Dr. Lina Hastuti: Pernyataan Bahwa Israel itu Di Atas Hukum Tidak Terlalu Salah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh popbela com

UNAIR NEWS – Airlangga Institute for International Law Studies (AIILS) mengadakan dialog yang membahas terkait konflik Israel dengan Palestina yang masih belum juga rampung. Tema spesifiknya adalah terkait kejahatan perang yang terjadi di Jalur Gaza, dan bagaimana hukum internasional serta pemerintah Indonesia seyogianya merespon.

Narasumber ketiga yang dihadirkan dalam diskusi siang itu adalah pakar Hukum Diplomatik dan Konsuler Dr. Lina Hastuti. Moderator Indah Camelia, S.H., M.H., memantik pemaparan Lina dengan pernyataan dari Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang dengan bangganya mengatakan bahwa Israel seakan-akan itu beyond the law, atau di atas hukum internasional. Lina berkata bahwa hal tersebut tidak terlalu salah karena Israel telah melakukan banyak sekali kejahatan perang dalam konflik tersebut tapi hampir tidak pernah dimintai pertanggungjawaban, atau bahkan dibawa ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).

“Hal ini dikarenakan diskursus mengenai Hukum Internasional tidak bisa lepas dari diskursus kepentingan politik internasional. Kunci dari penyelesaian konflik Israel-Palestina adalah kemauan dari masyarakat internasional dan Amerika Serikat, yang merupakan anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB,” tutur alumni UNAIR itu.

Nihilnya aksi masif untuk penyelesaian konflik tersebut adalah upaya tersebut hampir selalu digagalkan oleh hak veto Amerika Serikat di Dewan Keamanan PBB. Hak veto dari salah satu anggota tetap dari Dewan Keamanan PBB berarti bahwa draf upaya suatu tindakan akan selalu gagal.

Lina menjelaskan bahwa penciptaan PBB awalnya adalah menjaga dan menghormati perdamaian antar negara, dan Dewan Keamanan PBB beserta lima anggota tetapnya diberi amanah dalam menjaganya. Namun mengingat politik internasional Amerika Serikat yang sangat pro dengan Israel, sangat susah Dewan Keamanan PBB untuk melakukan tindakan seperti intervensi humaniter dan operasi penjaga perdamaian.

“Tapi bukan berarti masyarakat internasional sama sekali berpangku tangan terhadap konflik ini. Sejarah berkata bahwa pernah dibuat Perjanjian Oslo 1993 yang berisi bahwa Palestina mengakui eksistensi Israel dan Israel mengakui eksistensi Palestina. Beberapa gencatan senjata telah dilakukan antara kedua belah pihak, yang terbaru adalah barusan dengan Hamas dan Israel. Namun rasanya, gencatan senjata itu seperti Tom and Jerry,” tutur Lina dengan sedikit gurau.

Lina menutup pemaparannya dengan mengatakan bahwa kemauan masyarakat internasional dapat didorong lagi dalam berupaya menyelesaikan konflik ini. Hal tersebut dapat diejawantahkan melalui dorongan Organisation of Islamic Cooperation.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp