UNAIR NEWS – Baru-baru ini video seorang pelanggan memaki kurir ekspedisi penjualan online menuai sorotan. Diketahui ia kecewa lantaran pesanannya tidak sesuai dengan apa yang tertera di katalog online.
Menanggapi hal tersebut, Dian Purnama Anugerah, S.H., M.Kn., LL.M. selaku dosen Hukum Perlindungan Konsumen Universitas Airlangga, mengatakan bahwa fenomena ini perlu dipahami terlebih dahulu dari hak-hak konsumen yang diatur dalam UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengatur tentang hak konsumen untuk memilih dan mendapatkan produk berupa barang dan atau jasa, sesuai dengan nilai tukar dan kondisi yang dijanjikan.
Selain itu konsumen juga memiliki hak mendapatkan kompensasi ganti rugi dan atau penggantian apabila produk yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian, atau tidak sebagaimana mestinya. “Jadi kalau kita lihat konteks dalam pasal tersebut, ketika konsumen mendapatkan barang yang dibelinya melalui online marketplace, sebenarnya konsumen punya hak untuk mendapatkan penggantian kalau barangnya tidak sesuai,” ungkapnya.
Mengenai tugas kurir, lanjutnya, kurir hanya bertugas mengantarkan barang yang dipesan oleh pembeli. Sehingga kurang tepat bila pelanggan memarahi kurir akibat barang pesanan yang tidak sesuai. “Dalam kasus ini, mungkin yang terjadi adalah ketidaktahuan konsumen tersebut mengenai mekanisme dalam sebuah transaksi elektronik,” jelasnya.
Dari sudut pandang lain, dosen Fakultas Hukum (FH) UNAIR tersebut juga mengkritisi adanya kesenjangan antara peraturan dengan sistem perdagangan di era sekarang yang secara online. Membeli secara online secara tidak langsung telah mereduksi hak konsumen dalam memilih barang. Terlebih lagi jika pelaku usaha tidak memberikan pedoman penggantian barang. Akibatnya konsumen merasa khawatir terhadap barang yang dibelinya jika tidak sesuai dengan ekspektasi.
Dian juga menuturkan bahwa di negara-negara maju seperti di Uni Eropa, konsumen boleh mengembalikan barang yang dibelinya secara online tanpa harus memberikan alasan apapun. Hal ini dikarenakan konsumen diberi waktu untuk menimbang-nimbang apakah barang yang dibelinya sudah sesuai dengan keinginannya.
”Undang-undang perlindungan konsumen diciptakan dua puluh dua tahun lalu sebelum adanya perdagangan online, dan akhirnya kurang mengakomodir kebutuhan kita di zaman serba online ini,” tandasnya.
Untuk menghindari kejadian yang sama terulang, akademisi UNAIR tersebut meyakini bahwa amandemen undang-undang perlindungan konsumen sangat diperlukan terutama mengenai hak-hak konsumen dalam perdagangan online. Selain itu kesadaran konsumen akan hak-haknya merupakan hal yang tak kalah penting.
“Semua elemen baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pelaku usaha maupun konsumen harus memberikan wawasan kepada konsumen, sehingga konsumen memahami haknya tanpa perlu ada kesalahpahaman,” jelasnya.
UNAIR sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia mendukung seluruh civitas akademika untuk berkontribusi kepada masyarakat luas.(*)
Penulis : Stefanny Elly
Editor: Khefti Al Mawalia