Pakar Epidemologi UNAIR Tekankan Testing dan Tracing di Pulau Madura

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Tampak Depan Rumah Sakit Khusus Infeksi (RSKI) UNAIR. (Dok. PKIP UNAIR)

UNAIR NEWS – Dua minggu usai libur lebaran, kasus Covid-19 di Madura melonjak tajam. Hal tersebut ditunjukkan dengan membludaknya jumlah pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bangkalan sehingga harus dirujuk ke rumah sakit di Surabaya. Selain itu, terdapat 70 orang yang terkonfirmasi positif setelah mengikuti tes swab massal di Jembatan Suramadu pada Minggu (6/6/21).

Sejalan dengan itu, Ketua Institute of Tropical Disease (ITD) Universitas Airlangga Prof. dr. Maria Lucia Inge Lusida, Sp.MK., M.Kes., PhD., menuturkan bahwa ditemukan varian baru dari sampel tes di ITD. Dua varian baru itu adalah B1.1.7 dan B1.351. Pernyataan itu ia sampaikan pada Senin (7/6/2021).

Menanggapi hal itu, epidemiolog UNAIR Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr. M.Kes., mengatakan bahwa sebenarnya sudah diperingatkan para pakar jauh sebelum libur lebaran. Ia mengatakan bahwa sejak Januari 2021, sudah disampaikankan bahwa ada kemungkinan varian-varian baru itu masuk ke Indonesia.

“Jadi sebenarnya apa yang ditemukan di ITD itu sebenarnya hanya mengkonfirmasi saja dari peringatan yang sudah diberikan,” jelasnya pada Selasa (8/6/2021).

Ato, sapaan karibnya, mengungkapkan bahwa adanya varian baru yang jauh lebih mudah menular tersebut dapat dipengaruhi oleh mobilitas, terutama antara wilayah Bangkalan dan Surabaya. Dengan mobilitas tinggi dapat memberikan risiko penularan tinggi pula untuk kedua wilayah tersebut. Kemunculan varian baru diduga dibawa oleh Pekerja Migran Indonesia dari Luar Negeri yang mudik pada saat lebaran.

Maka dari itu, sambungnya, testing menjadi langkah dasar untuk mengetahui dan melacak masyarakat yang terkonfirmasi positif Covid-19. Setelah dilakukan testing dapat dilakukan pembatasan sesuai dengan hasil testing tersebut.

“Yang penting ditesting dulu kalau ketemu yang positif diisolasi dan ditelusuri domisilinya. Maka daerah sekitar domisilinya itu yang diisolasi. Bisa jadi kalau dari testing itu ketemu positifnya merata dari berbagai kota di pulau Madura pada akhirnya bisa mengarah pada ke karantina wilayah pulau,” ungkapnya.

Bagi Ato, kegiatan testing yang dilakukan di Jembatan Suramadu merupakan sedikit saja gambaran lonjakan Covid-19 dan sedikit upaya untuk meminimalisir persebaran di Surabaya. Kegiatan tersebut, ungkapnya, juga harus diimplementasikan untuk kegiatan mobilitas dalam kota untuk mendeteksi dan menggambarkan persebaran di Madura.

Tidak hanya itu, perlu adanya kesadaran bagi masyarakat Surabaya yang telah melakukan perjalanan libur lebaran atau mobilitas ke Madura untuk melapor ke puskesmas bila ada keluhan kesehatan. “Yang terpenting, untuk wilayah Madura sendiri jika ada kasus positif dilakukan tracing dalam seminggu ini sudah bertemu dengan siapa saja, termasuk saudara mereka yang mobilitas di Surabaya,” ucap Ato.

Sehingga dari situ, lanjut Ato, warga Madura yang ada di Surabaya dapat di-tracing lebih lanjut. “Kalau ingin efisien dan efektif, testing di Madura bagus dan ketemu positif maka dilanjutkan dengan tracing yang juga harus bagus. Misalnya dalam seminggu terakhir apakah pernah ada riwayat kontak dengan yang berkunjung dari luar pulau Madura termasuk dari Surabaya,” pungkasnya. (*)

Penulis: Asthesia Dhea Cantika

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp