Perempuan Miliki Peran dan Potensi di Masa Pandemi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Penyampaian materi oleh Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., M.A via Zoom pada Selasa (27/04/2021). (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga (UNAIR) melalui Kementerian Sosial dan Politik (Sospol) mengadakan diskusi Airlangga Hari Kartini. Diskusi yang berlangsung pada Selasa (27/4/2021) tersebut diadakan sebagai bentuk dari peringatan hari Kartini. Tema yang diangkat adalah ‘Refleksi Hari Kartini: Langkah Perempuan di Tengah Pandemi dan Digital’.

Kementerian Sospol dalam diskusi tersebut menghadirkan tiga pembicara. Pertama, Prof. Dr. Emy Susanti, Dra., M.A Ketua Pusat Studi Gender UNAIR sekaligus Guru Besar Sosiologi UNAIR. Kedua, Luthfia Anindya Yuwono Ketua Komisi Anti Diskriminasi Kesetaraan Gender BEM UNAIR. Ketiga, Elni Nainggolan Ketua Lingkar Studi Gender Mahasiswa.

Prof Emy sebagai pemateri pertama menyampaikan bahwa pandemi Covid-19 memperdalam ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender yang sudah ada sebelumnya. Yang terjadi adalah perempuan yang paling berkorban dan dikorbankan. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan di kampus didapatkan bahwa di era digital perempuan memperoleh informasi seputar Covid-19 melalui media sosial, keluarga inti, kerabat, dan teman satu kampus.

“Perempuan dalam mencapai kesetaraan gender yaitu kesetaraan dan keadilan dalam peran-peran sosial harus masuk pendidikan pengarusutamaan gender,” tutur Prof Emy.

Menurut Prof Emy, langkah pendidikan pengarusutamaan gender ada tiga hal. Pertama dekonstruksi, yaitu penyadaran individu bahwa seorang perempuan memiliki potensi dan kapabilitas. Kedua rekonstruksi atau penyadaran yang dapat dilakukan secara formal dan aplikatif, yaitu mengikuti kuliah atau pelatihan dan kegiatan-kegiatan sosial. Dan ketiga reproduksi, yaitu penanaman ideologi gender yang setara dan adil antara perempuan dan laki-laki.

Teknologi untuk Kampanye Kesetaraan Gender

Selanjutnya, Luthfia sebagai pemateri kedua menambahkan hal-hal yang dapat dilakukan perempuan di masa pandemi dan era digitalisasi. Menurutnya, perempuan dapat memanfaatkan kemanjuan teknologi untuk mengkampanyekan kesetaraan gender di media sosial. Perempuan juga dapat menciptakan lingkaran dukungan sesama perempuan.

“Seringkali wanita dan wanita itu saling sikut-sikutan jadi sudah saatnya perempuan untuk saling mendukung agar dapat mencapai gender equality,” ucapnya.

Penyampaian materi oleh Luthfia Anindya Yuwono via Zoom pada Selasa (27/04/2021). (Dok Pribadi)

Sementara Elni sebagai pemateri ketiga menyampaikan perihal bagaimana menjadi pemimpin perempuan di era digital saat ini. Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan perempuan untuk mencapai tujuannya sebagai pemimpin. Pertama, menemukan masalah atau kegelisahan kemudian speak up di media sosial atau organisasi melalui diskusi-diskusi. Kedua, membangun jejaring untuk memulai agenda strategis secara kolektif.

“Untuk menjadi female leader dan memberikan perubahan secara nyata harus menerapkan tiga hal yaitu mempunyai visi, membangun personality untuk membangun pengaruh, dan konsistensi,” imbuhnya.

Pada akhir, diskusi ditutup dengan simpulan bahwa kepemimpinan perempuan di tengah budaya patriarki bukan hal yang mustahil. Sebagai pemimpin, perempuan dapat melakukan observasi dan memberikan pengaruh kepada lingkungan. Kepemimpinan perempuan bukan hanya kebutuhan simbolik tapi bagaimana substansinya juga harus dibangun. Dengan begitu, kesetaraan gender akan dapat dicapai. (*)

Penulis: Wiji Astutik

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp