapa studi telah membuktikan bahwa alkohol berperan pada kejadian infertilitas. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis semen pecandu alkohol didominasi dengan gambaran sperma yang tidak normal, yaitu teratozoospermia dan oligozoospermia.
Alkohol menyebabkan kerusakan pada testis menurut beberapa studi, termasuk penelitian ini. Kerusakan yang terjadi pada testis dapat menurunkan fungsi dari testis, yaitu sebagai sistem reproduksi dan endokrin. Penurunan fungsi testis tersebut dapat mengganggu fertilitas pria. Menurunnya fungsi testis sering disebut dengan hipogonadisme, yaitu suatu sindrom klinis yang terjadi karena kegagalan testis untuk memproduksi hormon testosteron dan/atau sel spermatozoa pada jumlah normal oleh karena adanya gangguan pada hypothalamic–pituitary–testicular axis.
Miras oplosan merupakan jenis minuman alkohol campuran dan metanol merupakan zat yang kerap ditambahkan. Tujuan dari penambahan zat ini adalah untuk mendapatkan efek mabuk yang diinginkan pada pengguna yang telah mengalami efek toleransi, yaitu penurunan efek farmakologi akibat penggunaan zat secara berulang. Dalam penelitian ini, pengaruh miras oplosan pada organ testis dinilai dari gambaran histopatologi tiga sel utama testis, yaitu sel spermatogenik, sel sertoli, dan sel leydig.
Jaringan testis dibentuk dari banyak tubulus seminiferus dengan ruang interstitial diantaranya. Epitel tubulus seminiferus terdiri dari dua jenis sel, yaitu sel spermatogenik dan sel sertoli. Pengamatan sel spermatogenik dilakukan dengan sistem skor Johnsen scoring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa miras oplosan dapat menurunkan aktivitas spermatogenesis dan jumlah sel spermatogenik, yang terbukti dari penurunan nilai Johnsen scoring pada peningkatan dosis. Bahkan, kerusakan tubulus oleh miras oplosan yang nampak pada gambaran histopatologi testis di penelitian ini (pemberian campuran etanol 20% dan metanol 4% sebanyak 4 ml) tampak lebih berat dibandingkan dengan penelitian lain yang hanya megandung etanol saja (pemberian etanol 20% sebayak 5 ml).
Sel sertoli merupakan sel post-proliferatif yang menyusun 10% epitel tubulus seminiferus matur. Sel sertoli berperan sebagai sawar darah testis atau Blood Testtis Barrier (BTB) dan mampu merespon hormon FSH serta testosteron sehingga berperan pada proses spermatogenesis. BTB merupakan kumpulan struktur protein yang terdiri dari beberapa jenis ikatan seluler (cellular juntion) termasuk tight junction, gap juntion, dan adhesion junction. Bila mengalami gangguan pada protein ini, maka akan terjadi penurunan integritas BTB yang berakibat pada kegagalan spermatogenik. Testis merupakan organ yang rentan terhadap alkohol karena alkohol bisa menembus BTB. Hal ini terjadi karena alkohol dapat menginduksi gangguan pada protein struktural penyusun tight junction. Kerusakan sel sertoli dapat dilihat pada penelitian ini, yaitu adanya penurunan jumlah sel sertoli yang signifikan pada peningkatan dosis miras oplosan. Penurunan jumlah sel ini terjadi akibat adanya stres oksidatif yang diinduksi oleh etanol, metanol, dan metabolitnya.
Sel leydig terdapat pada ruang interstitial di antara tubulus seminiferus. Alkohol diketahui memiliki efek pada sel leydig, yang merupakan penghasil hormon testosteron. Mayoritas studi telah menganalisis efek etanol terhadap sel leydig berdasarkan kadar testosteron dan sedikit ditemukan penelitian yang menganalisis pengaruh etanol berdasarkan perhitung jumlah sel. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok tikus yang diberi etanol terjadi penurunan kadar testosteron diikuti dengan peningkatan kadar LH sebagai umpan balik positif terhadap kelenjar pituitari. Setelah pemberian selama 8 minggu, pada penelitian itu disebutkan bahwa kadar LH mengalami penurunan. Hal ini berarti etanol tidak hanya mempengaruhi aktivitas testis melainkan juga hypothalamo–pituitary–gonadal (HPG) axis. Pada penelitian kami, pemberian miras oplosan menyebabkan penurunan jumlah sel leydig pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Namun, pada pemberian miras oplosan dengan dosis tertinggi terjadi peningkatan jumlah sel leydig dibanding dengan kelompok dengan dosis yang lebih sedikit. Hal ini dijelaskan oleh penelitian lain yang menyebutkan bahwa LH dapat menstimulasi proliferasi progenitor sel leydig dan juga mengatur serangkaian gen terkait faktor pertumbuhan. Akan tetapi, hal ini tidak bisa menjadi dasar bahwa etanol menyebabkan proliferasi sel leydig.
Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa miras oplosan menyebabkan kerusakan organ testis dilihat dari gambaran histopatologinya. Penurunan nilai Johnsen score menunjukkan bahwa terdapat penurunan jumlah sel spermatogenik akibat kerusakan secara langsung oleh miras oplosan dan/atau penurunan aktivitas spermatogenensis akibat adanya penurunan jumlah sel sertoli serta sel leydig, yang diketahui memiliki peran penting pada proses spermatogenesis. Penentuan miras oplosan untuk menimbulkan infertilitas tidak dapat ditentukan pada penelitian ini karena terdapat banyak parameter yang menjadi pertimbangan. Akan tetapi, penurunan aktivitas spermatogenesis menunjukkan bahwa miras oplosan mungkin berpotensi menimbulkan infertilitas, sehingga memerlukan studi lebih lanjut mengenai parameter lain untuk penentuan infertilitas oleh miras oplosan.
Penulis: Aqidah Khariri, Anny Setijo Rahaju, Arifa Mustika
Judul artikel: The Effect of Mixed Liquor Administration on The Johnsen’s Score and The Number of Sertoli Cells and Leydig Cells on The Wistar Strain White Rats (Rattus norvegicus)
Link artikel: http://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/13521