Gigi tiruan lengkap berfungsi untuk menggantikan gigi yang hilang pada rahang tidak bergigi untuk mengembalikan fungsi estetika, pengunyahan, dan kemampuan bicara. Kondisi rahang yang mengalami atrofi dapat berpengaruh pada hasil dari perawatan gigi tiruan. Atrofi berasal dari adanya resorpsi pada rahang yang tidak bergigi. Resorpsi tulang ini merupakan proses biofisik yang kompleks dan sering terjadi setelah pencabutan gigi. Resorpsi tulang yang ekstrim dari rahang bawah dan rahang atas dapat menghasilkan gigi tiruan yang bisa menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan pasien.
Salah satu bentuk rahang yang kurang baik karena proses resorpsi adalah knife-edge ridge yang berbentuk meruncing. Bentukan rahang ini terjadi karena tulang mengalami resorpsi yang cepat dari arah luar dan dalam sehingga berbentuk tajam dan merupakan masalah yang sering terjadi pada penderita edentulous. Pengaruh dari bentuk rahang ini dapat menjadi penyebab timbulnya nyeri ketika diberikan gigi tiruan, terutama pada saat melakukan gerakan pengunyahan. Ketika knife-edge ridge diberi beban maka gusi yang ada akan terjepit di antara gigi tiruan dan tulang, yang kemudian akan menimbulkan nyeri.
Nyeri dapat diartikan sebagai pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan yang sedang terjadi atau akan terjadi. Harus diketahui bahwa nyeri bukan hanya sensasi fisik, tetapi ada juga pengalaman emosional. Ada empat proses utama dalam proses nyeri, yaitu; transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi, transmisi, dan modulasi adalah proses saraf, yang bersifat objektif. Sedangkan persepsi termasuk dalam kesadaran akan rasa sakit dan bersifat subjektif.
Perawatan gigi tiruan lengkap pada pasien dengan tipe ridge pisau dapat menyebabkan mukosa terjepit di antara dasar gigi tiruan dan tulang yang meruncing di bawahnya. Kondisi tersebut menyebabkan rangsangan berbahaya yang memicu nyeri nosiseptif. Stimulasi nyeri nosiseptif dimulai dengan proses transduksi dimana jaringan yang rusak menyebabkan pelepasan zat yang merangsang nosiseptor. Jaringan yang terluka kemudian melepaskan berbagai zat kimia, termasuk substansi P dan ATP yang disebut sebagai neurotransmiter. Neurotransmitter ini merupakan perantara hampir semua komunikasi antar neuron. Transfer impuls ke serabut saraf ini berakhir di tanduk dorsal dari sumsum tulang belakang.
Proses selanjutnya adalah proses transmisi yang berhubungan dengan fungsi relai. Pesan nyeri dibawa dari daerah jaringan yang terluka ke daerah otak. Pesan ditransmisikan dari sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Pesan nyeri yang telah sampai ke otak menjalani proses yang disebut persepsi. Proses ini merupakan kesadaran subjektif yang dihasilkan oleh sinyal sensorik yang melibatkan integrasi banyak pesan sensorik yang dapat mengidentifikasi nyeri.
Tubuh memiliki mekanisme yang secara bertahap melambatkan dan menghentikan proses stimulus nyeri. Proses resistensi ini melalui fase modulasi. Untuk menghambat dan memblokir impuls nyeri, tubuh melepaskan neurotransmitter yang menghasilkan efek anti nyeri, seperti serotonin, norepinefrin, neurotensin, GABA, B-Endorphins, enkephalin dan dynorphin.
Kami menyimpulkan bahwa rahang berbentuk knife-edge yang dirawat dengan gigi tiruan lengkap dapat memicu rasa nyeri. Proses nyeri terjadi dalam 4 fase, yaitu transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi. Proses tersebut membutuhkan neurotransmitter seperti sP dan ATP sebagai pembawa pesan nyeri.
Penulis : Abil Kurdi, drg. Sp. Pros.
Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat di: DOI : 10.35124/bca.2020.20.S1.3071
Kurdi A, Jenny S, Primanda NR. Pain in knife edge ridge edentulous treated with complete denture. 2020. Biochem Cell Arch. Vol. 20 Supp 1. Pp: 3071-3074.