Jaringan korteks serebri manusia membentuk lebih dari ¾ massa otak keseluruhan. Dari studi terdahulu dilaporkan bahwa sekitar 10-16 juta neuron terdapat pada korteks manusia dewasa dengan perkiraan massa 1233 gram, meskipun hasil penelitian lain menyebutkan jumlah tersebut dapat jauh melampaui angka tersebut. Secara embriologis, jaringan korteks serebri manusia tersusuan atas alokorteks dan neokorteks, di mana alokorteks akan berkembang menjadi paleokorteks dan arkikorteks. Termasuk di antaranya adalah korteks penghiduan serta kompleks struktur formasio hipokampalis yang berperan utama dalam fungsi kognisi dan memori serta proses belajar. Dibandingkan dengan struktur-struktur tersebut, neokorteks yang berkembang belakangan, memiliki lapisan seluler yang jauh lebih banyak dan tersusun atas beberap lamina diantaranya lapisan supragranulare I-III, lapisan granulare interna IV dan lapisan infragranulare V-VI.
Sel-sel pada lapisan III-V beberapa neuron memiliki badan sel yang jauh lebih besar dibandingkan pada lapisan lainnya, terutama pada lobus frontalis yang memiliki girus pre-sentralis dengan fungsi utama sebagai area motorik primer. Jika diamati di bawah mikroskop, maka sitoplasma sel-sel neuron tersebut berbentuk trigonum dengan prosesus yang jelas dan tersusun secara sentripetal dan sentrifugal membentuk sinaps dengan neuron lain dalam menjalankan suatu fungsi tertentu yang terkoordinasi secara rapi dan terkendali. Jumlah neuron dan sel glia yang berada pada area tertentu otak manusia terus menjadi bahan perdebatan ilmiah seiring dengan kemajuan dna perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pencitraan. Rasio neuron terhadap glia dilaporkan memiliki angka yang jauh lebih kecil saat ini dibandingkan dengan hasil penelitian-penelitian terdahulu.
Pada jaringan otak manusia yang mengalami proses penuaan secara wajar, jumlah dan rasio tersebut dilaporkan mengalami modulasi seiring dengan peningkatan proses neurodegeneratif. Diprediksikan bahwa pada tahun 2050, proporsi manusia dewasa berusia lebih dari 60 tahun ke atas akan mengalami peningkatan yang cukup signifikan, mencakup sekitar 22% dari total populasi manusia. Kasus-kasus patologi akibat neurodegenerasi akan meningkat, termasuk penyakit Alzheimer, yang merupakan salah satu penyakit tersering yang mengakibatkan demensia. Pada penelitian-penelitian terdahulu, studi lebih banyak difokuskan pada subyek penelitian usia dewasa berumur kurang dari 60 tahun, ataupun yang berusia sangat lanjut utamanya terkait patofisiologi akibat penyakit-penyakit neurodegeneratif tersebut. Sedangkan studi pada jaringan korteks manusia berusia lanjut yang mengalami proses penuaan secara wajar belum begitu banyak dilaporkan, khususnya yang meneliti secara mendalam mengenai rasio neuron terhadap glia di setiap lobus neokorteks. Hal ini diperlukan sebagai perbandingan pada subyek sehat terhadap subyek yang mengalami proses patologi pada usia lanjut. Untuk meneliti hal itu, kami menerapkan metode histologis pada sediaan jaringan neokorteks kadaver manusia yang ada di Departemen Anatomi dan Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Airlangga dan telah mendapatkan kelayakan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan, FK Unair.
Dari hasil studi kami menyimpulkan bahwa komposisi neuron dan glia, terutama rasio neuron terhadap glia, pada jaringan neokorteks manusia dewasa sehat berusia lanjut tidak berbeda secara signifikan dibandingkan dengan hasil penelitian lain pada jaringan neokorteks manusia berusia dewasa, yaitu antara 1:0,81 hingga 1: 3,54. Morfologi nukleus sel neuron dengan sitoplasmanya tampak tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan yang telah dilaporkan pada penelitian-penelitian terdahulu; morfologi glia yang terdiri dari astrosit, oligodendroglia dan mikroglia juga dapat diamati dengan cukup jelas pada sediaan penelitian ini dengan gambaran yang secara umum khas seperti yang telah dilaporkan pada studi terdahulu. Namun demikian, terdapat beberapa keterbatasan diantaranya jumlah sediaan yang cukup terbatas, sifat studi pada jaringan post-mortem, serta ketiadaan jaringan kontrol dari kelompok yang serupa harus dipertimbangkan dalam mengejawantahkan hasil penelitian ini. Lebih lanjut, studi fungsional yang dapat menghubungkan antara morfologi komposisi seluluer dengan kemungkinan adanya perbedaan sinaps dan keluaran dari setiap area neokorteks akan dapat lebih melengkapi hasil dari penelitian ini sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih luas.
Penulis: Viskasari P. Kalanjati, dr., M.Kes., PA(K)., Ph.D.
Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://link.springer.com/article/10.1007/s11062-020-09838-5
Viskasari P. Kalanjati, MW. Hendrata, FN. Ardana (2019). Cellular Composition in The Aging Cerebral Cortex of Humans. Neurophysiology 51, 424–429 (Issue date Nov 2019; Published Apr 2020). https://doi.org/10.1007/s11062-020-09838-5.