COVID-19 merupakan penyakit yang disebabkan karena infeksiVirus Corona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2). Infeksi virus ini pada umumnya menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan, infeksi pernapasan, hingga kematian. Virus ini dapat menyerang pada semua golongan usia.
COVID-19 biasanya ditularkan melalui percikan droplet dan udara saat pengidapnya batuk atau bersin. Partikel virus yang dikeluarkan penderita COVID-19 paling sering menyebar dan menginfeksi orang yang sehat melalui hidung, mulut, dan terkadang mata. Oleh karena itu, kontak jarak dekat dengan penderita COVID-19 merupakan salah satu risiko terbesar tertularnya virus ini. Selain itu, penyakit ini juga dapat ditularkan melalui permukaan benda yang sering disentuh, seperti gagang pintu, meja, handphone dan benda lainnya, kemudian secara tidak sengaja menyentuh mulut, hidung, ataupun mengucek mata.
Gejala awal infeksi virus corona umumnya menyerupai gejala flu, yaitu demam, batuk kering, kehilangan fungsi pembauan dan pengecapan, nyeri tenggorokan, dan nyeri kepala. Pada penderita dengan gejala berat, selain deman tinggi, bisa disertai dengan sesak napas, dan nyeri dada. Keluhan pada mata merupakan manifestasi yang tidak umum ditemukan pada infeksi COVID-19. Sebuah studi menyatakan bahwa gejala pada mata hanya berkisar sekitar 5% dari seluruh temuan gejala COVID-19 di dunia.
Gejala mata yang timbul pada infeksi COVID-19 mirip gejala konjungtivitis pada umumnya seperti mata merah, berair, gatal, adanya sensasi mata kering, terasa mengganjal, nyeri, terdapat kotoran pada mata, terasa silau, dan pandangan buram. Keluhan ini dapat timbul sebelum, bersamaan, maupun setelah keluhan secara sistemik muncul. Sebanyak 28% manifestasi infeksi COVID-19 dengan keluhan pada mata dapat muncul tanpa disertai adanya keluhan secara sistemik.
Namun demikian, gejala yang dikeluhkan pasien belum cukup untuk menegakkan diagnosis COVID-19 secara pasti. Dalam mendiagnosis pasien yang terinfeksi COVID-19, selain ditanyakan mengenai gejala, riwayat bepergian atau tinggal di daerah dengan kasus positif, atau kontak dengan penderita positif, perlu dilakukan pemeriksaan secara obyektif. Pemeriksaan tersebut meliputi rapid test, swab PCR (polymerase chain reaction), dan CT Scan atau rontgen dada. Pada laporan kasus yang telah diterbitkan di European Journal of Ophthalmology tahun ini, kami melaporkan pasien yang berprofesi sebagai residen obstetri dan ginekologi yang pada April 2020 memiliki keluhan mata kanan dirasa mengganjal, disertai mata merah, berair, dan silau selama 3 minggu. Dari pemeriksaan didapatkan tajam penglihatan masih baik, namun didapatkan lesi pada kornea. Pasien diterapi dengan tetes mata antibiotik dan air mata buatan, dan keluhan membaik dalam waktu 1 minggu.
Pada Mei 2020, pasien kembali ke IGD karena keluhan yang sama namun dirasakan nyeri lebih hebat dan sulit membuka mata. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan tajam penglihatan lebih menurun daripada sebelumnya disertai dengan adanya lesi pada kornea yang lebih besar dua kali lipat dibandingkan sebelumnya. Pasien diberikan tambahan terapi salep antibiotik dan dari diperiksakan penyebab lesi pada kornea tersebut. Hasil pemeriksaan tidak didapatkan adanya bakteri maupun jamur, sehingga dicurigai penyebabnya karena virus. Fasilitas pemeriksaan SARS-CoV2 melalui swab PCR dari mata tidak tersedia di rumah sakit kami, sehingga pada pasien ini hanya dilakukan pemeriksaan swab PCR nasofaring dan didapatkan hasil yang positif. Setelah menerima pengobatan lebih dari 7 hari, lesi pada kornea pasien membaik dan hampir kembali normal. Pasien tetap diisolasi sampai dengan hasil PCR negatif walaupun gejala pada mata sudah membaik.
Dari laporan kasus kami, dapat disimpulkan bahwa gejala pada mata yang tampak sebagai mata merah dapat merupakan satu-satunya tanda gejala dari COVID-19, dan gejala ini dapat berulang pada kondisi re-infeksi. Oleh karena itu, pasien dengan keluhan atau gejala pada mata yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya, perlu dilakukan skrining COVID-19. Beberapa faktor yang diduga dapat menjadi penyebab munculnya gejala di mata pada infeksi COVID-19 antara lain seringnya menyentuh mata dengan tangan, berusia di atas 60 tahun, memiliki gangguan kekebalan tubuh, kelainan pada saluran air mata, riwayat berenang, dan berprofesi sebagai petugas kesehatan. Dalam kasus kami, pasien aktif bekerja sebagai tenaga kesehatan dan menggunakan alat pelindung diri berupa masker dan pelindung wajah. Selain masker dan pelindung wajah, kami menyarankan perlunya menggunakan kacamata pelindung (goggle) pada saat bekerja dan mencegah kontak tangan dengan daerah wajah untuk para tenaga kesehatan yang aktif merawat pasien di saat pandemi covid-19 ini.
Penulis: dr. Citra Dewi Maharani; dr. Firas Farisi Alkaff; dr. Satria Audi Hutama; dr. Ryan Enast Intan; Dr. dr. Ismi Zuhria, Sp.M(K); Dr. dr. Luki Indriaswati, Sp.M(K)
Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada publikasi ilmiah kami di: