Penyakit jantung koroner merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama diseluruh dunia. Sindroma Koroner Akut (SKA) adalah salah satu manifestasi dari penyakit jantung koroner. Sindroma koroner akut disebabkan oleh adanya sumbatan atau penyempitan pada arteri koroner. Arteri koroner merupakan pembuluh darah utama yang menyuplai oksigen dan nutrisi untuk otot jantung. Penyumbatan pada arteri koroner dapat disebabkan oleh adanya plak aterosklerosis ataupun trombus. Sindroma koroner akut dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu ST-Elevation Myocardial Infarction (STEMI), non-ST-Segment Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan Unstable Angina (UA). Penyumbatan arteri koroner pada kondisi STEMI bersifat total, sedangkan pada NSTEMI dan UA bersifat parsial. Hal tersebut yang menyebabkan kondisi STEMI memiliki tingkat keparahan paling berat dan angka mortalitas paling tinggi dibandingkan SKA jenis lain. Kondisi NSTEMI memiliki tingkat keparahan yang lebih rendah dibandingkan STEMI, namun lebih tinggi jika dibandingkan dengan UA.
Sindroma koroner akut merupakan kondisi gawat darurat dengan angka kematian yang tinggi jika tidak terdeteksi dan tertangani dengan cepat dan tepat. Dilain pihak, pendekatan terapi ketiga jenis SKA ini berbeda satu sama lain.
Platelet berperan penting pada patogenesis SKA. Platelet berperan dalam pembentukan plak aterosklerosis maupun pada pembentukan trombus setelah terjadi ruptur plak aterosklerosis. Konsumsi platelet pada pembuluh darah ini selanjutnya dapat menstimulasi susmsum tulang untuk memproduksi dan mengeluarkan platelet muda (immature platelet) yang berukuran lebih besar dan lebih aktif. Pelepasan immature platelet akan meningkat pada kondisi turn over platelet yang meningkat seperti pada SKA.
Pemeriksaan immature platelet fraction (IPF) merupakan suatu parameter yang menghitung proporsi jumlah immature platelet dibandingkan dengan platelet total. IPF merupakan suatu parameter sederhana yang dapat diperoleh melalui pemeriksaan rutin complete blood count (CBC). Pemeriksaan CBC merupakan pemeriksaan rutin yang telah dilakukan secara luas. Hal tersebut memungkinkan penggunaan IPF untuk dikerjakan secara rutin dengan biaya yang cukup terjangkau untuk membantu membedakan berbagai jenis SKA.
Pemeriksaan IPF menurut argumentasi kami dapat berpotensi membedakan ketiga jenis sindroma koroner akut berdasarkan patogenesis SKA yang melibatkan platelet. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti indeks platelet lain, kami meneliti IPF yang menurut kami lebih dapat menggambarkan proporsi immature platelet yang dihasilkan sebagai respon terhadap adanya peningkatan turn over platelet pada patogenesis SKA. Pemeriksaan ini juga berpotensi untuk dapat digunakan secara luas mengingat pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang sederhana dan terjangkau dari segi ketersediaan alat maupun biaya.
Penelitian ini merupakan suatu penelitian observasional yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo pada bulan Mei-September 2019. Penelitian ini melibatkan 79 pasien yang datang ke rumah sakit dengan nyeri dada dalam 24 jam. Pasien yang berdasarkan manifestasi klinis, hasil elektrokardiogram (EKG) dan pemeriksaan biomarker jantung menunjukkan adanya SKA yang selanjutnya diklasifikasikan menjadi pasien STEMI (30 pasien), pasien NSTEMI (25 pasien) dan pasien UA (24 pasien). Pasien dengan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi nilai platelet tidak diikutkan dalam penelitian.
Hasil analisis menunjukkan nilai IPF berbeda bermakna diantara ketiga jenis SKA dengan nilai IPF berbanding lurus dengan tingkat keparahan SKA. Nilai IPF didapatkan paling tinggi pada pasien STEMI, diikuti oleh NSTEMI dan paling rendah pada pasien UA. Kami berpendapat bahwa hasil ini konsisten dengan teori yang menyatakan bahwa platelet teraktivasi pada patogenesis SKA. Kondisi STEMI yang merupakan kondisi paling berat dimana penyumbatan arteri koroner yang terjadi bersifat total memiliki nilai IPF yang paling tinggi. Seiring dengan hasil tersebut, UA yang tingkat keparahan sumbatannya paling rendah diantara SKA lainnya memiliki nilai IPF yang paling rendah.
Berdasarkan hasil penelitian ini kami berpendapat bahwa parameter IPF berpotensi untuk dapat digunakan dalam membedakan ketiga jenis SKA. Parameter ini merupakan parameter sederhana yang merupakan bagian dari pemeriksaan CBC yang telah digunakan secara luas sehingga memungkinkan aplikasi parameter ini dalam membedakan jenis SKA. Meskipun demikian, penelitian ini merupakan penelitian sederhana yang masih memerlukan penelitian lanjutan untuk menentukan cut off nilai IPF yang dapat digunakan. Kemungkinan parameter ini digunakan dalam menentukan prognosis juga dapat dipertimbangkan mengingat peran platelet penting platelet dalam patogenesis SKA dan prognosis jenis SKA yang berbeda berdasarkan tingkat keparahannya.
Penulis: Endah Indriastuti, Yetti Hernaningsih, Yulia Nadar Indrasari, Andrianto.
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://indonesianjournalofclinicalpathology.org/index.php/patologi/article/view/1609/pdf
Endah Indriastuti, Yetti Hernaningsih, Yulia Nadar Indrasari, Andrianto. Immature Platelet Fraction as A Potential Marker To Differentiate Types of Acute Coronary Syndrome. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical Laboratory. 2020 Nov. 27 (1): 16-21