Beberapa kelompok kasus pneumonia yang penyebabnya tidak diketahui dilaporkan di kota Wuhan, Hubei provinsi, Cina, pada bulan Desember 2019. Berdasarkan penyelidikan epidemiologi, sebagian besar dari pasien ini adalah terkait dengan Pasar Grosir Makanan Laut Huanan. Agen penyebab pneumonia ini telah dikonfirmasi sebagai sindrom pernafasan akut parah coronavirus-2 (SARS-CoV-2 atau yang disebut (COVID-19). Per 13 April 2020, penyakit ini telah menyebabkan pandemi di seluruh dunia di lebih dari 200 negara, dengan lebih dari 1.700.000 kasus manusia yang dikonfirmasi dan 111.600 kematian. Akibat penyebaran virus yang cepat, pihak berwenang seluruh dunia telah mulai membatasi perjalanan internasional dan domestik serta pertemuan besar di bidang pendidikan institusi, restoran, bar, dll.
SARS-CoV-2 dilaporkan ditularkan antar manusia melalui kontak langsung, tetesan aerosol, rute fekal-oral, dan fomites perantara dari pasien yang bergejala dan asimtomatik selama masa inkubasi. Penyakit ini ditandai dengan demam, batuk kering, dispnea, dan diare pada 20-25% pasien yang tidak menunjukkan tanda-tanda pernapasan bagian atas seperti bersin atau sakit tenggorokan. Pada kasus yang parah, penyakit ini ditandai dengan pneumonia, asidosis metabolik, syok septik, dan berdarah. Sampai dengan pertengahaan desember 2020, lebih dari 60 juta orang terinfeksi di dunia dan lebih dari 1.5 juta orang meninggal. Di Indonesia, kasus infeksi mencapai 612 ribu dan 20 ribu orang meninggal.
Kebutuhan mengembangkan vaksin secara cepat untuk melawan virus SARS-CoV-2 sangat tinggi beberapa bulan belakangan. Seluruh peneliti di berbagai dunia dalam segala bidang yang berkaitan seperti ahli genomik dan struktur biologi saling bahu-membahu untuk mengembangkan vaksin Covid 19. Para peneliti telah bekerja keras dalam mengembangkan vaksin berbagai macam virus setidaknya 20 tahun belakangan dikarenakan munculnya berbagai virus baru yang menggemparkan dunia, di antaranya virus H1N1, ebola, zika, SARS, MERS, hingga saat ini Covid-19. Terdapat beberapa instansi peneliti yang telah melakukan penelitian dan didanai oleh organisasi pemerintah maupun swasta di berbagai negara, salah satunya adalah Coalition for Epidemic Preparedness Innovation (CEPI) yang merupakan organisasi swasta dalam penanganan epideimi yang didanai oleh Welcome Trust, Bill and Melinda gates Foundation, European Commission, dan delapan negara lain yang mendukung pengembangan vaksin melawan patogen epidemik yang masuk dalam prioritas World Health Organization (WHO) (Lurie et al, 2020). Selain itu terdapat pula instansi lainnya seperti Moderna, BioNTech, Imperial College London, InoVio, AstraZeneca, Merck, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Baru-baru ini Indonesia baru saja mendatangkan vaksin covid-19 dari China. Diketahui kandidat vaksin ini diberi nama “CoronaVac”. Penelitian ini merupakan kolaborasi dari Sinovac Biotech Co., Ltd (Beijing, China) dan Butantan Institute (São Paulo, Brasil). Pengembangan vaksin dari virus yang di-inaktifkan telah dimulai tanggal 28 Januari 2020. Hasil studi praklinis diterbitkan dalam jurnal ilmiah peer-review Science [1,3]. Metode pengembangan vaksin ini memiliki keunikan tersendiri karena memilih metode penginaktifan seperti kasus pengembangan vaksin polio (tipe 3). Hasil yang didapatkan membuat virus mati sehingga akan dikenal sebagai benda asing di dalam darah. Perkembangan vaksin “Coronavac” kini telah melewati 3 masa percobaan klinik, yaitu fase I, fase II dan fase III. Berdasarkan data dari biorender.com, pada fase I melibatkan 216 partipan, fase II melibatkan 950 partisipan dan fase III melibatkan 8870 partisipan dengan nomor uji klinis NCT04352608, NCT04383574 dan NCT04456595. Vaksin CoronaVac saat ini dikemas sebagai suntikan setengah milliliter. Sinovac juga mengumumkan hasil dari uji vaksin monyetnya. Untuk monyet dengan dosis tinggi, tidak terdapat DNA Virus yang ditemukan. Vaksin ini ternyata memberikan kekebalan “sterilisasi” pada monyet, hasil jauh lebih positif (baik) daripada sekedar keberadaan antibodi penawar saja.
Pada 13 April 2020, Administrasi Produk Medis Nasional (“NMPA”) memberikan persetujuan untuk melakukan uji klinis fase I dan II di Tiongkok. Uji coba fase I dan II dimulai pada 16 April 2020 di Provinsi Jiangsu. Cina. Sekelompok orang dewasa sehat berusia 18-59 tahun divaksinasi dengan jadwal 0, 14 hari. Hasil tahap I / II awal baru-baru ini dilaporkan. Tidak ada kejadian buruk yang serius setelah memvaksinasi total 743 sukarelawan dalam uji coba, menunjukkan profil keamanan yang baik untuk kandidat vaksin. Lebih dari 90% serokonversi diamati dalam uji klinis fase II 14 hari setelah selesainya vaksinasi dua dosis pada hari 0 dan hari 14. Penelitian fase II pada orang dewasa lanjut usia sedang dilakukan yang akan diikuti oleh kelompok anak dan remaja. Uji coba fase II diharapkan akan selesai pada akhir tahun 2020. Perusahaan telah bermitra dengan beberapa perusahaan di luar China untuk studi efikasi fase III. Melalui perusahaan farmasi Bio Farma, produk Sinovac yaitu Coronavac telah sampai di Indonesia dengan jumlah 2400 dosis. Produk vaksin ini rencana akan diujicobakan untuk kajian klinis tahap III pada Agustus mendatang.
Melansir dari health.detik.com, hubungan kerja sama antara Bio Farma dan Sinovac Biotech didasari pada metode pengembangan vaksin yang dilakukan, yaitu penginaktifan virus. Selain itu, Coronavac ini merupakan produk kerja sama yang akan diterima dalam waktu 6 bulan. Sebelum dilakukan uji tahap klinis tahap III, produk ini akan dilakukan pengujian ulang di laboratorium Bio Farma. Apabila tahap uji coba fase III berjalan dengan lancar, vaksin ini direncanakan akan diproduksi masal pada Q1 2021 dengan kapasitas maksimum yang diperkirakan mencapai 250 juta dosis. Semoga dengan adanya Vaksin Covid 19, ekonomi mulai membaik kembali.
Penulis: Balqis Afifah
Mahasiswa S2 Vakinologi Universitas Airlangga Surabaya