Infeksi ricketsia (rickettsioses) terjadi di seluruh dunia dan dikaitkan dengan pasien yang telah digigit oleh ektoparasit seperti kutu, tungau, kutu, atau kutu. Rickettsioses manusia disebabkan oleh beberapa genus bakteri termasuk Rickettsiaspesies, Orientia tsutsugamushi dan Orientia chuto, spesies Anaplasma, Ehrlichiaspesies, dan Neoehrlichiaspesies.Genus Rickettsia biasanya dibagi menjadi kelompok demam berbintik (the spotted fever group; SFG), di mana pasien dengan gejala demam dan bintik-bintik, dan kelompok tifus (the typhus group ; TG).SFG terdiri dari banyak spesies, sekitar 20 di antaranya dapat menyebabkan infeksi manusia. Spesies yang berbeda terjadi di berbagai belahan dunia secara geografis: misalnya, demam berbintik Mediterania yang disebabkan oleh Rickettsia conorii dan Queensland tick typhus yang disebabkan oleh Rickettsia australis. SFG terutama ditransmisikan oleh kutu(tick). TG terdiri dari dua spesies: Rickettsia prowazekiiyang ditularkan lewat kutu tubuh manusia, dan Rickettsia typhi (murine typhus) yangyang ditularkan lewat kutu hewan pengerat (misalnya: tikus).
Laporan infeksi rickettsial manusia di Indonesia terbatas. Penelitian ini berusaha untuk meneliti epidemiologi rickettsiosespada manusia di antara pasien yang dirawat di rumah sakit dengan demam di delapan rumah sakit tersier di Indonesia.Rickettsioses adalah penyakit yang ditularkan melalui arthropoda (arthropod-borne zoonosis) yang disebabkan oleh bakteri intraseluler obligat dari genus Rickettsia atau Orientia. Termasuk dalam penyakit ini adalah tifus murine, demam berbintik, dan kelompok tifus scrub. Mamalia kecil berfungsi sebagai reservoir dan arthropoda (berbagai kutudan tungau) sebagai vektor. Manusia adalah pejamu insidental untuk banyak kuman rickettsiae.
Kejadian rickettsioses pada manusia di Indonesia tidak diketahui dengan baik. Laporan terbatas pada masa lampau telah menemukan murine typhus pada beberapa wisatawan yang kembali dari Indonesia. Pada tahun 2004, lebih dari 450 kasus terkait perjalanan dilaporkan di seluruh dunia; proporsi yang signifikan adalah R. typhi dari daerah tropis dan subtropis, R. conorii dari Asia Selatan, dan O. tsutsugamushi dari Asia-Pasifik. Sebuah studi surveilans aktif terhadap anak-anak di Asia menunjukkan bahwa 7,6% kasus di Indonesia disebabkan oleh Rickettsia. Studi demam lainnya mengungkapkan prevalensi murine tifus, demam berbintik, dan tifus scrub di Papua Timur Laut menjadi sekitar 1-5%, sedangkan prevalensi tifus murine di Jawa Tengah adalah 7%.
Penelitian ini mendapatkan data dari darah akut dan konvalesen dari 975 pasien non-demam berdarah yang dirawat di rumah sakit dan diuji untuk IgM dan IgG Rickettsia dengan tes ELISA. Subyek penelitian merupakan bagian dari kohort observasional INA-RESPOND yang dikoordinasi oleh Balitbangkes Kementrian Kesehatan.Rickettsioses dapat ditemukan di Surabaya, Semarang, Bandung, Jakarta, dan Bali, baik pada anak-anak maupun orang dewasa. Hal ini menunjukkan bahwa kejadian infeksi ricketsia di Indonesia memang ada, namun keterbatasan fasilitas laboratorium diagnostik untuk ricketsiosis menyebabkan penyakit menular ini jarang terungkap. Seluruh kasus infeksi ricketsia di Indonesia terungkap dari kegiatan riset.
Hasil studi menunjukkan data: R. typhi 30,8%, R. rickettsii 5,7%, dan antibodi O. tsutsugamushi 3,8%. Pada 103 dari 975 (10,6%) pasien non-demam berdarah yang didiagnosis dengan infeksi rickettsial akut, menunjukkan gejala termasuk mual (72%), sakit kepala (69%), muntah (43%), kelesuan (33%), anoreksia (32%), arthralgia (30%), myalgia (28%), menggigil (28%), nyeri epigastrika (28%), dan ruam (17%). Rickettsia diidentifikasi sebagai etiologi penyakit demam pada 103 dari 975 (10,6%). Tak satu pun dari pasien ini didiagnosis dengan Rickettsia pada presentasi klinis.Kesimpulan penelitian kami menunjukkan pentingnya memasukkan rickettsioses dalam diagnosis diferensial untuk demam pada pasien yang dirawat di rumah sakit, mengembangkan kapasitas laboratorium dan titik tes perawatan untuk mendiagnosis rickettsioses dengan cepat dan akurat, dan menerapkan kebijakan publik untuk mengurangi beban penyakit. Studi lebih lanjut harus dilakukan untuk lebih mencirikan epidemiologi rickettsioses di Indonesia dan mengevaluasi hasil ketika terapi empirik dan ditargetkan yang tepat disediakan. Hasil studi ini mengkonfirmasi bahwa infeksi rickettsial adalah penting, dan sering diabaikan, sebagai penyebab demam pada pasien yang dirawat di rumah sakit di Indonesia.
Penulis: Dr. dr. Musofa Rusli, SpPD, FINASIM
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:
Lokida, D., Hadi, U., Lau, CY., Kosasih, H., Liang, CJ., Rusli, M., et al. Underdiagnoses of Rickettsia in patients hospitalized with acute fever in Indonesia: observational study results. BMC Infect Dis 20, 364 (2020).
https://doi.org/10.1186/s12879-020-05057-9
ORCID ID: https://orcid.org/0000-0002-4834-2259
Web of Science ResearcherID badge: <span id=”badgeCont361″><script type=”text/javascript” src=”https://publons.com/mashlets?el=badgeCont361&rid=ABC-3885-2020″></script></span>