UNAIR NEWS – Departemen Anatomi, Histologi, dan Farmakologi (AHF) Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR) meningkatkan kinerja dosen dalam publikasi karya tulis akademik untuk menunjang program SMART University. Tercatat departemen AHF tahun 2020 telah meluncurkan 62 publikasi pada jurnal nasional, jurnal internasional Q1-Q4, jurnal internasional non Scopus, serta buku ber ISBN.
Prof. Dr. Abdurachman dr., M. Kes., PA (K), kepala departemen AHF FK UNAIR mengatakan bahwa untuk meningkatkan publikasi ilmiah dapat dilakukan dengan memberikan waktu yang cukup bagi dosen untuk mengeluarkan ide-ide dengan peneliti dan kelompok peneliti individual lainnya, serta memberikan dukungan sistematis melalui program pembinaan dan pendampingan.
“Lab Histotehnik dan Fotomikroskopik mendukung penelitian dosen maupun mahasiswa dengan luaran jurnal nasional maupun internasional yang didukung dengan staf histologi sebagai konsultan,” ungkapnya yang juga sebagai Doktor Gross Anatomy Pertama di Indonesia.
Selain meningkatkan publikasi, departemen juga banyak melakukan penelitian untuk mengembangkan bidang keilmuan yang sudah ada sebagai sarana pemecahan berbagai masalah di masyarakat.
“Kita pernah uji pembuatan ekstrak tanaman obat, uji toksisitas bahan obat pada model hewan coba, dan yang paling baru ini uji klinik obat dan vaksin Covid-19,” paparnya yang juga pernah menjadi ketua umum pengurus besar Perhimpunan Ahli Anatomi Indonesia (2008-2011).
Keterlibatan dan kerja sama antar dosen dengan berbagai lembaga nasional atau internasional juga digalakkan dalam mendukung program SMART University. Seperti kerja sama dengan BPOM – Komite Nasional Penilaian Obat Tradisional dan Supleman Makanan, Boehringer Ingelheim Japan, serta Mitsubishi Tanabe Pharmaceutical Company Saitama Japan.
Saat ditanya mengenai pengembangan ilmu yang sedang dilakukan, departemen memiliki laboratorium ASAD-C yang memiliki kerja sama dengan departemen klinik bedah, anastesi, obgyn, urologi, dan lain-lain.
“Laboraturium ASAD-C digunakan untuk menyelenggarakan workshop anatomy dissection/ surgical anatomy mulai level nasional maupun internasional ditunjang dengan staf yang kompeten di bidang anatomi,” ungkapnya yang juga sebagai Executive Board Member of APICA.
Lebih lanjut, departemen juga melakukan pengaktifan kembali Staf Medis Fungsional (SMF) Farmakologi Klinik di RS Dr. Soetomo (RSDS), pembukaan SMF Farmakologi Klinik di RS Uiniversitas Airlangga (RSUA), serta pembukaan Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis 1 (PPDS-1) Farmakologi Klinik.
“Sebelumnya SMF Farmakologi telah berjalan di RSDS, namun terdapat kendala berupa keterbatasan staf sehingga SMF tersebut menjadi non aktif selama beberapa waktu. Saat ini Departemen Farmakologi telah siap mengaktifkan kembali setelah memiliki SDM Staf Pengajar dengan kompetensi dan gelar yang sesuai (Spesialis Farmakologi Klinik / Sp.FK),” ujarnya.
Hingga saat ini, departemen sudah menghasilkan banyak lulusan yang telah berkiprah serta mengukir sejarah pada bidangnya masing-masing. Pertama, Prof. Bambang Rahino Setokusumo sebagai ketua PB PAAI tahun 1970-an, Rektor UWK, Rektor Stikes, serta anggota DPR/MPR dari Golkar pada era Pak Harto. Kedua, Prof. Ma’rifin Husein, M.Sc., Sp.FK sebagai pelopor pembangunan sistem pendidikan tinggi keperawatan di Indonesia, dan masih banyak lagi.
Departemen juga memiliki program tahunan seperti pengabdian masyarakat oleh dosen berupa bakti sosial, penyuluhan kesehatan maupun pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis, Adjunct Profesor oleh Prof. Maarten J. Postma – University of Groningen, the Netherlands, serta DECOTA: Saovaros Svasti / Pinyo Rattanaumpawan dari Mahidol University.
Berbagai tantangan harus dihadapi oleh departemen ini seperti meningkatkan kualitas pendidikan baik anatomi maupun histologi di era pandemi yang tidak memungkinkan mahasiswa untuk menggunakan lab basah (cadaver) dan mikroskop secara langsung. Disamping itu, ada tantangan lain yaitu kualifikasi dan kompetensi staf kependidikan kurang menunjang kecepatan pengembangan departemen, kemudian fasilitas pembelajaran dan alat penelitian terkait farmakologi belum memadai.
“Kami menganggap tantangan adalah sebuah kesempatan untuk meningkatkan segala aspek yang masih memiliki kekurangan, tentunya semua itu linear dengan program UNAIR yaitu SMART University,” tutup prof. Abdurachman. (*)
UNAIR sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia mendorong seluruh civitas akademika untuk berdaya saing global. (*)
Penulis: Adelya Salsabila Putri
Editor: Khefti Al Mawalia