Kepuasan hidup dan kebahagiaan merupakan konsep psikologi yang banyak diteliti oleh para ahli untuk menggambarkan kondisi manusia dalam mencapai kualitas hidup yang diinginkan. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kondisi kepuasan hidup yang tinggi, meskipun indeks kebahagiaan ini cenderung menurun terus menerus dari 2015 hingga 2018. Hal ini ditunjukkan melalui ranking indeks kebahagiaan dan kepuasan hidup pada tahun 2015, Indonesia masuk dalam peringkat 74, pada tahun 2016 peringkat Indonesia menurun menjadi peringkat 79, hingga pada tahun 2018 peringkat Indonesia semakin menurun dan mendapat peringkat 96 dari 193 negara di dunia.
Hasil survei kebahagiaan global World Happiness Report tahun 2018 menunjukkan kondisi ekonomi global suatu negara menentukan indeks kebahagiaan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan nilai kebahagiaan masyarakat dalam suatu negara yang memiliki kondisi ekonomi baik dan negara yang memiliki kondisi ekonomi buruk. Kondisi keuangan yang dipersepsikan positif, baik secara individu maupun secara kontekstual berdasarkan negara maupun daerah akan berkaitan dengan tingginya kebahagiaan masyarakat. Clarket (2017) menyatakan determinan besar dalam menentukan kepuasan hidup orang Indonesia adalah pendapatannya dibandingkan dengan determinan lain seperti kesehatan mental, pekerjaan, kondisi kesehatan fisik ataupun status terkait pasangan. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa semakin baik kondisi pendapatan seseorang dari waktu ke waktu, maka tingkat kepuasan hidupnya juga semakin tinggi.
Pada dasarnya uang merupakan sumberdaya yang bersifat terbatas sehingga perilaku pemanfaatannya juga sangat bervariasi. Keputusan seseorang untuk membelanjakan uangnya untuk membeli sesuatu dan tidak menggunakannya untuk hal lainnya sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Kondisi keuangan, termasuk tabungan dan kebiasaan dalam memperlakukan uang memliki beberapa paradoks (Maison, 2019). Ada orang yang merasa kaya ketika memiliki pendapatan besar meskipun tidak memiliki tabungan. Ada juga orang yang merasa kaya ketika memiliki banyak asset meskipun juga memiliki banyak hutang. Demikian pula dengan kondisi tabungan dan kebiasaan dalam berperilaku terkait uang. Berbagai persepsi dalam memaknai uang ini juga membuat perilaku penggunaan uang menjadi beragam.
Maison (2019) menyatakan bahwa terdapat empat jenis gaya menggunakan uang yaitu thrifty spending, belt tightening, happy spending, dan spendthrift. Pembagian gaya penggunaan uang ini berdasarkan pada klasifikasi faktor perilaku (spontan atau terkontrol) serta faktor emosional (emosi positif atau negatif). Happy Spending (senang berbelanja) adalah gaya penggunaan uang yang ditandai dengan kecenderungan menghabiskan uang dengan mudah dan pada saat yang sama, individu akan merasakan emosi positif. Individu tersebut dapat menikmati uang yang dihabiskan pada produk yang sudah dibeli, meskipun barang-barang tersebut tidak benar-benar diperlukan atau bahkan tidak masuk akal, namun hal tersebut dapat memberi kesenangan yang maksimal. Spendthrift(berbelanja secara sia-sia) merupakan gaya yang hampir sama dengan happy spending, tetapi berbeda pada aspek emosionalnya.
Perilaku penggunaan gaya ini lebih sering disertai dengan emosi negatif. Orang dengan gaya penggunaan uang spendthriftmenunjukkan kurangnya kontrol atas keuangan, mengeluarkan uang di luar kemampuan mereka, serta ketidakmampuan untuk menunjukkan pengekangan dan menunda pembelian sampai benar-benar mampu. Tightening the belt(gaya mengencangkan ikat pinggang) merupakan perilaku berhemat namun disertai dengan emosi negatif. Orang dengan gaya penggunanan uang ini membatasi pengeluaran karena subjek merasa memiliki uang terlalu sedikit, miskin, serta tidak mampu meraih kesenangan.
Pada situasi ini, setiap pengeluaran terhubung dengan rasa bersalah, perasaan rendah diri, rasa tidak adil dan terluka sehingga membuat semua pembelian terasa tidak menyenangkan. Thrifty spending(belanja hemat) gaya ini terkait dengan kontrol yang efektif atas perilaku penggunaan uang. Bagi orang yang berhemat, tidak menghabiskan uang adalah hal yang membuat mereka memiliki emosi positif. Hal ini menjadi pembedadengan mereka yang memiliki gaya mengencangkan ikat pinggang. Orang-orang dengan preferensi gaya ini tidak menghabiskan uang yang mereka miliki karena mereka memiliki kontrol diri tingkat tinggi terhadap keinginan mereka, tidak mudah menyerah dengan hasrat berbelanja, mampu menunda kepuasan dari aktivitas berbelanja, serta mampu menempatkan proritas belanja sesuai dengan kepentingan. Orang dengan gaya hemat ini seringkali membatasi pengeluaran mereka saat ini agar mampu menggunakan uangnya untuk sesuatu yang lebih penting di masa depan, yang mana dapat memberi mereka lebih banyak kesenangan dan kepuasan.
Hasil dari penelitian Adiati (2021) ini menggambarkan bahwa gaya menggunakan uang yang dimiliki seseorang menentukan kepuasan hidupnya secara umum. Gaya penggunaan uang secara hemat dan berhati-hati juga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan hidup dibandingkan gaya pengunaan uang yang dilakukan tanpa pertimbangan rasional. Hal ini ditunjukkan bahwa semakin besar dorongan untuk menggunakan uang secara berhati-hati (baik itu dilakukan dengan emosi positif maupun dengan emosi negatif), maka seseorang akan lebih puas dalam hidup. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin besar kontrol seseorang atas keinginannya, maka aspek kepuasan hidup akan mudah tercapai.
Penulis: Rosatyani Puspita Adiati
Artikel lengkapnya dapat dilihat pada link berikut ini: http://jurnal.ipb.ac.id/index.php/jikk/article/view/32067/21085