Insiden mucositis pada anak dengan leukemia limfoblastik akut (LLA) yang menerima kemoterapi dengan metrotreksat dosis tinggi sering terjadi, sekitar 80 – 100% pasien anak mengalaminya, 25 – 45%diantaranya mengalami mukositis oral berat (stadium 3 atau 4). Hal ini merupakan proses reaktif dari interaksi antara kerusakan lingkungan rongga mulut, supresi sumsum tulang, infeksi dan efek samping kemoterapi. Pemberian glutamin pada pasien masih menunjukkan hasil yang kontradiktif, dan belum menemukan bukti ilmiah yang konkrit. Dalam menekan insiden mucositis, glutamin berperan mempercepat pembelahan leukosit beserta makrofag dalam sistem imun, merangsang sintesis heksosamin sebagai bahan pembentuk musin yang melapisi mukosa dan sebagai barier dalam mencegah translokasi bakteri. Selain itu glutamin merupakan bahan bakar sistem imun yang merangsang IgA yang memproduksi sel plasma melalui IL-4 dan IL-10 yang mehasilkan IgA dan bila berkaitan dengan komponen sekretori maka menjadi sIgA. Dengan pemberian suplementasi glutamin, sistem imun pada mukosa mulut diharapkan meningkat sehingga mencegah terjadinya translokasi bakteri, SIRS dan sepsis.
Penelitian di RSUD Dr. Soetomo melibatkan 48 anak yang menderita ALL dan menerima kemoterapi fase konsolidasi dengan metrotreksat dosis tinggi, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok perlakuan diberikan glutamin 400 mg/kg/hariselama 14 hari dan kelompok kontrol menerima placebo atau kapsul kosong menunjukkan hasil yang sangat memuaskan. Kelompok penerima glutamin sehari sebelum memulai kemoterapi hampir tidak mengalami mucositis oral, hanya satu subjek yang mengalami mucositis oral stadium 2 (OR=0.026, 95% CI). Sedangkan pada kelompok kontrol 15 orang (62.5%) mengalami mucositis dengan derajat yang berbeda-beda (stadium 1-4, paling banyak mengalami mucositis stadium 3 menurut WHO’s Oral Toxicty Scale).
Hal yang lebih mengejutkan lagi, kejadian mucositis pada pasien anak dengan LLA ikut meningkatkan biaya perawatan rumah sakit dan memperlama rawat inap. Pada pasien yang menerima glutamin secara oral memiliki lama rawat inap lebih pendek daripada pasien yang menerima placebo (7.67 hari + 0.59 SD vs. 12 hari + 2.57 SD), sehingga biaya perawatan yang harus dikeluarkan orang tua juga lebih besar hampir 2 kali lipat (Rp. 4.709.828,- + SD 9,049 vs. Rp. 9.336.405 + SD 2,517).
Mukositis terbentuk bertahap. Diketahui terdapat 5 fase: (a) fase inisiasi dimana kemoterapi berperan sebagai radikal bebas dapat merusak DNA. (b) Fase message generationdimana aktivasi faktor transkripsi (NFkB) yang mengatur jumlah proinflamatory cytokine/interleukin 1 beta (IL–1b) dan tumor necrosis factor-alpha (TNF-α). Sitokin IL-1b berperan untuk inflamasi dan dilatasi pembuluh darah sehingga kemungkinan besar dapat menambah konsentrasi kemoterapi pada daerah tersebut, dan TNF-αmenyebabkan kerusakan jaringan. (c) Fase signaling dan amplificationdimana TNF-α mengaktifkan NFkB, mitogenactivated protein kinase (MAPK), dan sphyngomyelinase pathways yang memperbesar kerusakan sel dan jaringan sehingga menyebabkan eritema dan atropi epitelial 4-5 hari setelah tahap awal kemoterapi. Trauma kecil dari aktivitas sehari-hari seperti menelan dan mengunyah dapat menyebabkan terjadinya ulserasi. (d) Fase ulserasi/bakteriologi apabila terjadi neutropenia diduga terjadi kolonisasi bakteri pada ulkus sehingga di dalam jaringan mukosa banyak mengandung endotoksin dan selanjutnya terjadi pelepasan IL-1 dan TNF-α. (e) Fase penyembuhan dimana terjadi reepitelisasi pada ulkus.
Glutamin diduga menjadi bahan bakar oksidatif utama dari epitel saluran cerna dan membantu menjaga integritas struktur usus saat kondisi normal dan kondisi stress, sehingga glutamin sangat bermanfaat mencegah mukositis pada pasien yang beresiko mengalami mucositis. Secara biologis glutamin disediakan oleh otot rangka selama kondisi hiperkatabolik seperti kanker. Hal ini menyebabkan glutamin mengalami deplesi secara berlebihan. Pada kondisi terdeplesi, sintesis glutamin tidak dapat menggantikan jumlah glutamin yang hilang, sehingga glutamin menjadi asam amino esensial.
Methotreksat (MTX)menyebabkan kerusakan pada bentuk kripta, menyebabkkan kerusakan vili epitel akibat atrofi, degenerasi dan pemendekan ukuran villus, dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di lamina propria.Studi hewan pada tikus coba dengan terapi MTX yang menerima glutamin oral menunjukkan glutamin dapat melemahkan efek inhibisi dari Toll-like Receptor-4 (TLR-4) dan memperbaiki kerusakan akibat MTX. MTX secara histopatologi menyebabkan kerusakan saluran pencernaan secara signifikan menurunkan berat usus (bowel weight) pada jejunum dan ileum, serta berat mukosa di jejunum, dan ileum. Pemberian glutamin oral pada tikus coba menunjukkan peningkatan dan perbaikan yang signifikan dalam berat usus ileum dan jejunum. Berat mukosa juga meningkat pada ileum. Kadar protein ileum juga meningkat.
Biaya perawatan pasien yang menerima Glutamin mengalami penurunan secara signifikan, karena pasien yang mengalami mukositis membutuhkan perawatan suportif seperti total parenteral nutrition, penggantian cairan, dan profilaksis melawan infeksi. Oral mukositismerupakan toksisitas yang signifikan dan membatasi dosis terapi kanker, dengan implikasi klinis dan ekonomi. Hal ini sejalan dengan penelitian.yang menunjukkan bahwa mukositis mempengaruhi biaya rawat inap bagi pasien, termasuk biaya visite dokter, biaya ahli gizi dan biaya terapi pengurangan rasa sakit.
Penulis: Nur Aisiyah Widjaja
Link Jurnal: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7573404/