Insiden Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Demam Dengue (DD) selama ini tetap tinggi terutama di daerah tropis termasuk negara Indonesia. Penyebaran DBD mencapai ± 69 negara di Asia Tenggara Barat Pasifik dan Amerika Serikat. Di Indonesia kejadian DBD dan DD hampir meluas ke semua propinsi. Di kota Surabaya yang merupakan ibu kota propinsi Jawa Timur sudah lama menjadi daerah endemis DBD.
Berdasarkan konsep Interaksi Host – Agent – Environment terjadinya suatu penyakit dapat dipengaruhi interaksi 3 faktor tersebut. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa faktor dari Host (manusia) yang dapat mempengaruhi manifestasi penyakit adalah etnis, jenis kelamin, umur, status gizi, infeksi dan respon imun. Etnis atau ras dapat mempengaruhi manifestasi gejala demam berdarah Dengue. Orang Cina yang tinggal di Singapura ditemukan angka kejadian DBD lebih tinggi dibandingkan orang Melayu dan India. Sebuah penelitian di Brazil menunjukkan bahwa orang Afrika lebih protektif daripada orang kulit putih terhadap demam berdarah. Indonesia adalah negara dengan beragam etnis dan budaya sehingga ada kemungkinan ditemukan berbagai macam bentuk kerentanan untuk infeksi dengue.
Manifestasi dari infeksi dengue bermacam-macam yaitu ditandai dengan panas, gejala perdarahan dan kebocoran plasma. Pemeriksaan laboratorium dapat menggunakan pengukuran peningkatan Hematocrit (Hct) atau Packed Cell Volume (PCV), Hemoglobin, dan penurunan Trombosit serta Leukosit. Gejala klinis DBD menurut WHO (2011) diklasifikasikan menjadi 4 derajat dan ditambah dengan expanded dengue syndrome.
Penelitian di Surabaya yang bertujuan untuk menganalisis tingkat keparahan infeksi Dengue berdasarkan etnis (Jawa, Cina dan kelompok lainnya ) dilakukan di 3 Rumah sakit di Surabaya. Lokasi Rumah Sakit di sekitar daerah yang banyak dihuni keturunan Cina, Jawa, Arab dan Madura. Hasil penelitian tersebut menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan tingkat keparahan infeksi dengue bedasarkan etnis. Pada penelitian ini Demam Dengue dan DBD grade 1 dikategorikan kelompok ringan sedangkan DBD grade II keatas dimasukkan kelompok berat. Etnis Cina cenderung menunjukkan gejala perdarahan yang lebih berat dibandingkan etnis Jawa dan lainnya karena nilai rata2 trombosit terendahnya paling rendah pada penderita DBD berdasarkan etnis. Parameter yang menunjukkan terjadinya hemokonsentrasi pada penderita DBD yang umumnya diukur dengan melihat peningkatan Hematokrit dan Hb menunjukkan nilai rata2 Hb tertinggi dan Hematokrit tertinggi juga didapatkan pada kelompok etnis Cina.
Dengan menganalisa menggunakan uji statistic Chi-square menunjukkan ada perbedaan yang signifikan rata-rata nilai Hb, PCV tertinggi dan rata-rata nilai trombosit terendah berdasarkan etnis. Oleh karena itu etnis Cina cenderung lebih rentan mengalami gejala lebih berat pada infeksi Dengue. Perbedaan tingkat keparahan itu dapat disebabkan perbedaan respon imun yang berbeda berdasarkan etnis lewat jalur perbedaan genetik dalam pengendalian respon imun.
Penelitian lain yang dilakukan di Kuba menunjukkan juga persentase DBD II dan III pada pasien dewasa sebanyak 81% terjadi pada orang berkulit putih sedangkan pada orang dengan keturunan campuran Kaukasia 13% dan hanya 6% terjadi pada orang berkulit hitam. Kasus kematian ditemukan pada penduduk berkulit putih 77%, penduduk berkulit berwarna 14% dan berkulit hitam 9%. Kondisi ini terjadi karena respon imun spesifik yang lebih kuat dari orang berkulit putih terhadap infeksi virus demam berdarah sehingga terjadi peningkatan sitokin yang besar dan menyebabkan manifestasi klinis menjadi lebih parah.
Data gambaran tentang keparahan infeksi Dengue berdasarkan etnis dapat digunakan sebagai dasar untuk membuat model pencegahan dan penanganan yang efektif dari infeksi dengue di Rumah sakit atau pusat pelayanan kesehaan lainnya. Dengan mempertimbangkan factor risiko etnis pada penderita infeksi virus Dengue itu dokter atau petugas kesehatan dapat memperkirakan kemungkinan risiko menjadi lebih parah berdasarkan gejala klinisnya, penurunan trombositnya, peningkatan PCV nya, sehingga lebih waspada agar penderita DBD dengan etnis yang termasuk risiko tinggi menjadi berat lebih diantisipasi.
Ditulis oleh :Sulistiawati, Suharto, Harianto Notopuro, Abyan Irzaldi, Adikara Pagan Pratama
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
Analysis of Dengue Infection Severity among Ethnics in Surabaya, Indonesia
https://medicopublication.com/index.php/ijphrd/article/view/10025/9390