Penurunan laju saliva, atau hiposalivasi merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya karies, kandidiasis dan sialadenitis pada rongga mulut. Selain itu, hiposalivasi juga merupakan komplikasi umum yang menetap pada pasien yang dirawat dengan radioterapi. Penurunan laju saliva dapat terjadi sebanyak 50-60% pada periode awal hingga bulan ke-3 setelah radioterapi.
Hiposalivasi akibat radioterapi dapat diikuti oleh perubahan komposisi karakteristik saliva seperti kadar imunoglobulin (Ig), konsentrasi protein dan elektrolit, pH, viskositas, dan warna. Hal ini dapat menyebabkan sindrom mulut kering, disfagia, trismus dan perubahan indera perasa. Selain itu, keadaan ini dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi rongga mulut dan orofaring oleh Candida albicans. Hiposalivasi ditemukan pada pasien dalam waktu 12-18 bulan setelah radioterapi, tetapi kebanyakan pasien ditemukan perubahan yang signifikan dari waktu ke waktu, menyebabkan morbiditas yang memiliki berpengaruh besar pada penurunan kualitas hidup pasien.
Radioterapi yang digunakan untuk mengobati tumor sering kali memengaruhi struktur di kelenjar ludah, membuat sel asinar rentan terhadap kerusakan. Ketika radiasi diserap oleh sel hidup, proses ionisasi dan eksitasi pada atom menghasilkan berbagai radikal bebas yang dapat bereaksi dengan makromolekul penting seperti DNA, komponen membran, atau protein. Seiring waktu, hal ini bisa menyebabkan kerusakan primer yang dapat mengubah struktur dan merusak komponen penting progenitor dan sel induk, termasuk DNA, menyebabkan kerusakan sel asinar, menurunkan kinerja sekresi saliva, sehingga mengakibatkan hiposalivasi.
Perawatan hiposalivasi difokuskan pada peningkatan laju saliva untuk jangka waktu yang memadai. Sampai saat ini pengobatannya menggunakan obat kolinergik seperti pilocarpine. Pilocarpine adalah obat parasimpatomimetik spektrum luas dengan efek β-adrenergik yang mengaktifkan reseptor kolinergik, merangsang peningkatan sekresi saliva secara cepat dalam jangka waktu yang cukup. Efek stimulasi ini tidak hanya terjadi pada kelenjar ludah, tetapi juga pada kelenjar eksokrin lain seperti kelenjar lakrimal dan keringat, serta sel goblet pada respirasi dan pencernaan.
Secara umum pilocarpine diberikan dengan dosis 5 mg tiga kali sehari selama 3 bulan. Namun, pilocarpine memiliki efek samping seperti muntah, sakit kepala, peningkatan frekuensi kencing, mengi, diare, dan gangguan penglihatan. Selain itu, pilocarpine relatif kontradiktif dengan pasien yang memiliki penyakit pernafasan kronis, asma yang tidak terkontrol, dan pengguna obat β-adrenergic-blocker, dan membutuhkan perhatian lebih besar pada pasien gastritis, hipertensi, dan riwayat penyakit jantung.
Salah satu bahan yang berpotensi untuk digunakan dalam terapi hiposalivasi adalah kurkumin, dimana kurkumin dapat melindungi sel dari efek radioterapi yang tidak diinginkan. Namun, kurkumin sendiri memiliki bioavailabilitas oral yang rendah, hanya mencapai 1%, sehingga mempengaruhi efisiensi biologis secara negatif karena membutuhkan dosis yang sangat tinggi untuk mendapatkan efek yang menguntungkan.
Core-shell nanopartikel menunjukkan potensi besar sebagai pembawa zat ukuran sub-seluler memungkinkan penyerapan intraseluler yang relatif lebih tinggi serta peningkatan stabilitas dan perlindungan terhadap degradasi. Selain itu, secara aplikatif, Core-shell nanopartikel memiliki keunggulan dibandingkan nanopartikel lainnya karena peningkatan sifat seperti sitotoksisitas yang jauh lebih rendah, peningkatan kompatibilitas dan dispersibilitas, dan konjugasi yang lebih baik dengan molekul bioaktif lainnya.
Kurkumin memiliki efek radioprotektif pada sel asinar di kelenjar ludah dengan sifat antioksidan dan anti inflamasi yang dapat mengurangi radikal bebas yang ditimbulkan oleh sinar radiasi pada radioterapi. Implantasi kurkumin dalam media core-shell nanopartikel dapat meningkatkan absorpsi intraseluler serta stabilitas dan perlindungan zat terhadap degradasi dari lingkungan, sehingga meningkatkan efektivitasnya sebagai terapi.
Kurkumin yang terkandung dalam core-shell nanopartikel memiliki efek radioprotektif dengan sifat antioksidan dan anti inflamasi yang dapat menghambat radikal bebas, sehingga berpotensi sebagai terapi hiposalivasi akibat radioterapi.
Penulis: Nanda Rachmad Putra Gofur
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: