Potensi Pengembangan Surveilans Kesehatan Masyarakat dengan Data Nonklinik Media Sosial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Situasi kesehatan Indonesia saat ini berada pada fase transisi epidemiologis yang ditandai dengan perubahan beban penyakit masyarakat dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Perubahan beban penyakit ini mengakibatkan beban penyakit ganda, yaitu terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak menular dan di saat yang bersamaan jumlah kasus penyakit tidak menular masih tinggi. Salah satu penyakit menular (communicable disease) yang masih membebani sistem kesehatan Indonesia adalah demam berdarah dengue (DBD). DBD telah berulang kali menjadi wabah penyakit di Indonesia, dengan tingkat kejadian (incidence rate) yang meningkat dari 0,05 kasus per 100.000 penduduk di tahun 1968 menjadi 77,96 kasus per 100.000 penduduk di tahun 2016.

Salah satu strategi untuk mengatasi beban penyakit DBD adalah pengembangan surveilans kesehatan masyarakat untuk penyakit DBD. Pada kasus penyakit menular, deteksi dini dan respon cepat sangat diperlukan untuk melokalisir dan isolasi penyebaran penyakit. Surveilans tradisional mengumpulkan data klinik dari berbagai penyelenggara layanan kesehatan; prosesnya membutuhkan waktu lama dan biaya tinggi sehingga ada jeda signifikaan antara kejadian dan respon untuk isolasi penyakit. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, sistem surveilans dapat dikembangkan dengan menyertakan pengolahan data nonklinik, yang berasal dari data aktivitas masyarakat di Internet dan data media sosial. Data nonklinik dapat dikumpulkan dan diolah secara cepat, bahkan real time, namun akurasinya tidak setinggi data klinik pada sistem surveillans tradisional. Meskipun demikian, data nonklinik dapat dimanfaatkan untuk penyaringan awal dan deteksi dini terhadap potensi wabah penyakit di suatu wilayah.

Pemanfataan Instagram sebagai Sumber Data Nonklinik untuk Surveilans DBD

Instagram adalah salah satu media sosial dengan pengguna terbanyak secara global, yang mencapai lebih dari satu miliar pengguna aktif per bulan. Di Indonesia, Instagram adalah media sosial terpopuler nomor 4 (data tahun 2020). Sejalan dengan tren penggunaan media sosial untuk mencari informasi kesehatann dan aktivitas e-patient lainnya, pengguna Instagram di Indonesia juga berpartisipasi pada aktivitas e-patient tersebut dengan membuat berbagai post tentang topik kesehatan. Berdasarkan tren tersebut, studi ini mengeksplorasi data Instagram sebagai salah satu potensi sumber data nonklinik untuk surveilans DBD.

Metode penelitian yang digunakan untuk menganalisis karakteristik data Instagram tentang DBD terdiri dari aktivitas pengumpulan data, prapemrosesan data, pemrosesan data, dan interpretasi hasil, dan deployment. Pengumpulan data dilakukan dengan cara scrapping terhadap post Instagram yang mengandung kata kunci: demam berdarah dengue, demam berdarah, dengue, Aedes aegypti, dan fogging. Pengumpulan dan prapemrosesan data menghasilkan dataset final, yaitu dataset 2017 dan dataset 2018. Setiap dataset dibagi menjadi data training dan data test. Untuk dataset training, terdapat tiga label yang disematkan pada tiap data, yaitu label “Berita”, “Pendidikan”, dan “Lainnya”. Label “Lainnya” merujuk pada

post promosi atau yang tidak ada hubungannya dengan DBD, tetapi mengandung satu atau lebih kata kunci DBD yang didefinisikan. Proses klasifikasi pada dataset menggunakan classifier K-nearest neighbor (KNN). Aktivitas terakhir, deployment, adalah analisis spasial dan membandingkan hasil klasifikasi KNN dengan data kejadian kasus DBD dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Hasil dan Deployment

Klasifikasi KNN untuk dataset 2017 dan dataset 2018 menghasilkan akurasi di atas 70%, tetapi di bawah 80%. Akurasi ini menunjukkan adanya interaksi alami di media sosial, yaitu sebagian besar data merupakan data yang dibangkitkan oleh pengguna dan tingkat noise-nya tinggi. Sejumlah data mengandung kata kunci yang telah ditetapkan, tetapi isinya tidak ada hubungannya dengan kata kunci tersebut. Selain itu, Instagram telah menjadi tujuan utama pemasaran melalui digital marketing sehingga semakin banyak post berupa promosi atau advertorial content yang menggunakan tagar secara berlebihan. Limitasi lainnya yang mempengaruhi hasil akurasi adalah jumlah kata kunci yang sedikit.

Pada tahap deployment, hasil klasifikasi dianalisis lebih lanjut dengan metode analisis spasial dan membandingkannya dengan data kasus DBD dari Kementerian Kesehatan. Tren kenaikan post Instagram tentang DBD yang sejalan dengan kenaikan data kasus DBD di Kementerian Kesehatan dari 2017 ke 2018 terdapat di 14 provinsi. Tren penurunan post Instagram tentang DBD yang sejalan dengan penurunan data kasus DBD di Kementerian Kesehatan dari 2017 ke 2018 terdapat di 3 provinsi. Sementara 17 provinsi lainnya menunjukkan perbedaan antara tren data DBD di Instagram dan data real DBD. Meskipun terdapat sejumlah kesamaan pola antara data di Instagram dan data real kasus DBD, studi ini tidak dapat menyimpulkan bahwa data di Instagram memotret situasi DBD sesungguhnya di sejumlah provinsi. Namun, analisis data Instagram ini dapat digunakan sebagai peringatan dini, misalnya kenaikan tajam tentang post DBD di Instagram menunjukkan adanya kejadian tidak biasa atau red flag tentang kemungkinan kenaikan kasus atau potensi wabah di suatu daerah.

Penulis: Ira Puspitasari, S.T., M.T., Ph.D.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://aip.scitation.org/doi/abs/10.1063/5.0042267

Ira Puspitasari, Rohiim Ariful, and Barry Nuqoba. “Public health on social media: Using Instagram posts for investigating dengue hemorrhagic fever in Indonesia.” AIP Conference Proceedings. Vol. 2329. No. 1. AIP Publishing LLC, 2021. https://doi.org/10.1063/5.0042267

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp