UNAIR NEWS – Ikan monomorfik adalah spesies ikan yang secara fisik tidak dapat atau tidak mudah dibedakan antara jantan dan betina. Hal tersebut dapat menjadi kendala ketikaakan menetapkan jumlah jantan dan betina saat memijahkan ikan sesuai dengan rasio yang diinginkan. Pengukuran vitellogenin dan aktivitas hormon testoteron serta estradiol adalah salah satu cara untuk menentukan jenis kelamin ikan monomorfik.
Dalam kuliah tamu yang diadakan oleh Program Studi Akuakultur PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi pada Senin (12/12), menghadirkan Ahmad Musa, S.Si., M.Si. Peneliti Akuakultur dan Protein Immunoassay Balai Riset Budidaya Ikan Hias Kementrian Perikanan dan Kelautan RI tersebut mengungkapkan, vitellogenin dapat dijadikan penentu jenis kelamin karena hanya spesifik ada pada ikan betina.
“Selain sebagai identifikaasi tingkat kematangan gonad, vitellogenin yang merupakan prekursor dari kuning telur ikan betina juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kelamin ikan monomorfik,” ungkap Musa dalam kuliah onlinemelalui platform zoom tersebut.
Musa menjelaskan bahwa Immunoassay yang merupakan metode biokimia yang digunakan untuk deteksi dan uji zat melalui proses serologis (immunologi) dapat digunakan untuk mendeteksi vitellogeninin yang secara umum meliputi proses stimulasi, deteksi, purifikasi dan produksi antigen dan antibodi.
“Langkah awal dalam uji immunoassay adalah menstimulasi antigen yang kemudian dideteksi untuk dimurnikan dan diukur konsentrasinya menggunakan nanospektrofotometri dan untuk imunisasikan kepada objek,” paparnya. “Setelah itu, sambungnya, kita akan lakukan deteksi dengan AGTP dan uji kualitatif dan kuantitatif antibodi yang diproduksi sebagai respon adanya antigen sehingga dapat dimurnikan dan diproduksi massal,” imbuhnya.
Dalam kasus uji vitellogenin menggunakan immunoassay, sambungnya, langkah awal yang harus dilakukan adalah menstimulasi vitellogenin menggunakan hormon estradiol untuk selanjutnya dilakukan karakterisasi menggunakan metode SDS-PAGE pada darah sampel. Dimana nanti hasil deteksi akan dimurnikan sehingga mendapatkan protein vitellogenin murni.
“Setelah itu, vitellogenin murni tersebut akan kita imunisasikan kepada ikan dan ikan akan merespon dengan produksi anti-vitellogenin, dimana antivitellogenin ini yang akan diproduksi massal untuk kita gunakan sebagai indikator dalam menentukan kelamin ikan pada spesies yang sama,” ujarnya.
Pada akhir, Musa juga menjelaskan bahwa anti-vitellogenin yang dikombinasikan dengan bakteri Staphylococcus aureusakan membentuk suatu gumpalan yang mengerat apabila direaksikan dengan vitellogenin ikan yang sama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel adalah ikan betina karena menghasilkan vitellogenin.
Selain itu, tandasnya, untuk mengolah sampel hingga didapatkan anti-vitellogenin murni memerlukan waktu yang lama. Sehingga ia berharap adanya kontribusi dari Universitas yang memiliki SDM yang cukup banyak turut melakukan penelitian.
“Ke depan, kami berharap Universitas dapat melakukan penelitian guna mendapatkan inventarisasi Vitellogenin berbagai spesies ikan monomorfik sehingga produksi anti-vitellogenin dapat dilakukan untuk memecahkan problem akibat monoformisme ini,” pungkasnya.
Penulis: Ivan Syahrial
Editor: Nuri Hermawan