Pengaruh Komposisi Polimer Terhadap Kinerja Membran dan Pembersihan Racun Uremik pada Aplikasi Hemodialisis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Teknologi membran berkembang sangat pesat, dimulai dari abad ke-19. Pada awal perkembangan teknologi, membran tidak dimanfaatkan secara komersial tetapi banyak diaplikasikan kepada penunjang perkembangan ilmu dan teknologi baik dari sisi teori fisika maupun kimia. Berdasarkan manfaat yang dihasilkan, peneliti mengembangkan membran bagi kebutuhan sekunder manusia seperti filtrasi air hingga kebutuhan primer yaitu pengganti fungsi organ tubuh yakni ginjal. Teknologi membran untuk mengatasi penyakit gagal ginjal terminal adalah teknik hemodialisis atau cuci darah. Teknik hemodialisis sangat mahal, sehingga banyak penderita gagal ginjal tidak mampu menjalani pengobatan sehingga mengakibatkan kematian. Mahalnya biaya pengobatan cuci darah berasal dari mahalnya membran dialisis.

Selama ini penderita gagal ginjal memerlukan proses cuci darah 2 hingga 3 kali dalam seminggu menggunakan filtrasi membran hollow fiber komersial. Membran yang digunakan diyakini mampu menghilangkan racun yang larut di dalam air seperti urea, asam urat, kreatinin, dll. Kecukupan pembuangan racun uremik dalam tubuh pasien gagal ginjal sangat tergantung kepada membran hemodialisis. Produksi membran hemodialisis merupakan faktor penting bagi para peneliti untuk terus melakukan inovasi dan optimasi guna menghasilkan membran yang dapat digunakan oleh pasien gagal ginjal dengan baik. Polietersulfon (PES) merupakan salah satu polimer yang umum digunakan pada pembuatan membran hemodialisis selain bahan selulosa, polisulfon, poliamida, poliakrilonitril, dan polimetilmetakrilat. Beberapa keunggulan PES adalah oksidatif yang baik, memiliki stabilitas termal, sifat kimiawi, dan mekanik yang baik. Bahan-bahan tersebut harus memenuhi persyaratan jika diaplikasikan pada manusia seperti biokompatibilitas, hemokompatibilitas serta tidak beracun.

Parameter-parameter pada komposisi larutan dope dan teknis spinning membran hollow fiber menggunakan inversi fasa kering/basah dapat mempengaruhi morfologi membran yang dihasilkan. Membran dengan ketebalan minimal dapat didapat dari komposisi polimer utama kurang dari 20%. Oleh karenanya pada penelitian ini dilakukan optimasi persentasi polimer PES sebesar 14, 16, dan 18 %b/b untuk mendapatkan morfologi dan performance membran terbaik. Polivinilpirrolidone digunakan sebanyak 3% sebagai pencetak pori dan meningkatkan hidrofilisitas membran. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa seluruh persentase PES menghasilkan struktur porous dan finger-like void dari permukaan dalam ke permukaan luar. Namun persentase 14 b/b dari PES menghasilkan finger-like macrofoid lebih besar dibandingkan persentase lainnya. Selain itu, persentase 14% juga dihasilkan pori yang lebih kecil yakni 116 nm dan porositas yang lebih besar yakni 74% jika dibandingkan dengan persentase lainnya. Berdasarkan uji hidrofilisitas menggunakan mikroskop Goniometer didapatkan sudut kontak yang paling kecil adalah pada komposisi membran 14% PES dan 3% PVP yakni sebesar 65,58°. Sifat ini sangat penting dalam performance membran untuk mempu mengeluarkan air dari permukaan dalam ke permukaan luar membran melalui mekanisme difusi. Berdasarkan uji water flux dan protein rejection, persentase PES 14% dihasilkan water fluw 108,58 L.m-2.h-1 dan protein rejection lebih dari 85%. Membran yang dikembangkan mampu membersihkan urea sebesar 80,90% dan cresol sebesar 36,85% melalui mekanisme difusi. Cresol merupakan salah satu racun dalam tubuh manusia yang sulit untuk dihilangkan dengan menggunakan membran dialisis karena terikat dengan protein.

Penulis: Yanuardi Raharjo, S.Si., M.Sc., Ph.D.

Artikel lengkap dapat diakses melalui laman:

http://www.msrjournal.com/article_38979_6520433a80093e6e93299309d327d14c.pdf

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp