Angka kematian kasus Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) mencapai 40% dan belum ada terapi spesifik untuk mengatasinya. Penyebab dari ARDS ini macam-macam, diantaranya akibat infeksi virus, bakteri, jamur, dan atau akibat kecelakan yang hebat. Kasus ARDS ini pada umumnya membutuhkan perawatan di ICU (Intensive Care Unit) dan menggunakan mesin bantu nafas yang disebut ventilator.
Dokter yang sangat berperan untuk merawat pasien kritis ini di ICU adalah dokter spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif. Sebagai seorang ahli anestesi konsultan penyakit kritis yang setiap hari bekerja di ruang intensive care unit (ICU), melihat permasalahan pasien kritis dengan ARDS ini, sangat menggugah untuk menulis sebuah wacana tentang bagaiamana mengenali sejak dini tanda-tanda kerusakan paru akut, sehingga dapat dilakukan manajemen untuk mencegah progresivitas kerusakannya.
Pemeriksaan untuk mengetahui bahwa paru-paru sudah rusak, yang rutin dilakukan adalah dengan pemeriksaan tanda-tanda gangguan oksigenasi, yaitu dengan pemeriksaan blood gas analysis (BGA). Pemeriksaan dilakukan dari darah arteri yang diambil dari pasien. Tetapi berdasarkan analisis berbagai literatur, kami mengambil kesimpulan bahwa pemeriksaan ini dilakukan pada kondisi paru-paru sudah rusak.
Sebuah pemikiran unik bahwa seharusnya ada pemeriksaan lain yang lebih dini untuk mendeteksi kerusakan paru-paru sebelum jatuh ke kondisi ARDS berat. Pemeriksaan kadar surfactant protein-D (SP-D) dapat dipertimbangkan sebagai alat pendeteksi dini adanya progresivitas kerusakan paru-paru akut. Sejarah ketika terjadi pandemi H5N1, bahwa pada penderita yang mengalami ARDS terjadi kenaikan kadar SP-D serum penderita.
Pemikiran sederhana yang timbul saat merawat pasien ARDS di ICU adalah harus ada pemeriksaan yang mudah, cepat, dan akurat sebagai alat pendeteksi kerusakan paru-paru sebelum benar-benar terjadi kerusakan organ yang nyata, yang secara klinis ditunjukkan dalam bentuk gangguan oksigenasi. Pasien tampak sesak berat, karena paru-paru rusak tersebut tidak dapat bekerja untuk menyerap oksigen.
Spesimen yang dilakukan pemeriksaan adalah dari darah penderita, kemudian diperiksa serumnya. Secara logika berpikir sederhana adalah apabila ditemukan protein yang tidak semestinya berada dalam darah, maka menunjukkan adanya kebocoran atau kerusakan jaringan atau organ yang merupakan tempat di mana seharusnya protein tersebut berada.
Harus selalu dikembangkan teknologi kedokteran sehingga dapat membatu perawatan pasien di lapangan. Hasil riset yang kami lakukan saat menjalani studi S3 memberikan hasil yang sangat inspiratif. Dari konsep imajinasi berpikir sederhana di atas, ternyata terbukti bahwa kadar SP-D pada mencit yang dibuat model sepsis mengalami kenaikan kadar dalam serum.
Penulis: Dr. Anna Surgean Veterini, dr., Sp.An.KIC
Informasi detail dari tulisan ini dapat dilihat pada: https://criticalcareshock.org/2020/04/a-primary-biomarker-examination-in-preventing-progressivity-of-acute-respiratory-distress-syndrome-the-role-of-surfactant-protein-d-in-sepsis-induced-ards/
Veterini, A.S. (2020). A primary biomarker examination in preventing progressivity of acute respiratory distress syndrome: the role of surfactant protein-D in sepsis induced ARDS. Critical Care and Shock, 23:65-75.