Semua anak Indonesia adalah aset bangsa. Dengan demikian masa depan bangsa sangat tergantung dari kualitas mereka. Begitu strategisnya keberadaan mereka, maka kepentingan mereka yang utama untuk tumbuh dan berkembang harus memperoleh prioritas yang tinggi dalam pembangunan.
Penduduk di Jawa Timur tahun 2019 mencapai 39.698.631 jiwa dan sekitar 28,4 persen diantaranya adalah anak-anak usia 0-17 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa berinvestasi untuk anak adalah berinvestasi untuk sepertiga penduduk Jawa Timur. Gambaran kondisi anak saat ini menjadi dasar yang penting bagi pengambilan kebijakan yang tepat bagi anak. Anak-anak merupakan kelompok penduduk usia muda yang mempunyai potensi untuk dikembangkan agar dapat berpartisipasi aktif dalam pembangunan Jawa Timur di masa mendatang.
Bonus Demografi Jawa Timur
Jawa Timur saat ini berada pada masa Bonus Demografi. Bonus demografi ini merupakan dampak suksesnya dari pembangunan kependudukan dan kesehatan adalah menurunnya jumlah kelahiran, jumlah kematian dan meningkatnya harapan hidup penduduk. Menurunnya jumlah kelahiran dan kematian dalam jangka panjang akan menyebabkan perubahan struktur penduduk, yaitu turunnya proporsi jumlah anak dan meningkatnya proporsi usia produktif. Di sisi lain, meningkatnya harapan hidup penduduk dan meningkatnya kualitas kesehatan masyarakat akan berimbas pada meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia. Perubahan struktur penduduk tersebut akan menyebabkan turunnya beban ketergantungan yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif.
Status Gizi Balita dan Bonus Demografi
Dalam rangka mengisi bonus demografi, program peningkatan gizi balita menjadi prioritas bidang kesehatan di Provinsi Jawa Timur. Salah satunya adalah penanganan gizi buruk, yaitu terjadinya masalah gizi buruk bukan dikarenakan kemiskinan, namun lebih disebabkan oleh kesalahan pola asuh atau asupan. Sebab, rata-rata anak yang masuk dalam kategori gizi buruk di Jawa Timur adalah anak-anak orang mampu, bukan orang miskin. Karena itu, penanganan masalah gizi buruk di Jawa Timur harus dilakukan bersama-sama antara pemerintah dan organisasi sosial seperti PKK melalui sosialisasi promotif preventif secara intensif.
Masalah gizi bisa terjadi disetiap siklus kehidupan, dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak, dewasa dan usia lanjut. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa kritis, karena pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Gangguan gizi yang terjadi pada periode ini bersifat permanen, artinya tidak dapat dipulihkan walaupun kebutuhan gizi pada masa selanjutnya terpenuhi.
Penanganan gizi harus disiapkan sejak di dalam rahim menjadi hal penting dan tak boleh terabaikan. Terutama menjaga gizi sejak 1.000 hari pertama kehidupan. Kebutuhan pelayanan dasar pada anak harus disiapkan oleh pemerintah. Demikian juga masih sangat dibutuhkan peran serta orang tua untuk akses kepada pelayanan kesehatan agar mengurangi angka kesakitan dan angka kematian pada bayi, balita, dan anak. Anak, baik bayi maupun balita membutuhkan layanan kesehatan yang baik, sehingga mereka bisa melewati tahun-tahun kritis di awal kehidupannya mengingat kesehatannya sangat rentan terhadap berbagai jenis penyakit. Usaha pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan kesehatan anak melalui layanan imunisasi, pemberian vitamin, dan makanan tambahan berperan penting dalam menurunkan kematian bayi dan meningkatkan kualitas kesehatannya.
Kesimpulan
Peningkatan status gizi masyarakat merupakan salah satu faktor penentu terhadap peningkatan kualitas sumberdaya manusia (SDM). Pada tingkat individu, keadaan gizi dipengaruhi oleh asupan gizi dan penyakit infeksi yang saling terkait. Apabila seseorang tidak mendapat asupan gizi yang cukup akan mengalami kekurangan gizi dan mudah sakit. Demikian juga bila seseorang sering sakit akan menyebabkan gangguan nafsu makan dan selanjutnya akan mengakibatkan gizi kurang. Sedangkan di tingkat keluarga dan masyarakat, masalah gizi dipengaruhi oleh: pengetahuan, sikap dan ketrampilan keluarga, kemampuan keluarga dalam menyediakan pangan bagi anggotanya baik jumlah maupun jenis sesuai kebutuhan gizinya, tersedianya pelayanan kesehatan dan gizi yang terjangkau dan berkualitas, serta kemampuan dan pengetahuan keluarga dalam hal kebersihan pribadi dan lingkungan.
Penulis: Lutfi Agus Salim
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ass/article/view/0/42658