Angka Kematian Balita dan Imunisasi
Data WHO (2014) menunjukkan adanya penurunan angka kematian balita yang signifikan. Kematian balita tahun 1990 (12,6 juta anak) dan 2013 (6,3 juta anak). Meski terjadi penurunan, namun masih dikategorikan sebagai angka kematian tinggi. Kematian balita pada tahun 2015 diperkirakan mencapai dua pertiga antara tahun 1990 dan 2015 dan inipun masih tergolong tinggi. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ( 2015) pemberian imunisasi lengkap merupakan salah satu upaya yang paling efektif dalam menurunkan angka kematian anak. Namun kenyataannya, sekitar 22 juta bayi di dunia belum mendapatkan imunisasi lengkap dan 9,5 juta berada di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia keberhasilan program imunisasi pada bayi usia 0-11 bulan diukur melalui indikator imunisasi primer lengkap. Capaian indikator ini di Indonesia pada tahun 2015 sebesar 86,24%. Angka tersebut belum mencapai target Renstra 2015 sebesar 91% 3. Provinsi Jawa Timur merupakan penyumbang jumlah kasus Kejadian Luar Biasa tertinggi di Indonesia, seperti KLB Difteri yang terjadi pada tahun 2011, 2012, dan 2017. Salah satu faktor penyebab tingginya angka kasus Difteri di Jawa Timur pada tahun 2017 adalah penurunan jumlah bayi usia 11 bulan yang diimunisasi dasar dalam dua tahun terakhir.
Jumlah kasus positif difteri tertinggi terdapat di Kabupaten Sampang (10 kasus positif), Kabupaten Pasuruan (7 kasus positif) dan Kabupaten Tuban (3 kasus positif). Padahal Imunisasi di Kabupaten Sampang pada tahun 2016 telah mencapai target nasional sebesar 91,68%, namun jumlah kasus difteri di Kabupaten Sampang masih tinggi. Bagaimana ini bisa terjadi? Asumsinya adalah adanya ketidaksesuaian antara catatan imunisasi bidan dengan fakta imunisasi. Faktor penentu terpenting dalam perilaku seseorang adalah intensi (niat). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh usia, masa kerja, jarak tempat tinggal, dan niat bidan terhadap perilaku pelaksanaan pencatatan dan pelaporan imunisasi rutin.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain cross sectional. Responden dalam penelitian ini adalah bidan yang berjumlah 110 orang di 21 Puskesmas di Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah bidan yang telah bekerja minimal dua tahun di daerahnya, secara legal memiliki Surat Tanda Registrasi dan Izin Kerja, tidak ada Bidan Praktek Mandiri di wilayah kerjanya, dan bersedia menjadi sampel dalam penelitian ini secara sukarela. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proporsional stratified random sampling.. Data primer diambil melalui kuesioner yang dibacakan. Kuesioner menggunakan formulir Rapid Convenience Assessment (RCA) , dengan cara membandingkan catatan imunisasi yang tercatat di buku KIA milik masyarakat dengan pencatatan imunisasi di buku kohort bayi milik bidan. Analisis data menggunakan regresi logistik dengan metode backward untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar variabel.
Hasil penelitian menunjukkan responden dengan tempat tinggal (jarak) lebih dari dua km semua mencatat dan melaporkan imunisasi rutin dalam buku kohortnya sesuai dengan buku KIA masyarakat. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada pengaruh yang signifikan antara variabel jarak tempat tinggal bidan terhadap perilaku dalam melaksanakan pencatatan dan pelaporan imunisasi rutin. Responden yang memiliki niat kuat sebagian besar mencatat dan melaporkan imunisasi rutin dalam buku kohortnya sesuai dengan buku KIA masyarakat. Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara variabel niat bidan terhadap perilaku pencatatan dan pelaporan imunisasi rutin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel lama pelayanan berpengaruh signifikan terhadap variabel perilaku karena petugas dengan masa kerja yang lama sudah memiliki banyak pengalaman dan memahami dampaknya jika tidak rutin melakukan pencatatan dan pelaporan imunisasi tepat waktu. Ada potensi kesalahan yang akan mengakibatkan Kejadian Luar Biasa imunisasi dan lain-lain yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk perilaku dengan pencatatan tepat waktu dan mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Tingkah laku dilakukan karena individu mempunyai niat atau keinginan untuk melakukannya. Kualitas pencatatan dan pelaporan imunisasi memiliki peran vital dalam menghasilkan cakupan imunisasi yang berkualitas. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan yang signifikan antara lama bekerja (p = 0,011) dengan niat (p = 0,031) bidan terhadap perilaku/tindakan pelaksanaan pencatatan dan pelaporan imunisasi rutin.
Penulis: Sri Widati
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
https://medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/view/1561