UNAIR NEWS – Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya perairan, sehingga banyak dikembangkan budidaya ikan atau udang pada tambak. Banyak potensi dalam menangani permasalahan di tambak, sebagai contoh dengan cara membangun alat ukur kadar H2S (Hidrogen Sulfida) sebagai upaya mencegah ikan atau udang keracunan akibat kadar H2S pada air tambak terlalu tinggi.
Hanya saja para petani tambak kesulitan mendeteksi kadar H2S di tambak dikarenakan sensor H2S cair tergolong jarang di Indonesia. Selain itu, harga sensor H2S juga menjadi bahan pertimbangan.
Maka dari itu, Franky Chandra Satria Arisgraha, S.T., M.T bersama tim mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat Pelatihan Rancang Bangun Alat Ukur Kadar H2S pada Tambak Sistem Tertutup untuk Membantu Petani Tambak Memantau Kualitas Air Tambak. Kegiatan yang dilakukan sepanjang bulan Oktober hingga Desember 2020 itu memberikan pelatihan kepada siswa SMK Perikanan dan Kelautan, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember.
“Melalui pelatihan rancang bangun alat ukur kadar H2S kepada siswa siswi SMK Perikanan dan Kelautan, diharapkan dapat membantu petani tambak dalam mencegah kematian ikan atau udang karena kadar H2S pada air tambak terlalu tinggi,” tutur dosen Teknik Biomedis tersebut.
Menurut Franky, sasaran ditujukan kepada para siswa karena lulusan SMK diharapkan dapat berdaya saing tinggi sehingga mudah dalam mencari atau menciptakan lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, melalui kegiatan ini para siswa SMK diharapkan dapat meningkatkan mutu lulusan SMK dan ke depan diharapkan dapat membantu para petani tambak dalam membangun alat pendeteksi kadar H2S.
“Rencana awal dilaksanakan secara tatap muka secara langsung di SMK Perikanan dan Kelautan, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember. Namun berhubung kondisi pandemi Covid-19 maka kegiatan dilaksanakan secara daring dimana peserta mengikuti kegiatan di laboratorium komputer SMK Perikanan dan Kelautan, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember,” jelasnya.
Daerah Jember dipilih dikarenakan sejak tahun 2015, wirausaha di bidang budidaya air tawar telah dikembangkan, terutama di Kecamatan Puger yang telah membudidayakan udang faname dengan potensi pasar hingga ke Eropa, Amerika, dan Asia.
“Modal yang dibutuhkan tidak sedikit, sehingga dukungan bidang pendidikan diharapkan dapat membantu petani tambak. Sebagai contoh dengan menciptakan teknologi alat ukur kadar H2S untuk memantau kualitas air, sehingga diharapkan dapat mencegah kematian ikan atau udang akibat kualitas air yang buruk,” ungkap dosen yang memiliki fokus bidang ilmu instrumentasi tersebut.
Apalagi dengan hadirnya SMK Perikanan dan Kelautan, lanjutnya, diharapkan dapat membantu menyelesaikan masalah petani tambak dan meningkatkan hasil budidaya ikan dan udang.
Dengan diadakannya kegiatan tersebut, diharapkan dapat membekali peserta pelatihan agar dapat membantu para petani tambak dalam mengatasi permasalahan keracunan ikan atau udang karena kadar H2S pada air tambak terlalu tinggi. Serta, pelatihan menjadi bekal bagi siswa SMK setelah lulus studi kelak. (*)
Penulis : Asthesia Dhea Cantika
Editor : Binti Q. Masruroh