UNAIR NEWS – Tax Center Universitas Airlangga (UNAIR) bekerja sama dengan Indonesian Tax School menggelar seminar Tax Talk bertajuk “Mengerti Cukai” pada Minggu (25/04). Dilaksanakan secara daring pada platform zoom meeting, seminar ini tetap meraup antusiasme 290 peserta yang hadir.
Prof. Dr. Anwar Ma’Ruf drh., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Vokasi UNAIR dalam sambutannya berharap dengan diadakannya seminar ini dapat meningkatkan kompetensi mahasiswa dan menambah wawasan masyarakat. Ia juga berharap, Tax Center UNAIR dapat dikenal lebih luas hingga menjadi branding Fakultas Vokasi UNAIR.
Hadir sebagai pembicara, Bagus Ariyanto, S.S.T., Ak., M.M., CA., ASEAN CPA, A-CPA., yang kini menjabat sebagai kepala seksi pelaksanaan audit 2C, direktorat audit kepabeanan dan cukai. Bagus, sapaan akrabnya, dalam kesempatan tersebut memaparkan tentang filosofi cukai hingga insentif cukai, termasuk di masa pandemi ini.
“Menurut undang-undang, cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan tersebut. Maka dari itu, dana yang dihasilkan dari pajak cukai ini beberapa dikembalikan ke pemerintah daerah untuk membangun kesejahteraan daerahnya,” jelasnya.
Barang-barang kena cukai di Indonesia, lanjutnya, sejauh ini adalah rokok, hasil tembakau lainnya, seperti vape, etil alkohol, dan minuman mengandung etil alkohol. Dibandingkan dengan negara ASEAN lain, barang kena cukai Indonesia sangatlah sedikit.
“Cukai ini diberlakukan tujuannya untuk mengendalikan konsumsi masyarakat terhadap barang-barang tersebut. Contoh barang kena cukai selanjutnya adalah plastik, yang konsumsinya sangat luar biasa, mencapai 9,85 miliar lembar,” papar Bagus.
Menkeu dan Komisi XI DPR RI pada rapat kerjanya (19/02/20) telah menyetujui ekstensifikasi cukai plastik. Pertimbangan utama yang diperhatikan adalah penggunaan plastik bersifat non-biodegradable dan destruktif terhadap lingkungan, pengolahan limbah di Indonesia yang buruk, serta mendukung ekonomi hijau di Indonesia. Namun, perlu dipikirkan pula kemasan yang dapat menggantikan plastik.
“Kandidat BKC (Barang kena cukai) lainnya adalah minuman pemanis dan emisi gas buang, tetapi masih sangat jauh. Masih dibuat kajiannya terlebih dahulu,” tambahnya.
Selanjutnya, Bagus memaparkan tentang insentif dan fasilitas cukai. Kebijakan di masa pandemi cukai diantaranya adalah fasilitas pembebasan cukai etil alkohol, fasilitas penundaan pembayaran cukai, perubahan regulasi pengawasan dan pelayanan di bidang cukai, dan relaksasi produksi BKC.
Ia juga menjelaskan tentang penindakan dan pengawasan BKC hasil tembakau ilegal. Menurut survei yang dilakukan, sejak tahun 2016 peredaran rokok ilegal semakin sedikit jumlahnya. Hal itu dikarenakan penindakan rokok ilegal yang masif dan konsisten.
“Ada empat ciri rokok ilegal. Rokok berpita cukai palsu, rokok berpita cukai bekas, rokok berpita cukai berbeda, dan terakhir rokok tanpa pita. Bila menemukan salah satunya segera lapor pada Bea Cukai setempat,” tutupnya. (*)
Penulis: Alysa Intan Santika
Editor: Nuri Hermawan