Kehamilan yang tidak direncanakan telah menjadi masalah di seluruh dunia, banyak yang berakhir sebagai aborsi, keguguran, dan pengiriman yang tidak direncanakan. Untuk menjawab tantangan tersebut, pada tahun 2017 pemerintah Kota Surabaya menerbitkan peraturan Walikota Surabaya yang mewajibkan setiap calon pengantin untuk mengikuti program konseling pranikah, sehingga ketika memasuki era kehamilan, kesehatan bayi dalam kandungan serta ibu hamil dapat lebih terjamin. Dengan peraturan tersebut, diharapkan ada 100% partisipasi calon pengantin. Bukti kepesertaan konseling pranikah diminta ketika mendaftarkan pernikahan mereka. Materi konseling pranikah meliputi filosofi pernikahan, ketidaksetaraan gender dalam pernikahan, serta informasi tentang kehamilan, persalinan, fase nifas, infeksi menular seksual, deteksi dini kanker serviks, dan mitos perkawinan. Penelitian ini berdisain kohort retrospektif dengan tujuan untuk menganalisis efektivitas konseling pranikah tersebut untuk calon pengantin dalam memperbaiki pengetahuan dan sikap mereka selama kehamilan pertama mereka, jauh setelah konseling pra-nikah diberikan oleh tenaga puskesmas. Efektivitas konseling segera setelah konseling sudah pernah diteliti. Namun, efektivitas konseling pranikah dalam meningkatkan pengetahuan mereka dan sikap pada kehamilan pertama mereka belum pernah diteliti. Pengetahuan dan sikap calon ibu pada kehamilan pertamanya mencerminkan pengetahuan dan sikap mereka sebelum kehamilan pertama mereka.
Puskesmas Gading dan Wonokusumo (Puskesmas) Surabaya dipilih sebagai lokasi penelitian ini, karena menurut Profil Kesehatan Kota Surabaya tahun 2018 kedua pusat menerapkan konseling kesehatan seksual dan reproduksi bagi calon mempelai wanita serta dilaporkan sebagai puskesmas dengan kunjungan pertama kehamilan (K1) terbanyak di Surabaya. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari – Juni 2020. Enam puluh ibu yang hamil untuk pertama kalinya, terdiri dari 20 ibu hamil yang mendapat konseling pranikah serta 40 ibu hamil yang tidak pernah terpapar konseling pranikah ketika mereka berstatus calon pengantin diwawancarai oleh peneliti. Pendidikan terendah yang disasar penelitian ini adalah sekolah menengah pertama (SMP). Rentang usia peserta adalah 19 sampai 34 tahun saat menikah adalah 18 sampai 34 tahun, dan lamanya pernikahan adalah 2 sampai 156 bulan, rata-rata umur 24 tahun, rata-rata umur ketika menikah 23 tahun, dan rata-rata lama pernikahan 9 bulan, dengan tingkat pendidikan SMP hingga master. Sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah pendatang dari luar Surabaya, jadi yang paling banyak ditemukan responden tidak menghadiri acara konseling seksual dan reproduksi dengan alasan mereka tidak mendapatkannya di kota asal mereka saat mereka masih tercatat sebagai calon pengantin wanita dan pria. Namun ketika hamil, pengantin wanita yang sudah menjadi ibu hamil menghadiri pemeriksaan antenatal di Surabaya nanti. Ini menjelaskan mengapa di kota asal ibu yang ketika hamil tinggal di Surabaya belum pernah mendapatkannya konseling pranikah.
Hasil penelitian menunjukkan ibu hamil untuk pertama kalinya berada pada kategori pengetahuan kurang yaitu 70% pada kelompok terpapar dan 92,5% pada kelompok kontrol. Calon pengantin yang mendapat konseling pranikah, di kemudian hari ketika hamil mempunyai pengetahuan 8,480 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mendapat konseling di masa pranikah. Pendidikan calon pengantin tidak mempengaruhi pengetahuannya tentang kesehatan reproduksi dan seksual. Hal ini menggembirakan, karena konseling ini sama bagus efeknya baik bagi yang berpendidikan tinggi maupun rendah. Demikian juga halnya dengan usia ketika menikah, lama menikah.
Sikap positif terhadap kesehatan reproduksi dan seksual ditunjukkan oleh 55% ibu hamil yang telah diberi konseling terpapar berada pada hasil positif sedangkan 65% ibu hamil yang tidak mendapat konseling pada saat pranikah menunjukkan sikap negatif. Calon pengantin yang mendapat konseling pranikah, di kemudian hari ketika hamil mempunyai sikap yang 5,411 kali lebih mendukung kesehatan seksual dan reproduksi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak mendapat konseling di masa pranikah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konseling pranikah sebanyak satu kali sudah dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap ibu hamil terhadap kesehatan seksual dan reproduksi pada masa kehamilan pertamanya, baik pada calon pengantin yang tingkat pendidikannya rendah maupun tinggi, berusia muda atau tua.
Penulis : Samsriyaningsih Handayani
Tim peneliti : Rika Ortiningsih, Kasiati dan Samsriyaningsih Handayani
Link artikel asli : http://dx.doi.org/10.20473/jn.v16i1.24101