Kandidiasis merupakan penyakit infeksi jamur yang sering dijumpai di masyarakat. Salah satu jenis kandidiasis yang sering terjadi adalah kandidiasis oral yang terjadi akibat infeksi rongga mulut karena pertumbuhan abnormal dari jamur Candida albicans. Pertumbuhan Candida albicans berlebih ini terjadi antara lain karena terjadinya penurunan imunitas tubuh, akibat kemoterapi, penyakit dengan imunitas yang rendah seperti HIV/AIDS, penggunaan antibiotika jangka panjang serta konsumsi gula yang tinggi.
Diagnosis kandidiasis oral umumnya dapat ditegakkan secara klinis. Sebagian besar kandidiasis oral ditandai dengan timbulnya bercak putih pada rongga mulut, kemerahan, perasaan seperti kapas di mulut, nyeri saat makan atau menelan, dan adanya retak atau kemerahan di sudut mulut. Apabila kandidiasis terdapat di kerongkongan, gejala yang biasanya menonjol adalah rasa sakit ketika menelan.
Penatalaksanaan kandidiasis oral dapat berupa antifungal topikal ataupun sistemik. Obat topikal dapat diberikan di atas lesi pada infeksi yang dangkal. Sedangkan obat sistemik diberikan jika sudah terjadi infeksi lebih luas atau pasien tidak berespon dengan terapi topikal adekuat. Terapi yang diberikan pada kandidiasi oral, berdasarkan pedoman yang ada adalah nistatin, fluconazole, dan itrakonazole. Nistatin merupakan antijamur yang paling sering digunakan untuk mengobati kandidiasis oral, hal ini disebabkan karena nistatin merupakan obat yang mudah didapatkan, mudah digunakan secara topikal di mulut.
Saat ini adanya resistensi obat terhadap jamur penyebab kandidiasis oral sedang banyak diteliti. Penggunaan antijamur golongan azole seperti fluconazole banyak yang resisten terhadap jamur ini, artinya antijamur tersebut sudah tidak mampu lagi membunuh jamur Candida albicans dan Candida non-albicans sebagai penyebab kandidiasis oral. Berdasarkan penelitian saat ini, resistensi nistatin terhadap jamur Candida masih sangat jarang, namun nistatin memiliki kerugian yaitu rasa yang tidak enak dan penyerapan sistemik yang buruk. Nistatin dapat menyebabkan masalah pada organ lain seperti ginjal dan menimbulkan keluhan ruam, mual, diare, muntah, dan nyeri epigastrium. Penambahan pemanis pada nistatin karena rasanya yang pahit dapat menyebabkan kerusakan gigi. Selain itu karena obat ini merupakan obat yang dipakai secara topikal maka akibatnya penggunaan dengan dosis yang tidak sesuai dan durasi pemakaian obat yang tidak sesuai standar, dapat memicu terjadinya resistensi sekunder. Suspensi nistatin bukan pilihan yang baik untuk bayi, anak-anak, dan pasien HIV/AIDS dengan kandidiasis oral, hal ini mungkin karena aksi jangka pendek pada mukosa mulut.
Pembatasan dalam menggunakan bahan kimia sebagai agen antimikroba karena beberapa efek samping dan adanya resistensi sekunder tersebut menjadi populer saat ini. Zat-zat aktif yang berasal dari tanaman, dalam ekstrak hidroalkohol atau minyak atsiri, dapat berperan penting dalam upaya untuk mengurangi penggunaan antimikroba dari bahan kimia. Penggunaan minyak atsiri sudah banyak digunakan sejak peradaban awal di Timur Tengah, Afrika Utara dan Eropa. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman dan tumbuhan yang dapat menghasilkan minyak yang disebut dengan minyak nabati. Minyak atsiri merupakan salah satu minyak nabati yang multifungsi, baik sebagai wangi-wangian maupun sebagai pengobatan. Minyak atsiri dikenal karena memiliki sifat antiseptik, analgesik, antiperadangan, spasmolitik, anestesi lokal, antikarsinogenik dan sebagai pengawet pada produk makanan. Salah satu minyak atisiri yang diketahui memiliki efek antijamur adalah Rosemary (Rosmarinus officinalis L).
Penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri rosemary memiliki sifat antijamur karena mengandung senyawa aktif seperti cineol, camphor dan verbenon. Ketiga senyawa tersebut mempunyai sifat antijamur dan antibakteri. Penelitian yang meneliti aktifitas antijamur minyak atsiri rosemary sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang menguji aktifitas antijamur minyak atsiri dibandingkan dengan terapi standar nistatin. Hasil penelitian tersebut menunjukkan minyak atsiri rosemary memiliki kemampuan sebagai antijamur, hal ini dilihat dari terbentuknya zona hambat pada pemeriksaan menggunakan metode disk difusi, dan terbentuknya konsentrasi daya hambat minimum minyak atsiri rosemary pada metode mikrodilusi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi awal dalam penentuan konsentrasi minyak atsiri resemary yang memiliki daya hambat terhadap spesies Candida untuk dilanjutkan pada penelitian pada hewan atau pada manusiadan diharapkan dapat menjadi terapi alternatif dalam tatalaksana kandidiasis oral.
Penulis: dr. Dwi Murtiastutik,Sp.KK(K)
Informasi detail dari penelitian ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/19479
(Antifungal Activity Of Essential Oils Of Rosmarinus Officinalis AndNystatinAgainst Candida Spesiesfrom HIV/AIDS Patients With Oral Candidiasis)