Tingginya sisa makanan pasien rawat inap di rumah sakit menjadi problem yang kerap kali sulit untuk ditangani. Hal ini berpotensi menambah jumlah hari rawat inap pasien dan membuat pelayanan rawat inap yang dijalani pasien tidak efisien. Makanan yang disediakan untuk pasien telah dihitung nilai gizinya sehingga sangat baik untuk memulihkan kondisi pasien dari sakitnya jika makanan tersebut dikonsumsi seluruhnya dan tidak meninggalkan sisa. Kebutuhan gizi merupakan salah satu faktor yang penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan dalam menyusun menu pasien karena orang sakit kebutuhan gizinya akan meningkat. Tetapi pada kenyataannya masih banyak pasien yang menyisakan makanannya ketika dirawat di rumah sakit, sehingga hal ini menjadi evaluasi bersama antara manajemen rumah sakit, unit gizi dan unit lain yang terakit untuk menyelesaikan kendala banyaknya sisa makanan pada pasien rawat inap.
Sisa makanan merupakan selisih antara volume makanan saat disajikan dengan makanan yang tidak dimakan oleh pasien. Makanan disajikan berdasarkan kelas perawatan, jenis makanan dan waktu makan. Sisa makanan dapat dikatakan banyak atau tinggi jika terdapat sisa >20% di piring pasien dan dikatakan rendah jika sebaliknya. Dampak dari sisa makanan yang tinggi bagi pasien adalah meningkatkan risiko malnutrisi pasien, bertambah lamanya hari rawat, penurunan daya tahan tubuh pasien sehingga pasien memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh.
Pelayanan rumah sakit yang baik dan bermutu pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan para pemakai jasa pelayanan kesehatan (healthneeds and demands) yang apabila itu berhasil dipenuhi akan dapat menimbulkan rasa puas (client satisfaction) pada pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Mutu pelayanan kesehatan merupakan indicator pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri setiap pasien. Makin sempurna kepuasan tersebut, makin baik pula mutu pelayanan kesehatan.
Telaah mengenai sisa makanan (plate waste) dilakukan dengan Theory of Constraints (TOC) atau teori kendala. Teori kendala merupakan sebuah filosofi manajemen sebagai suatu pendekatan ke arah peningkatan proses yang berfokus pada elemen yang dibatasi untuk meningkatkan output. Hal ini berdasarkan fakta bahwa sering terdapat satu aspek dalam sistem yang membatasi kemampuannya untuk mencapai lebih banyak tujuannya. Usaha yang berfokus pada masalah dapat meningkatkan atau memaksimalkan kembali inisiatif dan inovasi yang ada. Agar sistem tersebut mencapai kemajuan yang signifikan, hambatannya perlu untuk
diidentifikasi dan keseluruhan sistem perlu untuk diatur kembali.
Tingginya sisa makanan tidak terlepas dari faktor menu makanan yang diamati. Menu yang diamati adalah menu pada kelas rawat inap, berdasarkan pemberiannya dibedakan menjadi menu standar dan menu diet, sedangkan berdasarkan waktu pemberian makanan dibagi berdasarkan waktu sarapan, makan siang dan makan malam. Komponen menu yang diamati juga terdiri dari makanan pokok seperti nasi; lauk hewani seperti ikan, ayam, telur dan daging sapi; lauk nabati yang terdiri dari tahu dan tempe; sayuran serta buah-buahan. Berdasarkan pengamatan menu diet lebih banyak menghasilkan sisa makanan dibandingkan menu standar, selain itu pada waktu penyajian sarapan juga menghasilkan sisa makanan yang lebih banyak dibandingkan penyajian ketika makan siang atau makan malam. Sebagai tambahan, komponen menu makanan pokok yang menghasilkan sisa makanan terdapat pada menu bubur karena rasa bubur yang belum sesuai ekspektasi pasien. Pada komponen lauk hewani, lauk ikan menghasilkan sisa makanan paling banyak. Sementara itu pada komponen menu lauk nabati, lauk tahu mempunyai kontribusi dalam menyumbang sisa makanan paling banyak. Sedangkan pada komponen menu sayuran, sayur yang dimasak dengan cara ditumis dan tidak berkuah menjadi menu yang paling banyak disisakan.
Setelah dilakukan FGD (Focus Group Discussion) ditemukan bahwa penyebab munculnya kendala karena SOP (Standar Operasional Prosedur) yang dimiliki oleh unit gizi belum secara rutin dievaluasi untuk pelaksanaannya, terutama SOP terkait pengendalian kualitas. Ini menyebabkan rasa makanan tidak sesuai dengan harapan responden, aroma amis yang masih ada, serta kurangnya rasa dan variasi menu pada makanan menjadi penyebab utama kendala banyaknya sisa makanan yang ada. Kemudian perlunya tambahan beberapa SOP yang tidak lengkap dan perlunya untuk dibuatkan SOP yang mengatur pelayanan nutrisi pasien. Pemecahan masalah tersebut juga menjadi parameter guna mencapai standar mutu pelayanan unit gizi. Solusi yang dapat direkomendasikan meliputi review ulang kebijakan administrasi pangan yang terkait dengan perencanaan menu, pengolahan, dan penyajian pangan, yang semuanya harus tertuang dalam SOP yang masih relevan dengan kondisi saat ini. Sehingga diharapkan perbaikan pelayanan gizi rumah sakit meningkat dan tidak ada lagi pasien yang menyisakan makanannya serta dapat meningkatkan efisiensi pelayanan kepada pasien dan waktu pemulihan pasien.
Penulis: Thinni Nurul Rochmah
Informasi detail dari artikel ini dapat diakses pada laman berikut: https://e-journal.unair.ac.id/AMNT/article/view/21051
(Improving Nutrition Services to Reduce Plate Waste in Patient Hospitalized Based on Theory of Constraint)