Kerapu bebek merupakan sumber daya yang penting di perairan Indonesia. Spesies ini memiliki substansi potensi pemasaran, terutama untuk ekspor. Ikan kerapu bebek termasuk dalam 20 besar ekspor ikan di Indonesia pada tahun 2017. Ikan hasil budidaya diekspor ke banyak negara, termasuk Jepang, Taiwan, Malaysia, Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa. Sejauh ini, parasit tetap menjadi masalah di perairan Selat Sunda. Faktor yang dapat mempengaruhi kejadian parasit cacing di budidaya laut adalah kepadatan ikan, kondisi lingkungan dan kualitas air , yang meliputi suhu, salinitas, dan pH, penanganan ikan, nutrisi, sumber pakan, diet, dan juga hubungan antara inang dan parasite cacing. Kepadatan tebar yang tinggi mendorong penyebaran cacing ektoparasit secara langsung dari ikan ke ikan. Petani yang memanfaatkan limbah ikan ditangkap secara lokal sebagai pakan ikan kerapu, bisa menularkan parasit dari daerah sekitarnya ke ikan budidaya.
Studi epidemiologi dan teknik molekuler dapat digunakan untuk mengendalikan penyakit parasit cacing pada ikan kerapu. Metode ini menilai insidensi, distribusi, dan jenis penyakit cacing dalam suatu populasi. Infestasi parasit cacing oleh genus Neobenedenia dan Haliotrema merupakan endemik pada ikan kerapu bebek di Selat Sunda, Indonesia. Adanya infestasi cacing ektoparasit terjadi karena pengelolaan ikan yang kurang baik dan kualitas air yang tidak terkontrol yang berfluktuasi musiman. Pola pemetaan penyakit kecacingan di Perairan Selat Sunda berbentuk horizontal melalui kontak dengan media budidaya, seperti keramba jaring apung itu telah terkontaminasi oleh larva cacing ektoparasit atau melalui kontak langsung dengan ikan lain yang terinfeksi dengan ektoparasit.
Penulis: Sri Subekti
Link: Vet Worlds vol. 14/May-2021/35.pdf. dengan judul Molecular Epidemiology of Helminth diseases of the Humpback grouper, Cromelepties altivelis, as pattern of mapping fish diseses in the Sunda Straits, Indonesia.