Perawatan saluran akar merupakan suatu tindakan untuk mempertahankan gigi yang mengalami kematian oleh karena infeksi bakteri atau trauma. Keberhasilan suatu perawatan saluran akar terutama berkaitan dengan proses cleansing dan shaping. Penggunaan bahan kimia selama perawatan saluran akar merupakan suatu keharusan untuk mengeliminasi bakteri yang berkolonisasi dalam tubuli dentin. Beberapa bahan kimia yang umum digunakan dalam prosedur irigasi selama perawatan saluran akar, antara lain sodium hipoklorit (NaOCl), EDTA, dan chlorhexidine gluconate (CHX). NaOCl dengan kemampuan cleansing dan pelarut jaringan yang baik, ketika digunakan bersamaan dengan instrumentasi mekanis dapat menurunkan jumlah infeksi saluran akar sebanyak 40-50%. Suatu penelitian menyebutkan bahwa NaOCl diikuti dengan CHX dinilai paling efektif dalam mendesinfeksi biofilm di dalam saluran akar.
Prosedur kemomekanikal ternyata tidak cukup untuk membunuh bakteri patogen dalam saluran akar. Anatomi saluran akar yang rumit, invasi bakteri yang jauh ke dalam tubulus dentin, dan pembentukan biofilm pada permukaan apikal, membuat eliminasi bakteri pada saluran akar dan lesi periapikal tidak bisa berjalan secara maksimal. Rata-rata lebih dari 30% permukaan saluran akar masih tertutup smear layer (kumpulan debris yang terdiri dari bahan nekrotik dari saluran akar dan bakteri), yang melindungi bakteri di dalam tubuli dentin dari larutan disinfeksi intrakanal, dan medikamen intrakanal memiliki spektrum antibakteri serta kemampuan berdifusi ke dalam tubuli dentin. Oleh karena itu, penggunaan perangkat sonik/ultrasonik menjadi pilihan untuk meningkatkan efektivitas dari bahan irigasi. Melalui getaran ultrasonik dari alat tersebut diharapkan dapat membantu bahan disinfektan untuk berpenetrasi lebih jauh dalam tubuli dentin.
Alternatif lain yang sedang dikembangkan adalah terapi fotodinamik menggunakan sinar laser diode. Proses terapi fotodinamik membutuhkan tiga komponen esensial, yaitu fotosensitiser, sumber sinar, dan oksigen. Photosensitizer adalah molekul yang terlokalisasi pada sel target atau jaringan dan hanya bisa diaktivasi oleh sinar laser. Dalam bidang kedokteran gigi, laser telah banyak digunakan untuk berbagai macam terapi baik dalam pencegahan karies, penanganan infeksi periodontal maupun pada kasus kanker rongga mulut. Penyinaran dengan panjang gelombang dan durasi waktu tertentu dapat menurunkan atau bahkan mematikan sel target. Pada perawatan endodontik, penggunaan laser dapat membantu proses disinfeksi saluran akar yang dikombinasikan dengan agen fotosensitif kimia, yang ketika berikatan dengan mikroorganisme, akan diaktivasi oleh cahaya laser energi rendah untuk membunuh mikroorganisme.
Penelitian yang telah dilakukan ini menggunakan sumber sinar laser diode dengan panjang gelombang 405nm yang disesuaikan dengan potensi penyerapan sinar maksimum oleh ketiga bahan photosensitizer yang digunakan yang berada pada rentang 380-560nm. Laser diode merupakan salah satu jenis laser yang memiliki efek bakterisidal yang cukup baik dan memiliki efek sterilisasi yang mirip dengan laser Nd:YAG, namun dengan kedalaman penetrasi yang lebih rendah, yang dapat menurunkan risiko kenaikan suhu. Photosensitizer berbahan alami diklaim memiliki potensi dan fungsi yang hampir sama, bahkan lebih baik dibandingkan agen fotodinamik kimia sintesis. Selain itu, pertimbangan dalam memilih photosensitizer alami adalah keamanan, karena bahan-bahan tersebut tidak toksik, dan aman dikonsumsi sehingga produk dari proses pemecahannya pun aman dan ramah lingkungan. Beberapa bahan alami yang digunakan sebagai photosensitizer dalam terapi fotodinamik, antara lain curcumin (kunyit), chlorophyll, dan riboflavin.
Penelitian ini menggunakan biofilm monospesies yang mengandung bakteri Enterococcus faecalis. Enterococcus faecalis dipilih karena sejumlah penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa bakteri ini berhubungan dengan infeksi sekunder pada perawatan saluran akar yang mengalami kegagalan. Prevalensinya meningkat pada sampel saliva pasien yang sedang menjalani perawatan endodontik awal, selama perawatan, dan perawatan ulang (retreatment) dibandingkan pasien tanpa riwayat endodontik. Enterococcus faecalis merupakan bakteri anaerobik Gram positif dengan dengan faktor virulensi antara lain enzim litik (gelatinase dan hyaluronidase), substansi agregasi, feromon, asam lipoteikoik, dan toksin cytolisin yang membuat bakteri ini sulit dieliminasi.
Penelitian membuktikan curcumin yang diaktivasi sinar laser diode 405 nm memberikan efek superior sebagai antibiofilm, bahkan lebih baik dalam membunuh bakteri dalam saluran akar, termasuk Enterococcus faecalis, dibandingkan dengan NaOCl yang juga diaktivasi sinar. Hasilnya ketika dilakukan penyinaran dengan fotosensitizer curcumin, terlihat penurunan viabilitas sel dan Optical Density biofilm yang signifikan jika dibandingkan dengan pemberian curcumin atau penyinaran dengan laser saja. Lama penyinaran yang digunakan adalah 60 detik dan 90 detik. Hasil dari penelitian ini laser dengan fotosensitiser curcumin dan waktu penyinaran 90 detik mempunyai kemampuan mendegradasi biofilm dibandingkan fotosensitiser klorofil dan riboflavin. Sedangkan konsentrasi dari ketiga photosensitizer yang digunakan pada penelitian ini tidak sama. Hal ini berdasarkan pada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa masing-masing bahan memiliki konsentrasi efektif tertentu terhadap Enterococcus faecalis. Curcumin memiliki aktivitas antibakterial maksimum pada konsentrasi 2,5mg/ml ketika dilarutkan dalam larutan polyethylene glycol (PEG) 5% dan dipertahankan dalam pH 6.
Penulis: Riski Setyo Avianti, Sri Kunarti and Ari Subiyanto
Link jurnal: https://e-journal.unair.ac.id/MKG/article/view/18177/10906