Mengembalikan Kepercayaan Diri Pasien Pasca Maksilektomi dengan Surgical Obturator

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Detikhealth

Kanker rongga mulut merupakan suatu masalah yang serius di berbagai negara dan  bila digabung antara kanker rongga mulut dan tenggorokan merupakan urutan ke-enam  terbanyak dari seluruh kanker yang dilaporkan di dunia. Di Indonesia, kasus kanker rongga  mulut berkisar 3-4% dari seluruh kasus kanker yang terjadi. Angka kematiannya 2-3% dari  seluruh kematian akibat keganasan. Penyebab kanker rongga mulut sampai sekarang belum  diketahui dengan pasti, hal ini disebabkan karena penyebab terjadinya kanker adalah multi  faktorial dan kompleks. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker  rongga mulut yaitu faktor lokal, luar dan host. Faktor lokal meliputi kebersihan rongga  mulut yang jelek, iritasi kronis dari restorasi, karies gigi, sedangkan faktor luar meliputi merokok, peminum alkohol, menyirih, virus. Faktor host meliputi usia, jenis kelamin,  nutrisi imunologik dan genetik. Selain faktor yang tersebut diatas tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat  merupakan faktor yang paling signifikan dalam tertundanya diagnosis dan pengobatan  kanker mulut. Beberapa kanker mulut mungkin asimtomatik atau mungkin mengalami  gejala yang berbeda, sehingga ketidaktahuan tanda-tanda awal kanker mulut dapat  menyebabkan kanker mulut diabaikan.  

Penatalaksanaan kanker rongga mulut salah satunya adalah pengambilan sebagian atau keseluruhan rahang atau biasa disebut maksilektomi dirahang atas dan mandibulektomi  di rahang bawah. Pengambilan rahang ini dapat mengakibatkan hilangnya anatomi rahang  yang memungkinkan rongga mulut, rongga sinus, rongga hidung, dan nasofaring menjadi  satu ruang. Kurangnya batas-batas anatomi mengakibatkan berkurangnya fungsi dalam  berbicara dan menelan. Udara, cairan, dan bolus makanan keluar dari rongga mulut ke  dalam area hidung, menyebabkan proses menelan sulit sehingga nutrisi yang dibutuhkan pasien tidak terpenuhi. Bicara menjadi tidak dapat dipahami karena suara yang terdistorsi  menjadi sengau akibat dari hilangnya pembatas antara rongga mulut dan hidung. Hal ini  sangat mempengaruhi penampilan pasien, jika pasien melihat wajahnya pasca operasi akan  mempengaruhi mentalnya. Agar pasien tidak terlalu kaget melihat perubahan wajahnya  pasca operasi maka terdapat pilihan rekonstruksi pasca pengambilan rahang berupa  pembuatan obturator. 

Obturator ini diperlukan untuk mengembalikan kontur langit-langit mulut yang  diambil untuk menciptakan kembali pemisahan fungsional rongga mulut, sinus dan rongga  hidung. Pembuatan obturator ini harus dilakukan segera pada saat operasi pengambilan  rahang dan biasa disebut dengan surgical obturator, hal ini sangat disarankan mengingat  kekurangan-kekurangan yang telah disebutkan diatas dapat terjadi setelah operasi  berlangsung. Adanya surgical obturator ini membuat pasien tidak kehilangan kepercayaan  dirinya karena adanya alat ini membuat pasien tidak terlalu merasakan perubahan pada  rongga mulutnya pasca operasi. 

Obturator tidak hanya membantu pasien tetapi juga membantu dokter yang  melaksanakan operasi, karena obturator yang dipasang juga bisa menjadi bandage pada  luka pasca operasi. Untuk dokter gigi, khususnya spesialis prostodonsia yang akan merawat  penampilan pasien juga sangat terbantu, karena otot-otot yang tertinggal setelah operasi  akan tersokong dengan baik dengan adanya obturator tersebut. Sehingga jika luka pasca  operasi telah sembuh, perubahan otot tidak terlalu banyak terjadi dan akan memudahkan  dokter gigi melakukan pembuatan gigi tiruan. Untuk itulah surgical obturator ini adalah  suatu hal yang penting baik untuk dokter yang merawat juga untuk pasien, khususnya  dalam mengembalikan kepercayaan diri pasien. 

Penulis: Ratri Maya Sitalaksmi, drg., M.Kes., Ph.D., Sp.Pros(K)

Artikel Pegabdian Masyarakat

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp