Zat warna merupakan salah satu pencemar utama di dalam limbah cair dari industri tekstil. Dalam industri pencelupan tekstil menghasilkan produk samping berupa air limbah dalam jumlah besar dan mengandung berbagai macam bahan kimia. Industri tekstil menghasilkan jumlah terbesar limbah zat warna sintetik dan menghasilkan sekitar 50-200 mg/L zat warna yang tidak dapat terdegradasi dengan sempurna. Penggunaan zat warna yang banyak digunakan dalam industri tekstil di Indonesia adalah metilen biru. Metilen biru banyak digunakan sebagai zat warna dasar dan mempunyai kelarutan yang baik. Dalam pewarnaan, metilen biru yang terikat pada kain hanya sekitar 5% sedangkan sisanya 95% terbuang sebagai limbah, sehingga kontribusi masuk ke lingkungan perairan sangat besar. Hal ini dapat menyebabkan gangguan ekosistem antara lain dapat mengganggu estetika perairan serta dapat menghalangi penetrasi sinar matahari ke dalam perairan. Limbah zat warna tersebut dapat mengganggu proses fotosintesis dari tumbuhan air, akibatnya kandungan oksigen dalam air menjadi berkurang dan pada gilirannya akan menurunkan kualitas air serta dapat berakibat fatal terutama bagi organisme akuatik.
Metode pengolahan metilen biru telah banyak digunakan seperti adsorpsi, elektrokimia, fotokatalisis, dan menggunakan membran. Teknologi membran banyak memberi solusi karena rendahnya energi yang digunakan. Selain itu teknologi membran juga dapat diaplikasikan pada kondisi normal sehingga dapat menghindari perubahan fasa. Perubahan fasa akan mempengaruhi kualitas bahan dan produk yang dihasilkan. Aplikasi teknologi membran banyak digunakan pada dunia industri. Dalam perkembangannya, membran memiliki berbagai jenis salah satunya adalah membran hollow fiber. Geometri membran hollow fiber ini memberikan efektifitas membran yang lebih besar. Sifat mekanis yang baik serta kemudahan penanganan selama fabrikasi dan proses operasional menjadikan membran hollow fiber lebih sering digunakan pada dunia industri. Modifikasi membran perlu dilakukan agar membran mempunyai sifat mekanik tinggi dan mampu menghindari fouling membrane (tersumbat). TiO2 merupakan salah satu bahan semi konduktor yang dapat digunakan untuk modifikasi membran.
Optimasi membran fotokatalitik menggunakan selulosa asetat sebagai bahan dasar membran fotokatalitik hollow fiber dan dikompositkan dengan TiO2. Membran diaplikasikan untuk degradasi metilen biru. Membran fotokatalitik hollow fiber selulosa asetat–TiO2 dibuat melalui proses spinning menggunakan metode inversi fasa. Komposisi bahannyaterdiri : 51% aseton, 27% formamida dan 21,75% selulosa asetat dengan variasi konsentrasi TiO2 dan dicetak dengan metode inversi fasa melalui spinneret, membentuk membran hollow fiber.
Membran fotokatalitik hollow fiber yang optimum memiliki komposisi 21,75% selulosa asetat, 51% aseton, 27% formamida dan 0,25% TiO2 dengan nilai tegangan (stress) 555,88 kN/mm2, regangan (strain) 0,13 dan modulus young4270,50 kN/mm2. Kinerja membran fotokatalitik hollow fiber selulosa asetat-TiO2 yang optimum memiliki nilai fluks sebesar 25,66 L/m2.jam dan koefisien rejeksi sebesar 94,8%. Efektivitas membran fotokatalitik hollow fiber selulosa asetat-TiO2 untuk degradasi metilen birudapat dilihat dari efisiensi degradasi metilen biruyang sebesar 98,9% dan efisiensi limbah tekstil sebesar 82,6%. (*)
Penulis: Siti Wafiroh, S.Si. M.Si.
Informasi lebih lengkap dapat dilihat pada tulisan kami: https://mjas.analis.com.my/mjas/v24_n6/v24_n6.html
ISSN: 13942506_Siti Wafiroh, Miriam R. Prananda, Linda Yuliana, Pratiwi Pudjiastuti, Abdulloh, CELLULOSE ACETATE-TiO2 PHOTOCATALYTIC HOLLOW FIBRE MEMBRANE FOR DEGRADATION OF METHYLENE BLUE, Malaysian Journal of Analytical Sciences, Vol 24 No 6 (2020): 1013 – 1023. Available online at Website: https://mjas.analis.com.my/mjas/v24_n6/v24_n6.html