Peringati Hari Lingkungan Hidup, BEM FPK UNAIR Bahas Bahaya Mikroplastik dalam FISH TIME 1.0

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Penyampaian materi oleh alumni UNAIR Prigi Arisandi. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Sampah plastik menempati urutan pertama yang memberikan sumbangsih limbah terbesar pada lingkungan. Hampir 90% dari semua limbah yang ada dilaut maupun didarat adalah sampah plastik.

Menurut data dari Jambeck (2015), Indonesia menempati urutan ke-2 penyumbang sampah plastik terbesar dunia setelah China. Kondisi ini cukup mengkhawatirkan, mengingat Indonesia yang diprediksi menjadi Negara dengan ekonomi terkuat nomor 4 dunia melalui sektor agrikultur dan akuakultur.

Menanggapi isu tersebut, bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup 05 Juni 2021 lalu, BEM FPK UNAIR mengadakan webinar dengan tema  “Urgensi Peran Generasi Muda Dalam Upaya Penyelamatan Sektor Perikanan Dari Mikroplastik”.  Thara Bening selaku PIC mengungkapkan bahwa FISH TIME merupakan program tahunan yang diadakan oleh departemen PSDM BEM FPK UNAIR untuk membagikan informasi dan wawasan seputar perikanan dan kelautan.

“Kegiatanya meliputi webinar, workshop dan sharing session, kedepan masih ada 2 agenda lagi dari FISH TIME,” ungkap Thara (sapaan akrabnya) ketika diwawancarai UNAIR NEWS.

Melalui platform Zoom webinar tersebut menghadirkan salah satunya Founder Ecoton, Prigi Arisandi dan Ni Kadek Putri Adyaningsih dari komunitas Teens Go Green Indonesia. Dosen Akuakultur PSDKU UNAIR di Banyuwangi, Suciyono, S.St.Pi.,M.P. juga turut menjadi pembicara dalam kesempatan tersebut.

Pada awal pemaparanya, Suciyono menjelaskan bahwa sektor agraria termasuk perikanan Indonesia adalah salah satu yang berhasil bertahan dari Pandemi Covid-19. Hal itu tak lepas dari besarnya kuantitas lahan kita dibanding negara lain.

“Namun tidak bisa kita pungkiri, bahwa di era industrialisasi ini berbagai macam masalah dari sektor budidaya hadir karena degradasi lingkungan akibat limbah,” ungkapnya.

Berkenaan dengan mikroplastik, dirinya menjelaskan bahwa Indonesia yang menempati urutan ke-2 penyumbang perikanan tangkap dunia patut menanggapi serius adanya pencemaran limbah plastik. Karena dampak adanya makroplastik yang terurai menjadi mikroplastik dapat terakumulasi pada ikan dan menyebabkan ikan menjadi pasif serta mempengaruhi fertilitas ikan. Hal tersebut bisa mempengaruhi distribusi dan stock ikan.

“Jika 1 dekade terakhir nelayan kecil bisa menangkap ikan pada area 12 mil dari bibir pantai, saat ini sudah tidak ada sehingga mereka harus barlayar jauh yang tentunya dari segi keamanan, bahan bakar, perbekalan akan membahayakan nelayan kita,” jelas Suciyono.

Sementara itu, Prigi Arisandi mengungkapkan bahaya mikroplastik ini akan berdampak pada banyak sektor. Pasalnya, semua sampah pasti akan bermuara ke sungai, seperti yang diketahui bahwasanya sungai juga diperuntukan untuk irigasi dan PDAM.

“Jika sungai kita sudah terkonaminasi dengan mikroplastik, maka sama saja kita makan dan minum plastik karena PDAM diambil dari air permukaan sungai,” tuturnya. Berdasarkan temuannya, saat ini sungai di Surabaya sudah terkontaminasi oleh mikroplastik. “oleh karena itu, Indonesia sudah darurat sampah plastik sebenarnya,” tambah Prigi.

Untuk mengatasi hal tersebut, peran mahasiswa dan generasi muda sangat diperlukan. Edukasi dan kampanye tentang penggunaan plastik yang bijak kepada masyarakat adalah hal yeng perlu dilakukan. Itulah yang disampaikan Ni Kadek Putri Adyaningsih. Dirinya mengajak untuk mengubah mindset anak muda supaya bisa memulai gerakan anti sampah plastik dari diri sendiri supaya bisa meberi teladan kepada yang lain.

“Kalau bukan kita siapa lagi, mari kita selamatkan bumi kita karena itu satu-satunya rumah kita,” pungkasnya.

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp