Demam Berdarah Dengue atau yang biasa dikenal dengan penyakit DBD merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus Dengue (DENV), melalui perantara nyamuk Aedes. Penyakit ini pertama kali ditemui di Indonesia pada tahun 1968 dan secara hampir bersamaan dijumpai di dua kota besar sekaligus, yaitu Surabaya dan Jakarta. Terdapat empat jenis virus dengue yang beredar di Indonesia, yaitu serotipe-1 (DENV-1), -2 (DENV-2), -3 (DENV-3), dan -4 (DENV-4). Masing-masing serotipe memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga apabila masuk ke suatu daerah yang belum pernah terjangkit sebelumnya, virus akan sangat mungkin menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan terjadinya wabah. Infeksi virus dengue oleh karena DENV-4 merupakan jenis yang paling sedikit di laporkan di Indonesia dalam lima dekade terakhir.
Angka kejadian infeksi dengue di Jember sejatinya dilaporkan lebih rendah jika dibandingkan dengan data Nasional dan data kejadian dengue di wilayah Jawa Timur lainnya. Namun, adanya peningkatan insiden infeksi dengue pada awal tahun 2020 dapat menjadi alasan kuat pentingnya dilakukan studi surveilans molekuler demam berdarah. Rekam jejak mengenai epidemiologi molekuler demam berdarah di Jember juga masih sangat minimal, sehingga pemantauan dan analisis kasus perlu dikembangkan untuk pertimbangan kebijakan pengendalian demam berdarah selanjutnya.
Penelitian ini dilakukan dalam rentang waktu 11 bulan (Mei 2019-Maret 2020), pada 191 pasien demam dengan gejala klinis menyerupai infeksi dengue berdasarkan pedoman diagnosis Dengue WHO-SEARO 2011. Pengambilan subyek penelitian dilakukan di enam pusat layanan kesehatan di Kota Jember, Jawa Timur, yaitu Rumah Sakit Jember Klinik, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soebandi, Rumah Sakit Citra Husada, Klinik Dr. M. Suherman, Klinik Dokterku Taman Gading, dan Puskesmas Sumbersari. Setiap pasien dengan gejala demam dan memenuhi kriteria inklusi akan dilakukan pengambilan sampel darah vena sebanyak 3-5 mL, kemudian diproses menjadi plasma melalui proses sentrifuge dan dilakukan beberapa analisis seperti pemeriksaan darah lengkap/Complete Blood Count (CBC), pemeriksaan antigen (NS1), pemeriksaan serologi anti-dengue (IgM dan IgG), analisis molekuler melalui PCR, isolasi DENV melalui kultur sel, serta analisis genotip dan filogenetik.
Hasil studi pada 191 sampel menemukan bahwa kelompok demografi terbanyak berada pada rentang usia anak, yaitu 27,2% pada kelompok usia 0-10 tahun, 25,7% pada kelompok usia 11-20 tahun, dan 23% pada kelompok usia 21-30 tahun. Sebagian besar kasus datang ke pusat layanan kesehatan dengan keluhan demam disertai beberapa gejala lain, seperti nyeri kepala (83,2%), nyeri otot (52,4%), dan muntah (41,9%). Sedangkan, keluhan demam disertai gejala perdarahan hanya dijumpai pada sebagian kasus, yaitu 14,1 persen.
Hasil analisis menggunakan pemeriksaan pada 191 sampel menemukan bahwa 17 sampel (8,9%) probable dengue berdasarkan pemeriksaan seorlogi IgM/IgG dan 62 sampel (32,5%) confirmed dengue berdasarkan pemeriksaan antigen (NS1) dan/atau RT-PCR. Pada penelitian ini didapatkan 25 sampel (40,3%) positif dengue melalui metode pemeriksaan antigen (NS1) dan RT-PCR, 36 sampel (58,1%) positif melalui metode pemeriksaan RT-PCR, dan 1 sampel (1,6%) positif melalui metode pemeriksaan antigen (NS1).
Analisis serotipe pada sampel positif DENV di Jember menunjukkan bahwa terdapat keempat serotipe dengue, yaitu DENV-1, -2. -3, dan -4. Hal menarik dalam studi ini adalah adanya dominasi dari DENV-4 yang merupakan serotipe paling jarang dijumpai di Indonesia dalam lima dekade terakhir. Kemudian, disusul DENV-3, -1, dan -2. Meskipun terdapat laporan bahwa DENV-4 juga tersebar di Asia Timur dan Asia Tenggara, data epidemiologi molekuler di Indonesia sebelumnya hanya menyebutkan bahwa wabah di Indonesia didominasi oleh DENV-1 hingga DENV-3.
Dominasi infeksi DENV-4 di Jember kemungkinan berkaitan dengan beberapa hal, diantaranya serotipe ini kemungkinan bawaan dari daerah lain di Indonesia mengingat Jember merupakan kota terbesar ketiga di Jawa Timur dengan arus mobilisasi penduduk yang cukup tinggi, rendahnya kekebalan kelompok terhadap infeksi dengue yang ditandai dengan dominasi jumlah kasus infeksi primer (73,1%), atau akibat adanya pergeseran serotipe seperti yang terjadi di Surabaya yang merupakan kota endemis terdekat dengan Jember.
Adanya temuan sebaran keempat serotipe DENV di Jember dalam penelitian ini dapat menjadi pertimbangan kemungkinan munculnya ancaman terulangnya wabah akibat pergeseran serotipe dengan manifestasi yang mungkin akan lebih berat oleh karena jenis serotipe DENV-4 yang mendominasi pada periode ini adalah jenis yang lebih jinak. Hal lain yang mungkin patut dipertimbangkan adalah temuan infeksi oleh DENV-3 dalam studi ini didominasi oleh infeksi primer sehingga apabila ada re-infkesi serotipe lainnya dapat bermanifestasi lebih berat terkait dengan teori mekanisme Antibody-dependent Enhancement (ADE).
Pada sampel dengan hasil negatif DENV dalam penelitian ini juga dilakukan analisis infeksi arbovirus lainnya, seperti Chikungunya dan Zika. Namun, dalam penelitian ini tidak didapatkan adanya infeksi keduanya. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan rendahnya prevalensi infeksi Chikungunya dan Zika di Indonesia. Namun, pada 18,9% sampel penelitian ini juga didapatkan positif demam tifoid, dengan beberapa diantaranya juga terinfeksi dengue secara bersamaan.
Hasil analisis dalam penelitian ini menyimpulkan data komprehensif pertama mengenai infeksi dengue di Jember, Jawa Timur. Dalam studi ini menyoroti adanya hubungan antara peningkatan kasus infeksi dengue dengan infeksi primer dan gejala klinis yang lebih ringan. Adanya kelanjutan surveilans dengue sangat penting dilakukan untuk dapat melengkapi data di Jember dan daerah lain untuk tujuan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi wabah di masa depan.
Penulis: Aryati
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.mdpi.com/1999-4915/12/9/913