Kurang darah atau anemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pasien Penyakit Ginjal Kronis (PGK). Dewasa ini jumlah penderita PGK semakin meningkat. Berdasarkan glomerular filtration rate (GFR) atau laju rata rata penyaringan darah di glomerulus ginjal per menit, PGK dibagi menjadi 5 stadium yaitu stadium 1 sampai 5. Pada PGK stadium 5, yaitu pada saat GFR semakin rendah, dibutuhkan terapi pengganti ginjal, bias transplantasi ginjal atau dialisis peritoneal atau hemodialisis rutin berkesinambungan yang sering disebut orang awam dengan cuci darah.
Anemia pada pasien PGK pradialisis ikut meningkatkan angka kesakitan dan kematian khususnya yang berkaitan dengan penyakit jantung dan stroke, serta meningkatkan kebutuhan rawat tinggal dan lamanya perawatan di rumah sakit. Anemia pada PGK disebabkan oleh berbagai factor seperti produksi hormone eritropoietin di ginjal yang berkurang, kekurangan zat besi yang kita kenal sebagai anemia defisiensi besi (ADB) absolute atau fungsional, kekurangan nutrient seperti vitamin B12 dan asam folat, umur sel darah merah yang memendek, serta peradangan atau inflamasi dan infeksi. Pada PGK terjadi berbagai kondisi yang menyebabkan tubuh pasien cenderung mengalami peradangan atau inflamasi yang berlangsung lama atau kronis dan secara terus menerus. Inflamasi yang terjadi pada PGK dapat diakibatkan antara lain oleh karena penurunan fungsi ginjal menyebabkan pembuangan sitokin (protein yang dihasilkan sistim kekebalan tubuh dan beberapa diantaranya berperan dalam peradangan) dari tubuh menurun, stress oksidatif (tubuh tidak mampu menetralisir jumlah radikal bebas sehingga intensitas proses oksidasi sel tinggi dan menimbulkan kerusakan), pengaruh asam urat dan asidosis metabolik (banyak asam didalam tubuh).
C-reactive protein (CRP) yaitu reaktan fase akut yang kadarnya dalam plasma tinggi pada berbagai infeksi dilaporkan meningkat pada PGK non dialisis oleh karena beberapa factor seperti adanya diabetes mellitus, infeksi akut, obesitas, dan penyakit rematik. Inflamasi atau infeksi yang terjadi akan merangsang pelepasan hormone hepsidin dari liver, yang pada akhirnya menyebabkan disregulasi keseimbangan besi. Hepsidin akan menghambat penyerapan besi yang berasal dari makanan di usus, menghambat pelepasan besi dari tempat penyimpanannya (liver, dan sistim retikulo endothelial termasuk sel makrofag) yang pada akhirnya berakibat pada rendahnya besi di sirkulasi darah sehingga pembentukan sel darah merah di sumsum tulang berkurang.
Anemia pada pasien dewasa usia diatas 15 tahun ditegakkan bila kadar Hb < 13 g/dl pada laki-laki atau Hb < 12 g/dl pada perempuan. Parameter yang biasa digunakan untuk mengetahui status besi di sirkulasi darah adalah dengan melakukan pemeriksaan serum iron (SI), total iron binding capacity (TIBC), dan menghitung saturasi transferin (ST), melalui rumus SI dibagi TIBC dikalikan 100%. Serum iron untuk menentukan jumlah besi yang terikat pada tranferin (protein yang bertugas mengikat besi yang beredar dalam sirkulasi darah), TIBC untuk mengetahui jumlah transferin yang berada dalam sirkulasi darah dan ST menggambarkan suplai besi ke sumsum tulang untuk pembentukan sel darah merah dan Hb. Hepsidin mempunyai dampak yang besar terhadap terjadinya anemia pada PGK terkait dengan inflamasi/infeksi, tetapi tidak digunakan untuk pemeriksaan rutin oleh karena kendala ketersediaan bahan dan harga. Bagaimana hubungan antara parameter ketersediaan besi di sirkulasi dengan hepsidin pada pasien PGK yang belum menjalani hemodialisis?
Hasil studi menunjukkan komplikasi anemia sudah didapatkan pada pasien PGK stadium 3 di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSUD Dr. Soetomo. Berdasarkan parameter ketersediaan besi di sirkulasi didapatkan saturasi transferin dalam rentang normal. Kadar hepsidin melebihi rentang normal dan peningkatan ini sesuai dengan progresifitas stadium PGK. Hubungan antara TIBC dengan hepsidin menunjukkan bahwa semakin rendah kadar TIBC, semakin tinggi kadar hepsidin serum. Evaluasi anemia dan parameter status besi perlu dilakukan secara berkala pada pasien PGK, mulai stadium 3, agar pasien bias mendapatkan tatalaksana anemia sesuai dengan penyebab yang mendasari.
Penulis: dr. Nunuk Mardiana, SpPD, KGH
Informasi detail mengenai studi ini dapat dilihat pada tulisan di :
Nunuk Mardiana, Decsa Medica Hertanto. Relationship between serum iron, total iron binding capacity, transferrin saturation and hepcidin in patients with stage 3-5 non dialysis chronic kidney disease. The New Armenian Medical Journal vol 13 (2019) , No 4. P 95-99.
https://www.ysmu.am/website/documentation/files/ecbd8db1.pdf