Hubungan Suhu dan Kelembaban Ruangan Ber AC dengan Terjadinya Sindroma Bangunan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Kompas com

Tingginya angka Sick Building Syndrome di negara lain yang tingkat pencemarannya jauh lebih rendah dari Indonesia, sehingga Sakit Building Syndrome di Indonesia diduga sudah mengkhawatirkan dan tingkat pencemarannya sangat tinggi. Sindrom ini dapat menyebabkan infeksi saluran pernafasan dan dapat memperburuk penderita asma dan alergi akibat udara yang kotor.Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengenal dan mengetahui keluhan SBS sedini mungkin yang biasa terjadi di perkantoran dengan penggunaan AC. Tujuan utama dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan suhu dan kelembaban ruangan ber-AC dengan munculnya Sick Building Syndrome di UPT PSMB-LT Surabaya.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar responden yang mengalami SBS pada suhu 18-28˚C yaitu sebanyak 15 orang (44,1%). Hasil pengukuran suhu menunjukkan bahwa sebagian besar kamar suhu masih memenuhi standar, hanya itu ada kamar yang melebihi suhu standar yang dianggap nyaman untuk suasana kerja, yaitu fisika ruang laboratorium dengan suhu 29,4° C. Hasil analisis menunjukkan bahwa kualitas udara fisik memiliki hubungan yang lemah dengan SBS, hal tersebut selaras menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara suhu udara dengan kejadian SBS. Hal tersebut dapat terjadi karena suhu masih dalam batas normal lingkungan kerja bagi karyawan.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas responden yang mengalami SBS pada kelembaban <40% atau> 60% sebanyak 9 orang (37,5%). Sedangkan dari hasil pengukuran kelembaban menunjukkan bahwa kelembaban ruangan sebagian besar tidak memenuhi standar yaitu terdapat 7 ruangan dengan kelembaban tidak memenuhi standar dari total ruangan yaitu sebanyak 12 ruangan. Kelembaban di 7 ruangan sudah melebihi standar yang ada yaitu lebih dari 60% untuk meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme mengikuti pendapat 10 bahwa kelembaban yang rendah sebesar 70% dapat menyebabkan kekeringan pada selaput lendir sedangkan kelembaban yang tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Hasil analisis menunjukkan bahwa kelembaban udara memiliki hubungan yang lemah dengan kejadian SBS.

Hasil pengukuran kualitas fisik udara, sebagian besar suhu yang diukur sudah memenuhi standar, kecuali untuk ruang laboratorium fisika yang suhunya melebihi standar yang ditentukan yaitu 29,4° C. Kelembaban udara yang diukur sebagian besar tidak memenuhi standar dengan jumlah ruangan yang kelembabannya tidak memenuhi standar yaitu 7 ruangan. Gejala Sick Building Syndrome yang paling banyak dikeluhkan adalah gejala pada kulit sebanyak 21 orang (21,7%), responden mengalami SBS sebanyak 16 orang (45,7%). Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kejadian SBS dengan umur, hubungan yang lemah antara kejadian SBS dengan jenis kelamin, durasi dan masa kerja serta kualitas udara fisik.

Penulis: Abdul Rohim Tualeka

Link artikel : https://medicopublication.com/index.php/ijfmt/article/view/12166

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp